23

1.8K 175 9
                                    

Halooo, apa kabar?

Mau promosi kalau cerita ini ada di KBM dan Karyakarsa sudah Bab 38 ya dengan harga yang terjangkau.

link ada di bio atau username : aniswiji

Selamat Membaca

Sore ini Pak Rian pulang dari luar kota, sudah tidak sabar untuk menyambutnya. Sebenarnya kami sering video call saat malam hari, apalagi kalau kembar merengek meminta untuk bertemu dengan Ayahnya. Disini aku juga sudah memasakkan makanan kesukaan Pak Rian, tidak lupa anak-anak sudah aku mandikan terlebih dahulu. Aku ingin ketika Pak Rian pulang melihat istri dan anaknya sudah bersih membuatnya tidak capek lagi. Hahaha, kan ada yang bilang kalau badan capek lihat istri dan anak sudah cantik maka capeknya hilang.

"Qian tidak sabar ketemu Ayah." Kata Qian saat tangan mungilnya mencoba membuka pintu untuk melihat apakah Ayahnya sudah datang. Tapi nihil, belum ada penampakan sosok berseragam itu. Tadi memang Pak Rian mengatakan jika akan sampai pukul setengah lima sore.

"Memang mau bicara apa?" Tanyaku.

Kepala Qian menoleh ke arahku, "Banyak, Qian mau cerita kalau Qian sekarang sudah bisa main bola. Dulu Ayah sering mengajak Qian ke stadion untuk melihat pertandingan."

"Apa begitu Quin?"

"Kalau pertandingan sih tidak Bun, tapi kami olahraga bersama. Kaya lari gitu." Aku tersenyum saat mendengar jawaban Quin. "Jadi Qian bohong ini?"

"Hehehe, maaf ya Bun." Qian berjalan mendekatiku dan mendaratkan kecupan di pipi. "Jadi, jangan bohong lagi, oke?"

"Oke Bun," Aku usap rambutnya yang tebal dan mendaratkan kecupan di keningnya. Dia itu bagai kembaran Pak Rian versi kecil, semua tingkah Ayahnya ada di diri Quin.

Waktu berjalan begitu lambat, hingga kusadari jika sudah waktunya salat magrib. Aku mengajak anak-anak untuk menunaikan salat terlebih dahulu. "Ayo salat dulu, nak."

Wajah mereka yang tadi cerah berubah mendung, bahkan mereka enggan untuk beranjak dari sofa. "Ayo anak manis, kita doakan agar Ayah selamat sampai di rumah. Mungkin saja Ayah sedang terjebak macet." Ujarku, sebenarnya aku cukup khawatir karena sejak tadi pesanku tidak di balas padahal kebiasaan Pak Rian akan membalas pesan masuk dariku, meskipun hanya jawaban dari VN atau kata ya/ tidak.

"Iya Bun." Akhirnya mereka beranjak dan kami menunaikan salat berjamaah. Kutitipkan doa untuk keselamatan Pak Rian kepada Allah, begitu juga kembar. Aku tidak tahu apa yang terjadi sehingga menghambatnya pulang. Padahal kami sangat merindukannya disini.

***

Aku terduduk di sofa ruang tamu menunggu kehadiran sosok Pak Rian, kembar sudah tidur sejak pukul delapan tadi. Aku berusaha menidurkan mereka karena sudah waktunya tidur apalagi besok masih sekolah. Takut jika mereka akan susah bangun. Jadi aku yang disini menunggunya, jika saja Pak Rian mau memberitahu dimana dia pergi mungkin aku tidak akan khawatir.

Hingga suara pintu gerbang terbuka membuatku bergegas untuk keluar. Kudapati mobil Pak Rian berhenti dengan sosok wanita yang keluar dari pintu penumpang. Lia? Apa alasan ini yang menbuat Pak Rian tidak memberitahuku?

Pak Rian berjalan mengelilingi mobil sebelum melihatku berdiri tidak jauh dari posisinya. "Sayang, kamu belum tidur?" Tanyanya dengan raut wajah tegang.

Kuabaikan mereka dan memilih untuk masuk ke rumah. Emosiku seketika meledak saat melihat apa yang terjadi, meskipun semua ini belum tentu seperti apa yang ada dipikiranku.

Kupilih menenangkan diri di dalam kamar dengan mengunci kamar tidur, biarlah Pak Rian tidur bersama anak-anak. Pikiranku cukup kalut untuk memikirkan ini.

Kurebahkan tubuhku di atas ranjang, mengingat apa yang terjadi belakangan ini. Tidak ada yang aneh, karena sebisa mungkin aku akan menjalankan tugas sebagai istri yang baik, bahkan Pak Rian masih sama. Tapi kenapa Pak Rian tidak memberitahuku jika ia akan mengajak mantan istrinya kemari. Apa dia tidak mempertimbangkan hatiku? Meskipun dia Ibu kandung kembar.

Pikiran negatif itu hilir mudik di dalam kepalaku, yang membuat kepalaku pening.

Ya, lebih baik istirahat. Biarlah besok aku akan menyelesaikannya. Aku coba untuk berbaring menutup mata hingga kesadaranku hilang dan aku terjatuh ke alam bawah sadar.

Usapan aku rasakan di permukaan kening, namun tidak ada suara yang keluar. Kuputuskan untuk membuka mata untuk melihat siapa yang melakukan hal ini. "Pak Rian?" Ujarku lirih, aku tidak tahu apalagi yang harus aku lakukan sekarang. Posisiku yang masih terbaring membuatku tidak bisa untuk pergi begitu saja.

"Maaf ya." Aku abaikan perkataannya. Dan mencoba untuk melihat waktu, karena aku sudah mendengar azan subuh.

"Maafkan Mas, Fira. Mas tidak ada pilihan lainnya." Lanjutnya.

Posisiku yang sudah terduduk, memandang ke arah wajah yang kuyu itu. "Maaf buat apa? Apa Mas tidak tahu kalau aku sama anak-anak menunggu kepulangan Mas. Bahkan anak-anak ingin bercerita panjang lebar. Tapi apa yang Mas lakukan? Pulang larut malam dan membawa mantan istri Mas? Dimana hati Mas?"

Pak Rian meraup wajahku, tangannya sibuk membersihkan air mataku yang luruh. "Mas tahu salah, tapi ini Mas lakukan demi kemanusiaan. Nenek anak-anak jatuh dan harus dilarikan di rumah sakit, posisinya dia membutuhkan donor darah dan ya, kami memiliki golongan darah yang sama. Mas yang tidak tega dan langsung kesana, disana Mas melihat Lia yang menangis, tubuhnya tergugu-gugu melihat Ibunya jatuh sakit. Dan Mas pikir lebih baik mengajaknya untuk kemari, mungkin anak-anak bisa menghiburnya." Jelasnya panjang lebar.

Aku tatap tepat di kedua bola matanya, "Lantas kenapa Mas tidak memberitahuku? Maksudnya disini aku istri Mas, dan juga ini istanaku. Aku berhak mengatur untuk memasukan orang lain ke dalam rumah. Tapi Mas tidak mengajakku bicara. Dan apa ada raja yang memasukan wanita lain di istananya? Tidak. Jadi apa pantas Mas melakukan ini?"

Kepala Pak Rian menunduk, "Maafkan Mas, Mas lakukan ini karena refleks kemanusiaan tidak lebih."

Aku yang marah langsung beranjak pergi tanpa mau mengindahkannya. Biarlah dia berpikir apa yang dilakukannya itu salah. Aku berjalan ke dapur mengambil air putih untuk menenangkan hati dan pikiran. Meskipun semua uneg-unegku sudah aku keluarkan tetapi ada rasa tidak terima. Mungkin ini egoku. Wanita mana yang tidak marah saat suaminya pulang dengan mantan istrinya? Tetap saja dia wanita lain. Dan aku cukup cemburu akan hal itu.

Tbc

Shaffira ✔ (KBM & KARYAKARSA)Where stories live. Discover now