18

1.7K 116 1
                                    

Silakan mampir di KK atau KBM APP yes, disana update lebih dulu. Username : aniswiji atau link ada di bio. Sudah update sampai bab 25 ya

 Sudah update sampai bab 25 ya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Silakan mampir di lapak ceritaku lainnya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Silakan mampir di lapak ceritaku lainnya.

Cinta beda Usia
Titik Temu

Selamat Membaca

Sudah seminggu kami kembali dari liburan di puncak. Tidak ada hal berarti yang mengganggu aktivitasku sebagai seorang istri maupun Ibu bagi kembar. Setiap hari aku merasa ada keajaiban yang selalu hadir, entah dengan polah tingkah kembar atau dengan sikap Pak Rian.

"Kamu masak apa?" Sapa Pak Rian yang sudah berdiri di batas pintu masuk dapur.

"Kemarin beli ayam, ingin aku buat sop ayam. Kayaknya kembar suka." Tanganku aktif mencincang bawang merah untuk aku goreng dan nanti ditaburkan di atas kuah sop.

"Kayaknya enak. Ada yang bisa Mas bantu?" Aku mengangguk, "Cuci berasnya dan masukan ke rice cooker. Terus potong tempe buat lauknya. Mas mau sambal tidak? Buat teman makan sopnya?"

Pak Rian nampak berpikir sebelum mengangguk, "Iya, kayaknya enak. Kemarin saya lihat teman saya dibawakan istrinya. Sambal bawang dengan Ayam ungkep, terkesan sederhana tetapi teman saya bisa nambah nasi." Tuturnya dengan tangan yang sibuk mengaduk nasi di bawah kucuran air.

"Itu sudah enak. Meskipun sederhana, apalagi kalau anak kos. Itu makanan elit." Jawabku jujur. Dulu aku pernah menjadi anak kos saat PPL selama tiga bulan, dan disana aku mendapatkan pengalaman baru. Yaitu masalah makanan, karena selama ini aku seringnya makan di rumah. Pengalaman makan dengan sambal, padahal lauknya hanya tempe atau tahu. Tapi karena makanan ini dimakan dengan teman-teman ditambah rasa sambalnya enak jadi bisa membuat kami ketagihan.

"Wah, kamu sudah pernah jadi anak kos?"

"Pernah tapi hanya tiga bulan saat PPL." Pak Rian mengangguk paham, "Makanya saya ingin dibuatkan sambal apalagi ini ada sop ayam." Lanjutnya.

"Siap." Kami menikmati keakraban ini dengan suka cita. Karena bagiku membangun komunikasi dengan Pak Rian itu susah-susah gambang. Aku menjalankan tugasku sebagai seorang istri dan dia menjalankan sebagai sosok suami yang sayang anak.

"Ayah!" Teriak Quin saat dia melihat sang Ayah sudah sibuk membantuku di dapur.

"Ada apa Sayang? Jangan teriak-teriak ini masih jam setengah enam." Pak Rian berjalan dan membawa tubuh mungil Quin ke dekapannya. Mengusap punggung dan mengecup kening si bungsu.

"Quin rindu. Kemarin Ayah tidak pulang-pulang."

Wajah Pak Rian berubah seperti merasa bersalah karena dia tidak bisa pulang tepat waktu. Ya, dia pulang jam sebelas malam. "Maaf ya Sayang, Ayah harus kerja. Ada beberapa hal yang harus Ayah urus. Kan Quin sudah ada Bunda."

"Iya, tapi Quin rindu sama Ayah." Keduanya larut dengan emosi masing-masing, sedangkanku beranjak untuk membangunkan pria mungil itu agar tidak kesiangan sekolahnya.

"Qian ayo bangun. Sudah jam enam." Ucapku membangunkan anak lelakiku. Tubuh Qian hanya menggeliat tanpa ada keinginan untuk membuka mata.

"Qian sayang, nanti telat lo sekolahnya." Dengan menyebutkan nama sekolah, Qian terbangun tanpa aku komando. Dia membereskan tempat tidur dan bergerak menuju kamar mandi untuk mandi. Keluar dari kamar mandi, Qian berganti pakaian yang sudah aku siapkan.

"Ayo Bun, makan." Ajaknya dengan menggandeng tanganku menuju meja makan.

"Qian sudah rapi. Ayo Sayang Ayah mandiin." Ucap lirih Pak Rian yang setengah berbisik ke telinga sang putri. Karena Quin memilih untuk melanjutkan tidurnya saat didekap tubuh Ayahnya.

"Hmm."

"Sudah sana Mas dimadikan saja, biar hemat waktu." Aku berujar karena jam dinding sudah menunjukkan jam enam lebih lima belas menit.

"Qian mau makan apa? Biar Bunda ambilkan."

"Sop aja." Aku tersenyum dan mengambilkan satu mangkok sop dengan nasi.

"Dimakan, hati-hati jangan sampai tersedak." Aku melanjutkan aktivitas dengan membuatkan susu buat kembar dan kopi buat Ayahnya.

"Mas dimakan dulu sarapannya. Biar aku siapkan bajunya." Aku berjalan menuju kamar tidur kami untuk mempersiapkan baju dinasnya sebelum diriku yang bersiap. Bagiku ketika semua sudah selesai maka baru aku yang akan bersiap.

"Mas sudah makan?" Tanyaku saat aku fokus membedakan seragam yang hampir sama. Karena aku masih awam dengan baju militer.

"Sudah, hari ini mas pakai baju ini. Jadi ini dimasukkan saja." Ujarnya dengan mengambil baju yang aku pegang di tangan sebelah kanan.

"Iya, yasudah sana mandi dulu. Biar aku mandi di kamar kembar." Aku bergegas keluar kamar untuk membersikan diri sebelum cekalan tangan Pak Rian mendarat di pergelangan tanganku. "Mandi sama-sama saja, biar menghemat waktu."

Wajahku memanas, bukan ini yang aku inginkan. Karena ini hari kerja dan bisa jadi akan memperlambat urusan. "Jangan Mas nanti bisa terlambat."

"Saya hanya mandi tidak lebih. Jadi jangan berpikir sembarangan."

"Mas sudah bicara kaya gitu berapa kali? Dan apa yang terjadi? Kita harus menuntaskan itu selama dua jam, dan itu tidak baik buat urusan pekerjaan kita." Jawabku jujur, saat mengingat pengalaman panas kami yang dibabiskan dengan dalil mandi.

"Yasudah, kamu mandi di kamar kembar saja." Aku mengangguk dan berjalan meninggalkan kamar.

***

Aku duduk di bangku depan kelas kembar sebelum bel pulang sekolah berbunyi. Kuedarkan pandangan saat anak-anak keluar kelas dengan teriakan dan wajah yang bahagia setelah beberapa jam berkutat dengan pelajaran meskipun mereka masih TK.

"Bun," Aku melambaikan tangan untuk memberikan tanda bahwa aku disini. Mereka yang melihatku sontak berjalan dengan mengenakan tas yang melekat di punggung mungilnya.

"Bagaimana hari ini? Senang?" Tanyaku saat kami berjalan berdampingan menunggu Kak Anik yang menjemput Kayla. Karena Kayla dengan kembar beda kelas.

"Senang, Bun. Apalagi tadi Qian mewarnai hewan jerapah."

"Quin juga, tapi Quin mewarnai bunga." Jawab Quin yang tak mau kalah dengan sang Kakak.

"Wah hebat anak Bund-." Belum selesai aku berucap, aku mendengar suara yang tak lain Mama Lia.

"Qian Quin!"

"Mama," mereka berlari untuk menyambut wanita itu. Mama Lia nampak rapi dengan baju kerjanya, sangat berbanding terbalik dengan diriku yang seorang guru.

"Maaf ya, saya belum mengabari kalau mau jemput anak-anak." Ujarnya saat tubuhku sudah mendekati mereka. "Tidak masalah, bagaimanapun anda Ibu kandung mereka yang jelas memiliki hak untuk bertemu."

Mama Lia mengangguk dan mengusap puncak kepala kembar. "Iya, kalau begitu saya permisi. Saya ingin menghabiskan waktu dengan mereka." Ujarnya dengan senyuman. Aku mengangguk dan tersenyum melihat keakraban mereka sebelum tubuh mereka menghilang di balik pintu mobil.

"Loh, mana kembar?" Kak Anik memandang diriku saat tidak menemukan tubuh kembar. "Pergi dengan Mamanya."

"Oh, yasudah ayo kita pulang. Kayla ayo nak."

Tbc

Shaffira ✔ (KBM & KARYAKARSA)Where stories live. Discover now