Bosan di rumah, ia merasa sepi. Orangtuanya selalu sibuk. Namun, semua berubah saat sepupu-sepupunya datang menginap seminggu.
Dengan sepuluh sepupu, dari balita hingga remaja, rumahnya mendadak riuh. Pertengkaran kecil sering meletus, tetapi justru...
Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
"Eh iya ya," tutur Joy sembari menggaruk asal rambutnya.
"Bel, Shirennya udah berapa tahun?" tanya gadis bermata tajam yang sedang mencubit pelan pipi Shiren.
"Udah 2 tahun."
"Belum lancar ngomongnya ya?"
Abel mengangguk, "Shiren lebih cepat jalannya daripada ngomong,"
Kedua gadis hanya beroh-ria mendengarnya. Percakapan ketiganya berlanjut, dengan pipi Shiren yang tak henti-hentinya di cubit. Sedangkan sepasang kembar tak identik, masih terus menyiram satu sama lain.
🔆
Di kamar berpintu putih yang lebih tepatnya kamar Virgo dan lainnya. Tengah berbaring anak kecil tampan, yang raut wajahnya seperti sedang memikirkan dan merenungkan sesuatu.
Dia. Neo.
"Bosan banget," keluh Neo sambil menatap langit-langit kamar. Ia benar-benar merasa tidak nyaman hanya berdiam diri. Mau bermain PS juga, tidak di sediakan di sini.
"Apa ku tanya langsung aja ya sama kak Viga?" Bertanya-tanya dalam keheningan di sore hari itu ternyata enak ya, pikir anak kecil itu.
Jika Neo sedang merenung akan kebosanannya, maka beda halnya dengan cowok berkacamata yang sedang mengatur nada gitar, kemudian mulai memainkannya.
🎶Jujur saja ku tak mampu...
Hilangkan wajahmu di hatiku
Meski malam mengganggu
Hilangkan senyummu di mataku
Kusadari aku cinta padamu.....
Setiap petikan Alen, menghasilkan alunan nada yang membuat siapapun akan ikut bernyanyi. Jari tangan khas lelaki, tidak pernah meleset selama gitar dimainkan.
Lokasinya yang nyaman dan aman dari pasukan recok. Ditambah angin sejuk menerpa kulit putihnya. Tepatnya di bawah pohon dekat kolam renang. Rambut acak-acakannya seperti ingin menarik orang untuk mengelus.
Tak ia sadari, ada dua orang remaja yang ternyata tengah bersembunyi di balik semak-semak dalam keadaan pakaian yang di kenakan basah. Keduanya sedang asyik mengintip Alen. Pastinya itu sepasang kembar.
"Omegat, omegat, omegat. Suaranya Alen ternyata sebagus ituuu??" bisik Itzel, mencoba untuk tidak berteriak.
"Zel, geser dikit lah. Gue nggak dengar," balas Eric mendorong pelan bahu Itzel di sampingnya. Kedua remaja itu saling berebut tempat.
"Gue jadi penasaran. Siapa yang udah meluluhkan hati si Alen ya? Serius banget lagi mainnya," pikir Eric menerawang jauh, membayangkan siapa yang cocok bersanding dengan sepupunya.
"Yang pasti goodlooking lah. Si Alen kan suka yang manis asem gimana gitu. Si Puri kutu buku bahasa aja di sindir sama dia. Gue merasa nih ya, kayaknya si Alen lagi suka sama Shanaz kali. Soalnya waktu itu, gue liat dia lagi belajar bareng di perpus. Mana dua-duanya senyum-senyum nggak jelas. Itulah akhirnya gue tau kalau si Alen ternyata bisa senyum," bisik Itzel kembali, kali ini lebih panjang lebar.
"Lo bisa nggak sih diam? Gimana mau denger si Alen, kalau lo aja ngomong mulu,"
"Iya, iya. Gue diem,"
Keduanya diam sesaat, kembali sibuk mengintip Alen. Tempat yang lumayan sempit, sehingga sepasang kembar tersebut harus berdempetan untuk melancarkan aksi.
"Weh geseran dikit,"
"Udah,"
"Belum nih, gue udah di pinggir. Lo nggak takut apa, kalau ketahuan si Squidward?"
"Perasaan geser mulu lo dari tadi,"
"Geser nggak?"
"Nggak,"
"Mampus lo kalau ketahuan Squidward. Gue bakal laporin ini semua rencana lo,"
"Isshh nyebelin banget sih lo,"
"Gue kan perangsangan sama si Squidward,"
Seketika otak cantik Itzel ngeblank sesaat. Pandangannya ia alihkan ke samping, menatap kembarannya.
"Perangsangan?"
"Eh maksudnya penasaran, sorry,"
"Gue mutilasi lo ya," tutur Itzel, lalu kembali mengintip. Ia tidak habis pikir dengan kembaran konyolnya.
Tak di sadari kedua remaja tersebut, semak-semak hias yang sempit itu akhirnya harus terbengkalai akibat dorongan keduanya yang tak mau kalah, menyisakkan mereka berdua yang terjatuh dengan posisi Eric telungkup, dan Itzel di atasnya sambil memeluk erat leher kembarannya.
Bunyi gaduh itu pastinya di dengarkan oleh Alen. Cowok manis itu berhenti memainkan gitarnya, dan memilih mencari bunyi suara tadi.
"Gue kira karma itu nggak nyata," ujar Alen, ketika sudah menemukan biang keladinya. Yang ternyata sedang mengintip dirinya.
Keduanya bangun dari posisi jatuh. Baju yang basah tadinya, sekarang telah menempel banyak tanah basah sekitar kolam.
"Bagus lo berdua,"
.
.
Mau ngomong apa nih sama si Kembar?😌
.
Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.