"Chenle, lebih baik kau berteman sama kita. Jangan mau berteman dengan Renjun," ucap seseorang

Chenle menoleh ke sumber suara, "Memangnya kenapa?" tanya Chenle, sedangkan Renjun menundukkan kepalanya, apakah ia akan kehilangan sahabat barunya?

"Kau tidak tau, ya? Ia kan seorang pembunuh, memangnya kamu mau berteman dengan pembunuh?" jawabnya dengan melirik ke arah Renjun. Dan disambut dengan anggukan kepala oleh yang lain

"Tidak baik seperti itu, memangnya kalian melihat dengan mata kalian sendiri?"

Yang di tanya seperti itu menggeleng, "Ya memang tidak, tapi kita mendengar sendiri dari ucapan adiknya bahwa dia itu pembunuh. Jangan mudah terbohongi dengan muka polosnya itu."

"Kalian itu anak yang disekolahkan dan pastinya diajarkan apa itu sopan santun, dengan kalian bersikap seperti ini sama sekali tidak mencerminkan bahwa kalian itu anak yang berpendidikan. Dengan begitu kalian tidak boleh mencaci makinya, menghinanya dan lain sebagainya, karena kalian tidak melihat hal tersebut secara langsung. Kalau kalian memang tidak suka dengan Renjun just keep buat kalian sendiri, lagi pula aku tidak masalah untuk bersahabat dengan Renjun dan Haechan. Meskipun aku belum lama berteman dengan mereka, aku tau mereka orang yang baik." Jelasnya, dan semua orang di sana terdiam mendengarkan perkataan Chenle.

Renjun sedari tadi hanya terdiam, entahlah apa yang ia rasakan. Ada perasaan senang dan ada perasaan sedih, ia senang masih ada orang yang mau berteman dengannya dan sedih mereka selalu saja seperti itu.

Renjun mereka bahunya ditepuk pelan, lalu menoleh ke belakang, "It's okay, Ren. Aku masih di sini bersama kalian, kalau ada apa-apa bilang saja. Kita harus saling terbuka biar tau satu sama lain," ucap Chenle dengan senyum manisnya.

"Terimakasih kasih karena masih mau berteman denganku,"

"Sama-sama, Ren."

"Ah, sungguh manis sekali kalian berdua ini," ucap Haechan dengan kekehan pelan

Sedangkan Renjun dan Chenle mendengus pelan, "Dasar perusak suasana," Haechan terkekeh mendengar ucapan Chenle.

"Ren, kalau boleh tau memangnya kedua adikmu itu siapa?"

"Jeno dan Jaemin, "

"Ah begitu, terimakasih," sebenarnya masih ada yang ingin ia tanyakan, namun waktunya tidak tepat. Jadi ia putuskan untuk menanyakan lain kali saja.

Renjun mengangguk, "Sama-sama,"

Dan tak lama kemudian bel masuk berbunyi, mereka semua pun mulai menyiapkan buku dan keperluan untuk belajar mapel selanjutnya.

••••••

Renjun baru saja sampai di kamarnya, ia merebahkan badannya sejenak. Tanpa memperdulikan seragam sekolah dan sepatu yang masih melekat pada tubuhnya, intinya ia merasa sangat lelah dan ingin bersantai sejenak.

Dirasa sudah cukup beristirahat Renjun bangkit, lalu melepaskan sepatu dan seragamnya, setelah itu ia turun dengan pakaian yang lebih santai. Ia berfikir kemana kedua adiknya pergi? Atau kah mereka belum pulang? Karena mereka rumah ini sangat sepi.

Lalu Renjun mencoba mencari Windy sang ART-Nya, melangkahkan kakinya menuju setiap sudut rumah, namun belum menemukannya. Sehingga ia mencoba mencari di halaman belakang, dan benar saja ternyata berada di sana. Renjun melangkahkan kakinya mendekat, lalu menepuk pelan bahu seseorang yang dicarinya.

"Bi Windy,"

Yang merasa terpanggil lalu menoleh, "Iya, ada apa, ya, Den?

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 05, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Anargya || Huang RenjunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang