40. Kebohongan (1)

Mulai dari awal
                                    

"Masuk, Paman. Chenle juga."

Renjun tersenyum ramah dan mengucapkan terima kasih, sementara Chenle langsung masuk dan membawa tas berisi pakaian menuju kamar Jisung.

"Maaf, Paman jika rumahku berantakan."

Renjun melihat ke sekeliling. Untuk ukuran anak yang ditinggal sendiri di rumah, ini sangat bersih. Masih tampak rapi dan tertata.

"Mark belum tiba?" tanya Renjun sambil melepaskan mantelnya.

"Belum. Mungkin sebentar lagi."

Renjun mengangguk dan duduk di atas sofa, sementara Jisung pergi ke dapur untuk mengambil minuman.

"Ini, Paman."

Setelah beberapa saat, Jisung kembali dengan membawa segelas minuman dingin untuk Renjun.

"Terima kasih."

Renjun mengambil gelas tersebut dan menyesapnya sedikit, kemudian meletakkannya kembali setelah air dingin menyejukkan tenggorokkannya.

"Chenle di mana?"

"Ah, dia di kamarku. Belajar sepertinya."

Renjun menggangguk kembali. Suasana tiba-tiba menjadi canggung bagi Jisung. Tiap detik rasanya berpindah dengan lamban. Jisung melirik sekilas Renjun yang duduk dengan santai sambil melihat ponselnya.

"Umm ... Paman?"

"Ya?"

Jisung tampak ragu sebelum dia bertanya. "Apa Paman bisa menghubungi Ibu?"

Renjun mematikan ponselnya dan melihat ke arah Jisung.

"Aku sudah mencoba, tapi tidak ada hasil."

Jisung mendesah kecewa. Bahunya tampak jatuh ketika mendengar jawaban Renjun.

"Tidak apa-apa. Ibumu akan baik-baik saja."

Renjun menepuk lembut pundak Jisung. Mencoba memberinya ketenangan.

Suara pintu yang diketuk terdengar. Jisung buru-buru berdiri dan membukakan pintu untuk orang yang telah ditunggu-tunggu.

"Duduk, Paman."

Mark sedikit melirik ke arah Jisung dengan pandangan tak suka, tapi Jisung mengabaikannya dan pergi untuk mengambil air.

Mark duduk di sofa tepat di samping Renjun duduk. Dari awal Mark masuk  Renjun terus menatapnya. Dia merasa lelaki ini memiliki aura yang berbeda, bahkan dari cara dia melihat ... sangat berbeda dari terakhir kali Renjun melihatnya.

"Ini, Paman. Minumlah."

"Kenapa kau panggil aku Paman lagi?"

Mark mengacuhkan gelas yang di berikan oleh Jisung. Dia langsung bertanya hal yang mengganggu kenyamanannya.

"Kau bukan ayahku. Jadi, aku harus memanggilmu Paman."

Jisung menjawab dengan wajah tak peduli. Setelah meletakkan gelas milik Mark di atas meja, Jisung duduk di lantai dan menaruh lengannya di atas meja.

"Kau memanggil dia 'Ayah' tapi aku malah kau panggil 'Paman'? sampai kapan kau akan memanggilku Paman?" tanya Mark masih dengan suara datar.

Meskipun Jisung merasa bingung dengan maksud Mark tentang 'dia', Jisung tetap membalas pertanyaan Mark.

"Sampai Paman mengembalikan ibuku."

Mark menghela napasnya. Dia melihat Jisung yang menatapnya dengan kesal dan marah.

"Ibumu sedang bersiap untuk operasi pita suara."

Mendengar kalimat itu, Jisung menjadi bersemangat.

"Benarkah?" tanya Jisung untuk memastikan. Matanya terlihat bersinar ketika Mark mengangguk.

"Kenapa dia harus menginap di rumahmu jika bersiap untuk operasi?" tanya Renjun.

Mark melihat ke arah Renjun yang duduk di sampingnya. Mark tidak menyukai kehadiran Renjun, sehingga dia hanya diam dan tidak menyapanya. Akan tetapi, orang ini malah ikut campur dalam pembicaraan antara dia dan Jisung.

"Bukan urusanmu."

Kekesalan Renjun tiba-tiba naik. Sejak Mark dan Jisung mulai berbicara, Renjun telah melihat perbedaan antara Mark yang dia temui hari ini dengan Mark yang dia temui beberapa waktu lalu.

Mark terlihat sedang menyembunyikan sesuatu dan Renjun tidak bisa menebak apa yang dia sembunyikan, tapi Renjun yakin ini ada kaitannya dengan Haechan.

"Paman. Kenapa Ibu tidak bilang padaku jika mau operasi pita suara?" tanya Jisung. Anak itu sudah tidak lagi menunjukkan kekesalannya.

"Dia hanya ingin memberi kejutan."

Jisung mengangguk dengan senyuman di wajahnya, sementara Renjun menggelengkan kepalanya melihat Jisung begitu polos karena langsung memercayai apa yang dikatakan oleh Mark.

"Kapan Ibu bisa pulang?" tanya Jisung.

"Mungkin 2 atau 3 bulan."

"Ha? Kenapa lama sekali?"

"Ibumu butuh istirahat total."

Jisung tampak tidak terima, dia menjatuhkan kepalanya dan memajukan bibirnya. Dua minggu tak ada ibunya dia merasa kesepian, apalagi sampai berbulan-bulan. Jisung tidak mau.

Melihat putranya murung, Mark mengelus kepala remaja itu dan menepuknya sedikit. "Demi kesehatan ibumu. Cobalah untuk bersabar."

Jisung mengangguk dan tersenyum kecil pada Mark.

Setelah disuapi pizza dan beberapa makanan lainnya oleh Mark, Jisung tak lagi murung dan dia sudah bertingkah seperti biasa.

Dua jam terlewati dan Mark harus kembali ke kantor. Ketika dia akan memasuki mobil, Renjun menahan lengan lelaki itu.

Mark hanya menatap Renjun dengan ujung matanya. Tidak tertarik untuk berurusan dengan orang di bawahnya.

"Kau bisa menipu Jisung, tapi tidak denganku. Katakan! Dimana Donghyuck."

Mark yang masih dikuasai oleh Zero mengerutkan keningnya. Orang di depannya ini memanggil Haechan dengan nama aslinya. Ini berarti orang itu mengenal Haechan di masa lalu. Awalnya Mark berpikir dia adalah kenalan Haechan di masa sekarang. Akan tetapi, ketika dia mengingat melalui ingatan "Mark" dia baru tahu bahwa orang ini adalah teman lama Haechan.

"Lepas."

Mark melepas paksa tangan Renjun dari tangannya.

"Bangsat! Katakan dimana Donghyuck! Jangan bertingkah seperti penculik. Aku bisa melaporkanmu!"

Renjun berteriak sampai wajahnya memerah. Mark hanya menatapnya tanpa ekspresi, kemudian dia tertawa kecil. Meremehkan Renjun.

"Silakan laporkan aku. Donghyuck sendiri yang mau datang. Terserah kau percaya atau tidak. Aku tidak peduli."

Tanpa mendengar teriakan Renjun, Mark masuk ke dalam mobilnya dan pergi dari sana.

Renjun menyibak rambutnya dan berteriak kesal.

"Sial!"










Tbc

PENGUMUMAN! CERITA INI BERBAYAR!

TIAP CHAPTER WAJIB BAYAR DENGAN VOTE DAN KOMEN!

TERIMA KASIH.

The Twins' Obsession | MARKHYUCK (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang