lembar ke-duapuluh satu ; angin, ayo berbaik hati.

7K 927 40
                                    

Play on repeat ; Nadin Amizah - hormat kepada angin.

Keadaan Raksa sudah mulai membaik

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Keadaan Raksa sudah mulai membaik. Kendati manik penuh binar itu masih enggan untuk terbuka.

Bayu bersyukur. Sudah berhari-hari dirinya tak tenang untuk tidur. Bahkan jam makannya pun berantakan, karena mengkhawatirkan sosok rapuh yang kini tengah berjuang melawan sakitnya.

Si sulung masuk ke ruangan, namun Bayu tak mengindahkan. Ia mendekat kearah sang Ayah. "Ayah, mending ayah istirahat dulu. Ayah kayaknya lagi gak baik-baik aja."

"Kamu aja yang istirahat. Ayah mau nungguin adik kamu sampe bangun nanti. Biar dia tau, kalau hidupnya masih berharga. Masih ada yang nungguin dia bangun. Dan biar dia tau, kalau gak ada satupun orang yang mau dia pergi," jawab Bayu dengan senyum tipisnya. Bahkan ia tak memiliki tenaga untuk sekedar membuat senyuman penuh.

"Raksa pasti tau kok, kalau masih banyak orang yang nungguin dia bangun. Masih banyak orang yang mau ngeliat dia bahagia. Jadi Ayah istirahat dul—"

"Gak, Nendra. Adik kamu susah untuk percaya kalau dirinya itu bener-bener berharga buat kita. Mungkin dia bilang, dia percaya sepenuhnya sama kita. Tapi nyatanya enggak, Nendra."

"—Di lubuk hati Raksa yang paling dalam, dia masih nyimpen rasa takutnya. Dia masih belum percaya sepenuhnya, kalau kita itu butuh dia. Dia udah terlalu sering kita lukai, pasti gak semudah itu untuk percaya sama seseorang, 'kan?"

Dalam diamnya, Nendra membenarkan perkataan sang Ayah. Raksa sudah terluka dari awal, sudah rapuh dan bahkan patah dari awal.

Walau mungkin senyumnya masih bisa ia tunjukkan, tapi hatinya selalu menjerit. Berlomba-lomba memanjatkan doa kepada Sang Kuasa untuk tak mengambil bahagianya dalam waktu singkat.

Masih ada rasa takut dalam lubuk hatinya. Masih sulit untuk percaya sepenuhnya pada perkataan manusia yang berkata bahwa dirinya akan bahagia.

Bukan. Raksa bukan tak percaya pada kuasa Tuhan. Dirinya hanya tak ingin berharap banyak dari takdir yang dituliskan Tuhan untuknya.
Raksa tak ingin menaruh harap pada jalan hidupnya yang memang sedari awal tak indah.

Jika masih ada kata 'bahagia' di buku takdirnya, maka Raksa akan sangat bersyukur dengan hal itu.

Jikalau memang Raksa tak ditakdirkan untuk bahagia, ia juga masih sangat bersyukur. Karena setidaknya, jalan hidup yang kejam membawa banyak pelajaran juga melatih dirinya untuk terus bertahan.

.....

Senyuman lebarnya tak pudar sedari tadi. Dengan membawa setangkai bunga lili dan mawar merah, kesukaan sang Ibunda.

Lendra, memasuki halaman pemakaman. Mulai berjalan dengan langkah cepat menuju makam Kirana.

Setelah matanya menemukan batu nisan yang bertuliskan nama sang Ibunda, Lendra masih tersenyum. Namun matanya malah menunjukkan emosi yang berbeda.

Mata itu me-merah. Menahan tangis sedari tadi di jalan.

Lendra tak ingin menangis hari ini. Ia harus kuat, tak boleh ada air mata.

Tapi lagi-lagi, matanya enggan diajak bekerja sama. Kini manik itu mulai mengeluarkan setetes demi setetes air mata. Napasnya mulai tercekat, namun sebisa mungkin ia menyapa, "Assalamualaikum, Bunda..." Suara Lendra benar-benar bergetar hebat saat ini.

"Lendra— Lendra dateng untuk jenguk Bunda lagi, pasti Bunda seneng, 'kan? Hehe."

"Maaf, ya, Bun. Lendra punya banyak salah sama Bunda..." Lendra mulai terisak, tetapi sebisa mungkin ia mengontrolnya. "Terutama sama bungsu Bunda... Maafin Lendra, ya..."

"Lendra tau, Lendra bodoh... Lendra tau Lendra bukan kakak yang baik..."

"—Tapi tolong... Tolong jangan bawa Raksa pergi, Bunda..."

"Bang Nendra bilang, kalau Raksa pernah mohon sama angin untuk bawa dia pergi..."

"—Tolong Bunda... Tolong bilang sama angin, jangan bawa Raksa dulu, ya..? Dia masih harus ngerasain kasih sayang yang ada disekitarnya..."

"Lendra tau, Lendra egois. Tapi tolong, kasih kita kesempatan untuk nunjukkin semua kasih sayang yang kita punya ke Raksa..."

Tubuh Lendra terduduk di tanah. Tak menghiraukan baju yang ia pakai, kotor karena tanah.

Angin yang kini sedang Lendra bicarakan berhembus seketika. Seakan tau bahwa dirinya tengah menjadi obrolan sedih diantara Lendra dan sang Bunda.

"Angin... Ayo berbaik hati... Jangan bawa Raksa pergi dulu..."

....


















Pendek banget, ya..?:(

Abis ini kayaknya Raksa perlu scene bahagia... SETUJU GAKKK???(≧▽≦)

Anyway besok senin!! Semangat semuanyaaaaa!✧◝(⁰▿⁰)◜✧

Hope y'all enjoy!! And sorry for typo(s)!!

Stay safe, stay health yaaa!♡

Dear AyahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang