lembar ke-enambelas ; ada ragu yang masih membelenggu.

8.6K 1.1K 71
                                    

"Raksa, Nek Asih meninggal

Ops! Esta imagem não segue nossas diretrizes de conteúdo. Para continuar a publicação, tente removê-la ou carregar outra.

"Raksa, Nek Asih meninggal." Satu kalimat yang terdengar dari seberang sana, berhasil membuat tubuh Raksa membatu seketika.

Telepon tengah malam yang ia dapat dari sang sahabat, ternyata membawa kabar buruk untuknya.

Apa karena ini Raksa tak kunjung terlelap ke dalam mimpinya? Perasaannya sedari tadi sudah tidak tenang, merasa ada yang salah dan dirinya tak boleh terlelap lebih dahulu.

"M-maksud lu? Yang jelas Shya..."

"Nek Asih meninggal, Raksa... Dia udah pulang..."

"Nggak, lu bohong 'kan? Shya, jangan bawa-bawa mati kalau mau becanda. Gak baik, tau gak?!" Nada sarkasme itu keluar. Sungguh, candaan sahabatnya berlebihan.

"Gak, Sa... Gue gak bohong. Nek Asih udah pergi, lu tolong ikut anterin nenek pulang, ya?"

"Shya—"

"Iya, gue tau... Harus kuat, oke? Ikhlas, ini udah jalan terbaik yang Allah kasih..."

"Shya, tapi—"

"—Ikut ya? Anterin nenek pulang, dia pasti seneng. Tapi jangan berangkat sendiri, ajak siapapun, oke?"

"Gue tutup dulu, mau siap-siap. Harus kuat, harus ikhlas, ya Sa? Buat terakhir kalinya gue mohon anterin dia untuk istirahat."

Telepon diputus sepihak oleh Lakshya diseberang sana. Sedangkan Raksa disini, masih mematung dengan pandangan kosongnya.

Ini mimpi atau—

"Kamu gak tidur, Raksa..?" Ayah terbangun dari lelapnya. Sepertinya pria itu sedikit terusik dengan gerakan Raksa di ranjang.

Raksa menoleh, "A-ayah, bisa anterin Raksa kerumah Lakshya?"

"Ngapain? Ini udah malem, Lakshya nya juga pasti udah tidur."

"Nek Asih— Nek Asih meninggal ayah..." Mata Raksa sudah berkaca-kaca, siap menumpahkan airnya kapan saja.

Kendati Ayah tak tau siapa yang bungsunya bicarakan, namun hatinya ikut sesak kala manik indah itu mulai mengeluarkan airnya. Bayu berusaha mendekap tubuh si anak, memberikan sedikit penenang lewat pelukannya.

"Jadi— jadi tolong anterin Raksa untuk ngeliat nek Asih yang terkahir kalinya ya, Yah?"

"Tapi kondisi kamu masih lemah—"

"Ayah, Raksa mohon... Sekali ini aja..."

Ayah tak menggeleng, tak juga mengiakan. Pria itu hanya mendekap lembut tubuh Raksa. Sesekali mengusap perlahan punggung dan kepalanya. Sebab, walau tak ada isakan, Bayu yakin si bungsu tengah menangis di dekapannya.

.....

Setelah berdebat dengan dokter yang menangani si anak, di sini Bayu berada.

Di depan gundukkan tanah basah dengan Raksa di rangkulannya. Ia tak mungkin membiarkan si bungsu berdiri sendiri, seakan khawatir bahwa Raksa akan tumbang dalam waktu dekat. Apalagi kondisi anak itu yang memang belum stabil sebelumnya.

Dear AyahOnde histórias criam vida. Descubra agora