Part 14 (Siapa Mereka?)

18.4K 2K 373
                                    

Pov Faris

Alarm yang menjerit-jerit membuatku terpaksa membuka mata. Aku duduk bersandar di kepala ranjang kemudian melirik ke arah Nala yang masih setia memejamkan mata di sampingku. Posisinya masih sama seperti semalam saat pertama kali aku membaringkan diri disebelahnya.

Semalam aku kurang tidur. Memikirkan Maura membuatku sulit memejamkan mata. Baru beberapa saat mataku terpejampun aku kembali terjaga dari tidurku, saat bermimpi ada yang memelukku dari belakang. Walau hanya bunga tidur tapi terasa begitu nyata. Karena tidak mungkin Nala yang melakukannya. Jangankan membelitku dengan kakinya. Menggerakkannya saja tidak bisa.

"Pagi Mas." Ucapnya sambil menguap membuatku menutupi mulutnya dengan tanganku.

"Pagi. Mas bantu ke kamar mandi ya? Mau mandi dulu atau cuci muka aja trus wudhu?" 

"Cuci muka aja Mas. Mandinya ntar sama Mama aja."

Aku membantu Nala mendudukannya pada kursi roda lalu mendorongnya ke kamar mandi. Membantunya cuci muka, sikat gigi karena bajunya basah akhirnya aku berinisiatif membopongnya menuju ranjang. Menggantikan bajunya. Harus kuakui secara fisik memang Nala sempurna. Namun aku hanya menganggapnya seorang adik. Tidak ada ketertarikan sebagai seorang laki-laki dewasa pada lawan jenisnya.

Hingga saat aku akan membawa Nala berwudhu Mama datang. Kemudian dia mengambil alih tugasku. Ini juga yang jadi alasan Mama selalu berada di samping Nala. Karena Nala kehilangan fungsi kakinya maka Mama dengan suka rela menjadi kaki agar anak perempuannya tetap bisa berdiri. Memang kasih seorang ibu tidak ternilai terbukti dari perlakuan Mama pada Nala. Walau Nala hanya anak angkat namun kasih sayangnya sama besar dengan rasa sayangnya pada anak-anaknya sendiri.

Aku tersenyum menatap kedua perempuan yang memakai mukena itu. Setelah memposisikan diri. Akhirnya kami sholat bersama. Aku bersujud meminta pada Tuhanku untuk menyatukan kembali rumah tanggaku. Mencairkan hati istriku yang membeku.

"Ris." Tepukan pada pundakku membuatku menoleh.

"Kamu nangis Ris?" Aku hanya tersenyum kecut ke arah Mama.

"Faris gapapa Ma. Oh ya Faris pamit mau beli bubur ayam depan komplek. Sekalian mau cari tukang LPG yang mau nganter ke rumah sekalian masangnya." Pamitku pergi berlalu.

Aku pergi kleuar rumah. Kali ini aku akan berjalan kaki. Motor matic merah yang biasanya jadi kendaraan pergi jarak dekat ban depannya menghilang entah kemana. Aku tersenyum setiap berpapasan dengan para tetanggaku. Hingga akhirnya aku sampai pada kedai bubur ayam Mang Kodir.

"Eh Mas Faris tumben kesini sendiri. Kayak biasa?" Tanyanya membuatku menggeleng.

"Tiga Mang. Sambelnya dipisah aja." 

"Loh biasanya Neng Mauranya gak pakai kacang Mas. Eh tapi sekarang kayaknya Neng Maura suka kacang deh. Soalnya kemarin pas makan disini minta ditambahin kacangnya." Aku hanya mengerutkan kening. 

Maura suka nyemil kacang tapi dia tidak suka kacang yang berada dalam bubur ayam. Merusak cita rasa bubur ayam katanya. Lalu ini? Kenapa Maura bersikap aneh. Bukan cuma kali ini aku ingat sekali saat dia begitu lahap memakan buah naga. Padahal sebelumnya dia tidak suka buah naga. Katanya seperti makan pasir. 

"Mas Faris. Ini sudah." Katanya membuat lamunanku buyar.

"Oh ini Mang." kataku sambil menyerahkan uang berwarna biru satu lembar. Jangan tanyakan darimana aku mendapat uang tentu saja dari Mama. Kemarin malam Mama terpaksa pulang mengambil uang beserta kartu-kartunya.

"Kembaliannya buat Mamang aja" Kataku sambil berlalu.

~Gadis Lumpuh Perebut Suamiku~

Gadis Lumpuh Perebut SuamikuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang