6. Rahasia Nala

17.2K 1.9K 262
                                    

"Ra." aku mendongak menatap mbak Mita yang menggaruk hijabnya yang bisa kupastikan tak gatal itu.

"Kenapa Mbak?" Mbak Mita menyodorkan gawainya padaku.

"Lihat deh, Ra." aku menghela nafas. Iya aku tahu hari ini pernikahan Mas Faris berlangsung. Namun aku memilih abai dan tak memikirkannya. Menikahi perempuan itu artinya melepasku bukan?

"Iya mbak aku tahu kalau mereka nikah hari ini. Aku gak lupa kok." aku tersenyum kecut sambari mengelus perutku.

"Ini kamu liat kebaya yang dipakai Ra. Persis kayak kebaya yang kamu pakai akad dulu. Bahkan cincinnya juga sama." segera kurebut gawai Mbak Mita memperhatikan secara seksama. Kebaya yang sama persis dan juga cincin? Mungkinkah kebetulan semua sama. Atau memang sudah dirancang begitu. Entahlah.

"Mungkin kebetulan Mbak." Selorohku membuat mbak Mita mendengus.

"Kebetulan kok mulai baju trus cincinnya sama. Sampek pengantin prianya juga sama." akhirnya aku dan mbak Mita saling pandang kemudian tertawa bersama.

Aku tidak akan bersikap bar-bar untuk membalas perlakuan mereka. Karena itu akan merendahkan harga diriku. Lebih baik bermain dengan cara elegan. Bermain cantik namun mematikan. Bukankah air yang tenang lebih menghanyutkan?

☘️☘️☘️☘️☘️

Aku bersyukur menatap laki-laki berjaket kulit yang baru mendudukan diri dihadapanku. Rencananya Zidan mengajak kami bertemu untuk melengkapi berkas yang kemarin belum jelas. Memang kemarin masih hanya separuh, jadi belum secara gamblang membuka apa yang sebenarnya menimpa adik angkat suamiku itu.

"Maaf telat." 

"Miif tilit." cibir mbak Mita membuat Zidan melengkungkan senyumnya hingga kedua bolongan dipipinya terlihat.

"Jadi kenapa ngajakin ketemu, Dan. Katanya ada yang penting."

"Jadi ini berkasnya baru aja dapet dari rumah sakit Polumas Raya. Disana lebih sulit buat nembus akses jadi ya gitu lama." 

"Rumah Sakit Polumas Raya?" pertanyaanku membuat Zidan mengangguk.

"Rumah Sakit sebelum adik madumu dipindah ke Rumah Sakit Putihan." 

Memang aku sempat diberitahu Mas Faris, namun aku tak begitu tertarik mendengarkan. Karena waktu itu aku juga dilarang untuk ikut kerumah sakit dengan alasan rumah sakit merupakan sarang penyakit. Tapi ternyata itu hanya kamuflase karena alasan sebenarnya agar aku tak mengnggu waktunya berduaan dengan adik perempuan yang sekarang naik tahta menjadi istri itu. Astagfirullah. Betapa bodohnya aku selama ini. 

"Berarti alasannya pindah bukan karena letaknya yang jauh tapi karena ada alasan lain?" 

"Betul sekali Nyonya Faras yang terhormat."

Aku menerima amplop cokelat yang di sodrokan oleh Zidan. Membukanya secara perlahan. Aku mengamati kertas dihadapanku dengan seksama. Mungkinkah Zidan salah memberiku berkas?

"Foto USG?" tanyaku membuat Zidan mengangguk.

"Iya punya si istri baru suamimu itu."  aku meringis menatap Zidan yang di pukul kepalanya dengan dompet mbak Mita.

"Calon mantan suami." koreksinya.

"Jadi?" tanyaku dan mbak Mita bersamaan.

"Waktu kecelakan si Nala-nala itu dalam keadaan hamil."

"Hammil?" tanya Mbak Mita yang terlihat begitu syok.

Gadis Lumpuh Perebut SuamikuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang