"Yah, gak tahu hati kecil gue mau menerima laki-laki itu," jawab Ayana.

"Emang siapa laki-laki itu, sampai-sampai hati kecil lo ikut berbicara? Gak biasanya lo kayak gini," tatapan Yuda penuh selidik ke arah Ayana.

Ayana benar-benar ragu untuk menjawabnya, tetapi ia sudah terlanjur menceritakan semuanya ke Yuda. "Pa-k Dhaf-fi," jawab Ayana dengan begitu pelan.

"Hah?" hanya itu respon yang dapat diberikan Yuda.

*****

Mata Ayana masih menerawang ke langit-langit kamarnya. Ia baru saja pulang dari kafe milik Yuda, setelah mengganti pakaian dan membersihkan wajahnya, ia langsung merebahkan tubuhnya di atas kasur. Pembicaraan dengan Yuda tadi masih membekas dalam pikirannya.

Bagaimana tidak, setelah Yuda mengetahui siapa laki-laki yang dijodohkan dengannya itu, bukannya mendapat solusi malahan Yuda mendukung Ayana menerima perjodohan itu.

Sebab, bagi Yuda mungkin itu pertanda baik untuk Ayana. Mendapatkan laki-laki yang bisa membimbing ke jalan yang lebih baik lagi. Laki-laki yang lebih dewasa, dan Yuda yakin sosok seperti Ayana pasti lebih mudah menerima masukan yang baik dari Dhaffi nantinya.

Persoalan saat ini, bukan menolak atau menerima lagi. Tetapi, mengenai kehamilannya ini. Ia belum menceritakan semuanya ke Yuda, ia takut orang-orang tahu secepat itu tentang dirinya saat ini. Bagaimanapun ia harus melindungi buah hatinya ini, dia tidak bersalah. Ayana dan kekasihnya lah, yang melakukan kesalahan.

"Sayang, kamu harus sehat-sehat di sini biar mami bisa menyelesaikan masalah ini satu persatu. Apapun itu, kita harus tetap menjalaninya, walaupun mami mengorbankan zona nyaman yang selama ini mami miliki," ucap Ayana sambil mengusap perut ratanya itu.

Setelah beberapa saat, matanya sudah sangat berat. Mungkin ini efek dari makanan yang dikonsumsi Ayana terlalu berat malam ini, sebab itu matanya cepat mengantuk karena lemak tinggi pada makanan itu. Ia sangat tahu, itu kurang sehat bagi kesehatannya. Tetapi, rasa ingin menikmati makanan itu mengalahkan segala kemungkinan itu.

*****

"Kamu gak kuliah?" Ayana yang saat ini sedang menikmati segelas jus Apel langsung bungkam mendengar hal itu.

Ya, seseorang yang bertanya kepada dirinya itu adalah Dhaffi. Dhaffi yang sudah dapat menebak jawaban dari Ayana, ia langsung menatap wanita itu dengan penuh tanda tanya. "Lagi malas aja, pak," jawab Ayana seenaknya.

"Semua orang pasti berada di fase kemalasan, tetapi diri kita sendiri yang harus bisa melawannya," jawab Dhaffi yang langsung menyenderkan tubuhnya ke kursi.

Ayana sangat kesal melihat Dhaffi yang selalu menang kalau terjadi pembicaraan di antara mereka. "Bapak pesan makanan aja deh, untuk ceramah butuh tenaga juga," kesal Ayana. Sedangkan Dhaffi langsung menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Kamu gak pesan makanan?" tanya Dhaffi yang tidak ingin merespon ucapan dari Ayana.

"Lagi gak pengen makan," ucap Ayana.

Mendengar hal itu Dhaffi hanya diam, dan langsung memesan makanannya. Ya, makan siang hari ini Ayana lah yang mengajak Dhaffi untuk bertemu. Padahal banyak pekerjaan yang harus Dhaffi selesaikan, tetapi ia tidak ingin wanita di depannya itu kecewa.

"Kenapa kamu ngajak saya tiba-tiba ketemuan?" tanya Dhaffi.

"Hmm, lagi suntuk aja," mendengar hal itu Dhaffi hanya dapat melongo. Sebab, semua aktivitas manusia sedang sibuk-sibuknya pada siang seperti ini.

"Bapak nyesal ya datang ke sini?" selidik Ayana sambil memicingkan matanya ke arah Dhaffi. Ia sangat tahu, laki-laki seperti Dhaffi sangat memprioritaskan waktu dengan sebaik-baiknya.

"Gak, sekarang kan juga waktunya istirahat untuk makan siang," balas Dhaffi.

"Pak?" Panggil Ayana.

"Hmmm?" balas Dhaffi.

"Gimana kalau seandainya kita sama-sama gak cocok, tapi salah satu di antara kita udah nyaman? Apa kita tetap membatalkan perjodohan ini?" Dhaffi benar-benar kaget dengan pertanyaan Ayana tersebut.

"Rasa nyaman itu tidak akan ada di antara satu orang saja dalam suatu pendekatan, sedikit banyaknya pasti ada rasa nyaman di antara mereka berdua. Tetapi, rasa nyaman itu terkadang berada dalam konteks yang berbeda-beda. Kalau menurut saya, kita jalani saja dulu, lagian orang tua kita gak menuntut jawaban ini secepat mungkin," balas Dhaffi.

"Pak, kenapa sih bapak selalu bisa membuat saya baper dengan cara yang berbeda dari laki-laki yang lain?" tanya Ayana dengan spontan.

Benar-benar pertanyaan yang sulit untuk dijawab, mungkin kalau di ukur tingkat kesulitannya melebihi pertanyaan mahasiswa mengenai ilmu kedokteran kepadanya saat di kampus. "Setiap orang punya cara yang berbeda-beda dalam menghadapi wanita, cara yang paling sederhana yaitu dengan membuat wanita itu merasa selalu dihargai saat bersama," jawab Dhaffi. Sedangkan Ayana hanya tersenyum mendengar jawaban itu, benar-benar laki-laki yang begitu sempurna, tetapi bukan untuk dirinya.

bersambung...

Akhirnya bisa up lagi, huaaaaa

Pilihan yang berat untuk Ayana nih 🤔

Kalau kalian berada di posisi Ayana saat ini, apa yang akan kalian lakukan?

Apa kabar semuanya?

Notes With YouDonde viven las historias. Descúbrelo ahora