Bagian 14 : -Liberosis-

3.9K 739 235
                                    


Suara petikan gitar akustik membangunkan Mila dari tidur panjangnya. Mila lega bisa terbangun di tempat yang sama seperti ketika ia pergi tidur, meskipun ia sedikit kecewa karena ranjang di sisinya sudah kosong, seolah tidak pernah di tempati.

Suara senar gitar yang mengalun lembut semakin menghipnotisnya untuk tetap berbaring. Mila memejamkan mata, ikut terhanyut dalam getaran gairah dari nada harmonik yang dipetik pemainnya.

"Suara yang indah, bukan?" Mata Mila terbuka dan langsung terarah ke pintu masuk tempat Kristal muncul dengan setumpuk pakaian bersih di tangan kanan, dan sepatu boot kulit berwarna cokelat di tangan kiri.

Penampilan Kristal hari ini tidak jauh berbeda dari kemarin. Celana kargo dan atasan kaos. Namun, kali ini kausnya tanpa lengan. Rambutnya yang panjang dikuncir tinggi-tinggi di puncak kepala.

"Apa itu suara rekaman?" Mila bangkit duduk. "Kedengarannya, dia sangat profesional."

"Bukan rekaman, itu Wolf." Ingatan Mila langsung tertuju pada sosok seorang lelaki berambut gondrong. "Wolf bermain gitar hanya untuk bersenang-senang," imbuh Kristal memberitahu.

"Wolf bisa main sebagus itu?"

"Yeah, dia sangat mencintai gitarnya."

"Oh? Apakah ada yang membuat dia senang pagi ini?"

"Dia menggoda Bear. Semua orang tahu Bear tidur di sini dan bertanya-tanya apa yang dia lakukan semalaman." Kristal tersenyum lebar seraya membantu Mila berjalan menuju wastafel di sisi lain ruangan untuk membersihkan diri.

"Apa semalam terjadi sesuatu?" tanya Kristal penasaran.

"Menurutmu?" Mila mencebik, lalu mengambil sikat gigi yang masih terbungkus. Semalam Mila harus puas hanya dengan berkumur karena wajahnya terlalu sakit untuk sekadar membuka mulut.

"Tidak." Kristal menyandarkan punggungnya di dinding dan bersedekap menghadap Mila. "Membayangkan dia melakukan hal yang pria normal bisa lakukan rasanya mustahil."

"Kenapa mustahil?"

"Entahlah. Mungkin karena selama ini aku mengenal Bear sebagai sosok ksatria tangguh yang tidak berperasaan. Kehadirannya saja bisa membuat musuh merasa terancam. Sulit membayangkan Bear―"

"Aku mengerti maksudmu." Mila berkumur dan membersihkan muka dengan hati-hati.  "Semua manusia pasti memiliki sifat manusiawi. Jika tidak terlihat, mungkin dia sengaja menyembunyikannya di suatu tempat."

"Menurutmu begitu?"

"Tentu saja."

"Ah benar. Psikolog sepertimu tentu tahu hal semacam itu." Kristal mengangguk-anggukkan kepalanya.

"Kenapa? Apa kamu mengenal seseorang yang menurutmu tidak manusiawi?"

Kristal tampak menunduk memperhatikan ujung sepatu boot tempurnya. "Mungkin aku. Aku sudah menembak banyak orang dengan cara yang tidak manusiawi. Aku selalu mengincar kepala mereka karena kupikir itu satu-satunya cara agar mereka berhenti menggunakan otaknya untuk tujuan jahat."

"Sebagai orang yang pernah jadi korban kejahatan, aku berani bilang kalau mereka bukan manusia." Mila mengeringkan wajahnya dengan handuk kecil yang terlipat di atas meja samping wastafel, lalu menatap Kristal yang masih menunduk. "Mereka iblis dan sama sekali tidak manusiawi. Dan itu artinya kau sudah menembak banyak iblis yang menyamar jadi manusia."

"Yeah.'' Kristal kembali mendongak dan tersenyum cerah, kemudian melangkah menuju meja tempat dia menyimpan pakaian. "Aku harap kau menyukai baju yang aku bawa."

"Terima kasih." Mila menerima celana kargo berwarna hijau militer dan kaus tanpa lengan berwarna putih.

"Maaf, kalau tidak sesuai dengan selera berpakaianmu."

Kemilau RevolusiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang