Bagian 5 : -Balah-

3.5K 701 158
                                    


Mila melayang. Ia merasakan kegembiraan liar saat Gelar mendekapnya. Lututnya mendadak lemas. Tubuhnya tiba-tiba melembek, sedangkan napasnya terus memburu seolah telah berlari ratusan kilo. Kepalanya terasa pening dihantam berbagai sensasi memabukkan ketika lelaki itu semakin merapatkan tubuh mereka.

Gelar memang menolak menciumnya, tapi lelaki itu malah menggendong Mila dan mendesaknya ke tembok dekat sakelar sebelum membuat ruang tengah itu gelap gulita. Sebuah keputusan yang menggelisahkan karena lebih banyak melibatkan kontak fisik.

Ya Tuhan. Ini de javu. Sekarang Mila yakin seratus persen kalau Gelar adalah penyelamatnya setelah melingkarkan tangan dan kaki ke leher dan pinggul lelaki itu.

Persis seperti sembilan tahun lalu.
Mila masih mengingat dengan jelas lekuk tubuh kokoh itu sekalipun terhalang lapisan kain yang menutupi mereka. Mila tahu saat menelusurkan jemarinya ke punggung lelaki itu, ia akan menemukan sekumpulan otot yang terasa sangat akrab dan mampu membuatnya merasa aman. Ditambah lagi pakaian serba hitam serta aroma aftershave yang cukup kuat, semakin menegaskan kalau lelaki inilah yang ia cari selama ini.

Mila merasakan matanya mulai berkaca-kaca. Setelah mengalami kejadian penculikan di masa lalu tanpa seorang pun yang mampu menyelamatkannya dari situasi yang melecehkan, ia percaya mungkin dirinya memang tidak layak diselamatkan.

Namun, berkat seorang lelaki yang tiba-tiba muncul di kelab malam dan menghajar para bajingan yang mencoba merenggut kehormatannya, Mila sepenuhnya berubah pikiran.

"Apa aku menyakitimu?" tanya Gelar hati-hati. Berbeda dengan Mila yang mengap-mengap kesulitan bernapas, lelaki ini benar-benar terkendali. Napasnya yang beraroma peppermint berembus ke wajah Mila seolah mengejeknya karena terlalu mudah terpengaruh.

"Kalau iya, apa kamu akan meminta maaf?"

"Tidak," jawab Gelar keras kepala. Meski begitu sorot matanya mengatakan hal sebaliknya. Mata gelap itu memandang Mila seperti sedang meminta maaf karena terpaksa menyentuhnya.

"Terima kasih," ucap Mila dengan suara bergetar sarat emosi.

"Untuk apa? Aku tidak meminta maaf." Lelaki itu mengernyit bingung.

Terima kasih sudah menyelamatkanku malam itu, batin Mila. Secercah lega merasuki dadanya yang selama ini sesak.

"Halo? Aku yakin mendengar orang ngobrol di sini." Suara nyaring Gita menembus masuk dan bergema ke seluruh penjuru ruang tengah. Sedetik kemudian suasana kembali terang benderang.

"Ya ampun. Kenapa berantakan sekali?" Gita terdengar terkejut melihat keadaan ruang tengah, lantas memekik.

"M-m-mas Ge? Maaf, aku... Aku mengganggu." Mila sudah hafal di luar kepala setiap perubahan emosi dalam diri sahabatnya. Dan suara Gita saat ini adalah campuran rasa tak percaya dan kekecewaan. Mungkin karena wanita itu menemukan sosok sang kakak dalam posisi mencurigakan dengan sepasang tangan dan kaki wanita yang melingkari tubuh kekarnya.

Mila sengaja melongokkan kepala dari balik bahu Gelar. "Hai, Beib. Sudah pulang?" sapanya, lalu mengedipkan sebelah mata.

"Ah."  Kekecewaan itu menghilang secepat datangnya. Saat itu juga raut muka Gita mendadak berseri-seri.

"Hai juga, Beib. Sepertinya aku mengganggu. Aku langsung tidur saja." Gita balas mengedipkan sebelah mata, tetapi bukannya pergi, wanita itu malah mendekat dengan mata yang berkilat jahil.

"Mas Ge?"

"Hmmm..." Gelar menggeram sebagai jawaban.

"Lagi apa???"

Di dekat Mila ekspresi serius Gelar berubah sebal. Meski begitu, lelaki itu tidak berbalik dan malah mengeratkan pelukan sambil berbisik di telinganya, "Usir dia."

Kemilau RevolusiWhere stories live. Discover now