"Hai, semuanya! Nama aku Adhifa Asalina Fauzia, semoga kita bisa berteman baik."

Nathaniel yang awalnya memejamkan mata hendak tertidur langsung ia buka matanya sempurna ketika indera pendengarannya mendengar nama seseorang yang terdengar tak asing. Ia menegakkan punggungnya, menatap ke depan sana, ada seorang gadis berambut ikal dengan pita kecil di sebelah kanan.

"Itu cewek yang pas di Bandung, kenapa bisa ada di sini?" tanyanya kepada diri sendiri.

Pandangannya keduanya bertemu, Adhifa tersenyum tipis ke arah Nathaniel. Lain lagi dengan Nathaniel yang malah melengos memalingkan wajahnya.

"Adhifa, kamu bisa duduk sama Ririn di belakang."

"Terima kasih, Bu."

~•>•~

"Kamu Perancis, aku Belgia. Kamu manis, sini aku bikin bahagia hiyaa."

Anya memutar bola matanya malas, niatnya yang ingin makan di kantin dengan tenang malah harus sirna dikarenakan munculnya makhluk fakboy.

"Aku kalau meratapi nasib itu udah biasa, tapi kalau menatapi kecantikan kamu itu luar biasa hehe." Samuel terkekeh seraya matanya yang tak pernah lepas memandang adik kelasnya.

Saat menginjakkan kaki di kantin, atensinya langsung membawa dirinya kepada gadis dingin ini. Padahal Samuel sudah menguatkan hati untuk tidak mengeluarkan jurus gombalannya.

"Punya masalah hidup apa, sih? Pergi sana! Ganggu aja," ketus Anya. Ia tidak suka dengan keberadaan Samuel.

Samuel menopang dagunya dengan kedua tangannya. "Lo itu aneh, gue gombalin malah bilang gue ini nggak waras."

"Lo emang nggak waras!"

"Nggak sopan banget, sih, sama kakak kelas."

"I don't care!"

Tiba-tiba saja ada seseorang yang menepuk pundak Samuel, kemudian suara gadis terdengar. "Widih, punya yang baru lo?"

Samuel menoleh dan ternyata itu adalah Ririn. "Biasalah," jawabnya.

"Awas lo kena karma, dari dulu kerjaannya ghosting anak perawan," kata Ririn dengan mengambil duduk di samping Samuel.

"Gue emang mau berhenti cuma lihat cewek bening dikit jiwa fakboy gue meronta-ronta."

Ririn berdecak. "Alasan!"

Samuel tak membalas dendam Ririn, ia lebih memilih membuka ponselnya yang berbunyi tadi. Ada pesan masuk yang belum ia baca dari kontak yang bernama Thana.

Thana

Gue udah susun
rencana, malam ini
lo tinggal bawa Ririn
ke club biasa.
Gue jamin malam ini
Ririn akan jadi milik
lo seutuhnya.

Laki-laki bule itu terdiam sesaat setelah membaca pesan dari Narthana. Iya, dia bekerjasama dengan Narthana. Samuel juga tahu siapa Ozzie, siapa pelaku pembunuhan Devan, dan siapa Devan di kehidupan Narthana. Ia tahu semuanya.

Nathaniel membalas pesan itu dengan tiga huruf.

Anda

Oke

"Rin, malam ini lo ada acara nggak?" tanya Samuel kepada Ririn.

Ririn menggeleng kecil. "Kayaknya nggak ada, deh."

"Mau ikut gue?"

"Boleh, tapi harus izin dulu ke Alvan."

"Nggak usah, nanti yang ada lo nggak bakal diizinin sama Alvan."

Gadis berambut sebahu itu tampak berpikir, jika tidak minta izin dulu yang ada Alvan bisa marah. Akan tetapi, ia pergi bersama Samuel yang notabenenya adalah sahabatnya.

"Boleh, deh."

~•>•~

Alvan keluar dari kamar dengan setelan kaos putih polos yang dibaluti oleh jaket denim, bawahannya pun memakai jeans berwarna senada dengan jaket. Ia menemukan istrinya yang sedang mencuci piring, mereka tadi baru saja menyelesaikan makan malam.

"Sayangku! My baby honey sweetie!" panggil Alvan dengan panggilan andalan Aileen untuk Ozzie.

Laki-laki berambut hitam legam itu memeluk istrinya dari belakang, menaruh dagunya di pundak sang istri. "Gue izin pergi dulu, mau kumpul bentar sama anak cy-- eum, maksudnya sama teman-teman gue."

Alvan memaki dirinya sendiri yang hampir saja keceplosan menyebut nama Cyclops. Sampai sejauh ini Alvan belum menceritakan siapa dirinya dan juga Cyclops.

"Boleh, asal jangan pulang terlalu malam."

"Siap, istri!" Alvan melepaskan pelukannya, kemudian mengecup singkat pipi Ririn.

Ririn sendiri hanya bisa geleng-geleng kepala dengan sikap suaminya. Akan tetapi, ia jadi merasa berdosa karena berbohong kepada Alvan dan juga tidak minta izin kepada suaminya kalau malam ini ia juga akan pergi bersama Samuel.

Setelah menyelesaikan segela urusan, Ririn langsung meluncur keluar dari apartemen setelah berganti baju dan juga merias wajah. Di basement sudah ada Samuel yang menunggu.

"Maaf lama," ujarnya yang tak enak hati.

Samuel tersenyum. "Nggak, gue juga baru nunggu bentar. Kita berangkat sekarang aja!"

"Kita mau ke mana?"

"Ke suatu tempat penghilang stres paling ampuh."

"Eum, Sam. Pulang jangan terlalu kemalaman, bisa berabe kalau Alvan tahu."

Samuel menganggukkan kepalanya paham. "Tenang aja."

1070 word Dikit;(

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

1070 word
Dikit;(

Next || Delete

[iii] [END] MAS SUAMITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang