08 | That Hot Ex Girlfriend

381 5 0
                                    

"Gue butuh bantuan lo buat ngarang puisi pertama yang mau gue upload ke Youtube. Bisa nggak, Ley?"

Permintaan Areo yang sarat harapanlah yang membuat Ley berada di sini. Semenjak putus dua tahun lalu kala mereka masih SMA, bisa dibilang Ley tidak pernah kontakan sama Areo lagi. Bagaimana, ya? Ley malas saja kalau mereka chatan, karena Ley tahu betul, dirinya akan goyah akan perhatian cowok itu yang tak pernah berubah meski alasan putus mereka dulu bukan karena sesuatu yang sepele. Apalagi, dalam kondisi ketika Areo sudah punya Fera.

Tapi karena Areo terdengar sangat butuh bantuannya, hati Ley mau tidak mau jadi mencair. Lagipula, ide musikalisasi puisi pertama kali Areo ceritakan pada Ley tepat saat mereka masih pacaran. Dan itu dua tahun yang lalu. Berbeda dengan Youtube Areo yang sudah mencapai dua juta subscribers, saat Ley mendengar celotehan Areo tentang apa saja yang akan ia lakukan untuk youtubenya, ada rasa bangga yang tumbuh. Ya, walau Ley sudah bisa membayangkan usaha Areo tidak akan sia-sia, karena cowok itu memang tipe yang keras kepala. Kalau tidak begitu, Ley yakin mereka tidak akan punya memori bareng-bareng, seandainya Areo tidak gencar mengejarnya dulu.

"Ah, nggak nyangka lo dateng beneran. Thanks ya." Ley langsung disambut senyum cerah dan mata berbinar Areo setelah mengetuk pintu kosan cowok itu. Kosan di sini ada beberapa lantai, Areo menempati lantai keempat dan sengaja menyewa dua kamar untuk studio juga kamar pribadinya.

"Yang lain lagi nggak di sini?" tanya Ley memecah keheningan begitu keduanya menaiki unduk demi unduk anak tangga yang terasa dingin. Maklum, baru selesai hujan. Bercak air masih membekas di kaus merah bata Ley juga di rambut, yang sempat membuat Areo terdiam kehabisan kata.

"Enggak sih. Galang doang tadi, yang lain pas pasan sibuk apa gimana, gue juga nggak terlalu tau," jawab Areo yang membuat Ley menoleh padanya sejenak. Capek juga jalan ke lantai empat, tapi seperti karakter Areo yang Ley ingat, cowok itu tetap setia memelankan langkah dan berada satu depa di belakang Ley. Tak ingin membuatnya merasa tertinggal.

"Jadi kita berdua doang nih? Yang punya kosan nggak bakal ngamuk, 'kan?" Ley menggerakkan alis menggoda, menimbulkan decak di bibir Areo saat mereka tiba di lantai empat.

"Kayak bakal ngapa-ngapain aja."

"Gue nggak janji sih ya bakal tetep rapi setelah balik dari sini. Kasur lo menggoda soalnya." Ley masih gencar menggodanya.

Areo terkekeh geli. Sambil melihat Ley yang duduk di tepi ranjang-mereka masuk ke kamar Areo-dia menarik handuk kering dari lemari dan menyodorkannya.

"Bebersih dulu. Gue tau lo kedinginan."

"Hehe." Ley nyengir, "padahal lagi pura-pura baik-baik aja."

Diiringi senyum konyol Areo, Ley mulai menggosokkan surai cokelatnya yang basah dengan handuk, sementara Areo tampak sibuk mengacak-acak nakas kecil tempat dia menyimpan kabel-kabel untuk membuat video.

Sejujurnya, Ley tidak mengira pertemuan mereka akan sesantai ini tadi. Hubungan mereka dulu itu rumit. Walau mereka hanya bareng sekitar satu tahun, rentetan kejadian yang mengaitkan keduanya masih berlanjut hingga mereka lulus SMA. Tiap Ley ingat semua itu, moodnya langsung hancur, tapi ya mau gimana lagi. Kilasan itu terputar begitu saja setelah Ley menatap mata Areo kembali.

Cowok itu tidak berubah banyak, hanya rahang yang lebih tajam, tubuh tinggi dan lumayan bidang yang tentu didasari karena kecintaan Areo pada olahraga dan bela diri. Secara sekilas, Areo sudah mirip cowok-cowok pacarable seperti yang sering Ley temukan di novel remaja.

But at least, dari semua itu, yang paling membuat Ley kalang kabut ialah mata cowok itu. Netra sehitam arang yang sialnya tetap mendebarkan jantung Ley saat Areo melempar senyum padanya.

Berhenti Menangis, KitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang