Bagian 1 : Silent Lips

4.2K 177 1
                                    


Ezra Fernando dikenal di seluruh sekolah karena penampilannya yang rapi, nilai yang bagus, dan sikapnya yang sopan. Tetapi yang paling penting adalah status keluarganya, sebagai putra dari keluarga kaya pewaris perusahaan internasional, harapan untuknya dalam melakukan sesuatu hal dengan baik sangat lah tinggi.

Aku bertanya-tanya apakah tekanan inilah yang mendorongnya untuk memperlakukanku seperti itu. Aku tidak tahu apa yang telah aku lakukan sehingga pantas menjadi satu-satunya sasaran frustrasi, stres dan kecemasannya, aku curiga bahwa itu lebih berkaitan dengan statusku sendiri daripada hal lain.

Banyak siswa memandang rendah aku sebagai orang biasa dan secara teknis mereka tidaklah salah. Aku telah berusaha keras untuk mendapatkan nilai yang dibutuhkan untuk memenangkan dana beasiswa yang memungkinkanku untuk hadir di sekolah bergengsi ini.

Aku menerima bahwa aku adalah dunia yang terpisah dari mayoritas murid disini, tetapi jika itu berarti aku bisa mencapai mimpiku, aku bersedia mentolerir semua keangkuhan mereka.

Terlepas dari perbedaan status, aku masih dapat menemukan beberapa teman yang menghargai aku sebagai pribadi daripada sosok di rekening bank ku. Azure dan Misha, keduanya memahami nilai dari sebuah kerja keras.

Masing-masing orang relatif baru dalam kehidupan kelas atas, karena baru saja berhasil dalam menghasilkan uang. Karena itu mereka dianggap secara keseluruhan berada di strata yang sama denganku, mencari hiburan bersama, kami membentuk ikatan yang kuat, yang akan membantuku mentolerir siksaan Ezra. Tetapi, seberapa lama mereka akan bertahan di bawah Intimidasinya?

Sangat sedikit siswa yang datang ke sekolah dari rumah, dan sangat sedikit juga siswa yang datang dengan mobil pribadi. Mayoritas mereka tinggal di asrama sekolah yang mewah, dengan biaya tambahan dan akomodasi yang di tawarkan sekolah. Sayangnya, beasiswaku tidak termasuk kemewahan itu, sehingga aku tidak punya pilihan selain ke sekolah dari rumah.

Aku tinggal bersama ayah sebagai anak tunggal, Ibuku telah meninggal dua tahun sebelumnya. Sebenarnya, kepergiannya yang mendorong ku untuk mencapai impianku menjadi seorang Dokter. Tidak mau menerima kekalahan, dan didorong oleh kepercayaan ibuku padaku, aku sangat fokus pada studiku dan melakukan yang terbaik.

Ayahku bekerja berjam-jam agar aku bisa tetap hidup, sekarang berjuang dengan hanya satu penghasilan, tetapi dia selalu memastikan aku mendapatkan semua yang aku butuhkan.

Aku sangat tahu bahwa dia tidak mampu membeli dan mengendarai mesin, sehingga aku harus berjalan, bersepeda, atau naik bus ke sekolah. Itu tidak buruk, terkadang aku bisa sangat menikmati perjalanan di pagi hari.

Headphone di telinga, dan aku bisa sampai ke sekolah dalam waktu kurang dari satu jam, ya ini mungkin membuatku berada di sekolah lebih awal, tetapi ini berarti aku akan menikmati ketenangan dan keheningan sekolah sebelum keriuhan dan kesibukan sehari-hari dimulai.

Sering sendirian di kelas jauh sebelum teman sekelasku datang, membuatku mau tak mau menyibukkan diri dengan membaca, namun ini sering membuatku rentan dan hari ini pun tak terkecuali.

"Hei kutu buku!" aku tidak mendengar suaranya dengan jelas karena headphone ku, tetapi aku bisa melihat pergerakannya dari sudut mataku, aku segera menyadari siapa itu ketika dia berjalan melalui kursi dan meja menuju arahku.

Ezra Fernando,

Ada yang bilang dia tampan. Rambut hitamnya terjuntai rapi di atas dahinya, kacamata berbingkai hitam membingkai wajahnya yang pucat dan mata hitamnya. Mata itu memiliki kemampuan untuk terlihat hidup dan baik di satu menit kemudian kosong dan kejam di menit berikutnya.

Seragam anak laki-laki terdiri dari kemeja putih dengan dasi bergaris merah dan hitam, blazer atau kardigan berwarna krem menemaninya dengan celana dan sepatu wajib hitam.

𝐁𝐮𝐥𝐥𝐲'𝐬 𝐎𝐛𝐬𝐬𝐞𝐬𝐢𝐨𝐧Where stories live. Discover now