Alfino || 9 🎶

92 46 110
                                    

Halo teman-teman jangan lupa vote dan comment ya. Jangan lupa juga ajak teman-teman kalian baca cerita ini.

Terimakasih banyak yang sudah mau baca dan suka sama cerita ini.
Sekarang pendukung Fino dan Faren seimbang ya, tapi pendukung Rendu lebih banyak. Wkwk.

Happy Reading.

***

Rumah berukuran 480m² dengan tingkat tiga lantai itu hanya dihuni dua orang, Alfino dan ayahnya, Surya. Ijah dan Suri bekerja sebagai asisten rumah tangga untuk Surya sejak adik Alfino lahir. Dan Trisno bekerja sebagai sopir pribadi Surya sejak Alfino belum lahir. Sejak Surya dan Kirana masih tinggal bersama di rumah bercat cokelat susu itu, Trisno cukup tahu bagaimana kehangatan cinta yang tulus hingga menjadi api kebencian yang menyala-nyala. Ketika kebencian menjalari rumah mewah bak hotel itu, Trisno membawa Alfino dan adiknya ke rooftop yang berada dilantai tiga agar kakak-adik itu tak mendengar suara teriakan-teriakan orang tuanya di bawah.

Surya dan Kirana akan melakukan sidang perceraian pertama bulan depan. Kirana membawa anak bungsu mereka tinggal di Bandung. Semenjak enam bulan terakhir tahun ini Kirana belum pernah menginjak ke rumah itu. Trisno masih sulit percaya kakak dan adik yang memiliki paras nan cantik itu terpisahkan.

Terdengar suara knalpot motor yang sangat ribut dari arah teras diikuti langkah tergesa.

"Fino, kamu kok pulang lagi. Kenapa?"

"Ada yang ketinggalan. Sebentar. Aku ambil dulu," jawab Fino ngeloyor naik ke kamarnya.

Melihat Fino turun dari tangga. Sorot mata Surya tak lepas dari anak sulungnya yang bertubuh tinggi itu. "Fino duduk sini sebentar. Papa mau bicara." Surya melepas kaca mata dan menutup buku yang sedang ia baca sejak setengah jam yang lalu.

"Kenapa, Pa?" Fino bertanya seraya duduk bersebrangan dari Surya. Dalam hati, Fino sudah tahu apa yang akan ayahnya itu katakan. Ingin rasanya Fino tidak ingin mendengar kata-kata yang akan membuat hatinya semakin kacau, tapi Fino tak bisa mengelak. Semua barang, uang dan fasilitas mewah yang ia punya itu berasal dari Surya Tanjung.

"Kenapa kamu gak pakai mobil satu lagi saja untuk pergi ke sekolah?"

Sudah lama mobil sport warna putih itu terletak di dalam garasi. Dulu, Kirana yang selalu memakai mobil tersebut, tapi semenjak istrinya tidak tinggal di sana, mobil itu tidak ada yang berminat untuk memakainya.

"Terlalu mewah, Pa. Lagian aku masih SMA dan aku lebih senang naik motor."

"Kan berbahaya dan berdebu. Masa anak pengacara terkenal pakai motor, sih. Apa kata orang nantinya."

"Aku gak peduli apa yang orang katakan, Pa."

Surya lupa, bahwa Fino memiliki sifat turunan dari Kirana yaitu sama-sama keras kepala. "Okey, terserah kamu. Oh, iya. Besok Mama dan adik kamu akan datang ke sini. Papa dan mama kamu akan mengurus perceraian kami."

Fino menelan ludah. Membahas soal perceraian orang tuanya adalah hal yang paling menyebalkan untuknya.
"Okey," jawab Fino singkat dan tak ingin melanjutkan pembicaraan.
"Aku pergi dulu, ya, Pa." Fino berdiri tegak dan mengecup tangan Surya.

***

Tepat di teras depan rumah tropis modern yang berlantai batu paving block seorang pria memakai baju kaos warna hitam, rambut lurus yang sudah tersisir rapi, dan memiliki badan yang tegap datang menghampiri Faren yang hendak pergi ke sekolah.

"Woi, woi, woi. Bentar, jangan pergi dulu," ucap Vandi dengan napas ngos-ngosan sambil merentangkan jemarinya.

"Ngapasih, lo. Masih pagi ni, jangan rusuh."

For My First Love [SUDAH TERBIT]✔Where stories live. Discover now