Ranum Amerta 9

34 16 136
                                    

Siang itu, cuacanya terasa sangat panas. Banyak para siswa memilih untuk hilir mudik dari kelas ke toilet, atau pun ke kantin membeli minuman yang menyegarkan tubuh serta kerongkongannya.

Sama halnya dengan Hanum, gadis itu berjalan riang dikoridor kelas dengan salah satu lengannya menenteng kantong kresek berisi minuman dingin, yang ia beli dikantin tadi.

Tidak banyak cukup waktu, karena sebentar lagi jam pelajaran berikutnya akan segera berlangsung. Hanum dapat informasi dari Jojo kalau Raga berada di lapang basket.

"Hai Hanum." Sapa beberapa siswa yang berpas-pasan dengan Hanum.

"Hai juga,." Balas Hanum, diakhiri senyuman manisnya.

Gadis berkuncir satu dan juga jam tangannya yang berwarna pink yang bertengger dipergelangan tangan kanannya. Dia bersenandung ria.

Hanum tertegun sejenak, ketika maniknya menangkap dua orang manusia yang berada ditengah lapang. Raga, bersama gadis bercepol tinggi itu terlihat sangat akrab.

"Siapa ya cewek itu?" Monolog Hanum, yang masih setia mematung dan memperhatikan gerak gerik kedua manusia itu.

Hatinya merasa kecewa ketika melihat peristiwa ini. Sudah hampir tiga tahun dia mengejar Raga hingga sampai saat ini, cowok Atlet Bela diri itu belum pernah sama sekali memberikan senyuman kepada Hanum. Tetapi kepada gadis itu, Raga sangat mudah tersenyum.

Semakin kecewa lagi ketika Hanum telah menjadi saksi bisu bagi kedua manusia itu. Dimana, gadis itu memeluk tubuh tegap Raga ketika dia telah berhasil memasukan bola basket ke dalam ring.

Yang paling sakit adalah ketika Raga membalas pelukan gadis itu. Sedangkan kepada Hanum, jangankan memeluk tubuhnya memeluk lengannya saja sudah didorong oleh cowok tegap itu.

"Iiiiihhh, jangan peluk-peluk! Bisa gak?" Hanum menarik baju gadis itu, membuat gadis itu melepaskan pelukannya.

"Gak usah tarik baju segala dong!" Balas gadis bercepol tinggi, tak kalah sewot.

"Ya gak usah peluk-peluk bisa gak?" Gerutu Hanum seraya mencebikan bibirnya.

"Aduh Num, kenapa lo yang sewot sih, hah? Yang gue peluk aja gak sewot. Gue tanya, lo siapanya Raga? Pacar? Bukan kan?" Ucap gadis itu nyalang.

Iya,memang benar apa yang dikatakan gadis itu benar dan fakta. Bahwasanya, Hanum bukan siapa-siapa bagi Raga. Tapi Hanum sudah mengunci dalam hati sanubarinya, bahwa Raga adalah miliknya, Raga akan menjadi miliknya. Hanya untuk dirinya seorang.

"Kenapa diem?" Hanum yang merasa terintimidasi lantas ia memundurkan langkahmya. Hanum sangat tidak suka dengan teriakan-teriakan seperti itu. Sudah cukup Raga saja yang seperti itu.

"Aku gak diem! Buktinya ini ngomong." Lalu Hanum menatap gadis di depannya.

"Aku minta sama kamu, Reksa, jangan peluk Raga kayak gitu, dia cuma buat aku, dia milik Hanum, gak boleh ada yang nyentuh Raga."

Gadis bercepol tinggi itu merotasikan kedua matanya lalu membuang nafasnya kasar. Ia melirik ke arah Raga yang sedang menatap datar gadis berkuncir satu, lantas gadis bernama Reksa itu mengikuti arah pandang Raga, menatap Hanum.

"Hanum, sorry, gak maksud gue peluk Raga, tadi gue spontan aja karena udah berapa lama gue latihan belum cetak gol. Dan..setelah gue berhasil gue seneng banget terus gak sengaja peluk Raga. Maaf ya, Hanum." Jelas Reksa, nadanya kembali normal.

"Raga, makasih, gue bakal lapor sama pak Jono kalo gue udah siap di tes, gue duluan." Ucap Reksa yang hanya diangguki Raga.

"Num, gue duluan."

RANUM AMERTA [On Going]Where stories live. Discover now