43. RAVEL-ALUNA

Mulai dari awal
                                    

"Apa yang perlu dijelaskan? Bukannya semua udah jelas?"

"Bokap Lo mati karena Hartono," ucap Ravel lugas.

Adelio diam, dia tidak menampilkan raut terkejut atau semacamnya hanya wajah datar.

"Desi dan Hartono, pada tahun 20 Januari 20xx datang ke acara yang pernah keluarga gua buat. Hartono memberikan racun di minuman bokap Lo. Dan saat itu bokap Lo mati saat di bawa ke rumah sakit.  Hartono dan Desi mengincar harta bokap Lo dan mereka gagal karena mereka tidak tau kalau Lo hidup."

"Lo gak usah ngarang cerita!" Bentak Adelio.

Ravel terkekeh sinis lalu menatap Adelio tajam.

"Buat apa gua ngarang cerita?"

"Urusan percaya atau enggak itu urusan Lo! Yang jelas gua udah ngasih tau apa yang sebenarnya terjadi. Dan gua harap hukuman Lo berat!"

Setelah mengatakan itu Ravel meninggalkan kantor polisi dia tidak ingin berurusan lagu dengan Adelio ataupun keluarga panca yang lainnya.

Ravel mengendarai mobil menuju rumah sakit dia selalu menginap disana. Ravel belum ada nyali untuk pulang ke mansion lelaki itu masih terlalu takut mengingat kenangan bersama sang ayah.

Ravel memarkirkan mobilnya di parkiran rumah sakit, lelaki itu memejamkan matanya terbesit kenangan bersama sang ayah di otaknya.  Meski sudah dua Minggu Atlas pergi tetap saja dia masih belum ikhlas sepenuhnya.

Ravel merasa waktu mereka kurang.

"Ayah bahagia disana ya."

•••

"Ayah liat lucu kan?" Ucap seorang anak kecil berusia lima tahun—Dia Ravel.

"Lucu banget, seperti anak ayah!"

Keduanya tertawa, lantas sang ayah menggendong putranya dan meletakkan tubuh kecil itu di pundaknya dan membawanya keliling halaman dibelakang rumah. Tawa lepas sang anak membuat Atlas bahagia.

"Ayah kalau besar nanti Avel mau seperti ayah! Yang bisa jaga bunda dan Avel!"

"Harus dong! Nanti anak ayah jadi little superhero, kita jaga bunda sama-sama!"

Ravel kecil mengangguk dia meminta turun dari gendongan sang ayah lalu berlari menuju bundanya.

"Bunda bunda, kata ayah nanti Avel jadi superhero juga! Tapi Avel little superhero! Soalnya Avel masih kecil!" Ucapnya mengadu kepada sang bunda.

"Iyakah? Wah anak bunda hebat!" Puji Nia.

Ravel kecil tersenyum senang, wajah itu sangat bahagia ketika kedua orang tuanya mencium pipinya. Hal kecil yang bisa membuat Ravel bahagia.

Ravel membuka matanya, mimpi yang terasa sangat nyata. Lelaki itu menunduk menatap kedua tangannya yang pernah digenggam oleh sang ayah lalu menatap brankar Aluna yang tengah tertidur.

"Ternyata mimpi ya?"

"Avel kira itu nyata."

•••

RAVEL-ALUNA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang