18: Enemy by My Side

Začít od začátku
                                    

Menghela napas pelan, Jeffrey menegakan badan lagi seraya memencar pandangan resah. "Akan kuambilkan obatmu."

Belum sempat merealisasikan niat, Jeffrey yang hendak mengayunkan tungkak terpaksa berhenti sebab Rose dengan segera menggengam lengannya. Dan, merasa Rose saat ini benar-benar membutuhkan penawar, Jeffrey bersikukuh mencoba menyingkirkan jemari perempuan itu. "Tunggu seben—"

Kalimat Jeffrey tak menuai penghujung tatkala menemukan Rose cepat menggeleng. Kini bukan hanya satu tangan Rose yang mengukung pergelangan Jeffrey, melainkan ia mengerahkan sepasang.

Mendongak bersama sorot memohon, bibir Rose perlahan mengalunkan tuturan. "Jangan ke mana-mana, Jaehyun!" Begitu lirih, pun suaranya bergetar.

Alis Jeffrey bertaut. Perempuan itu tak tahu betapa Jeffrey dilanda gusar di situasi ini, dan menurut Jeffrey, tidak ke mana-mana sebagaimana Rose pinta bukanlah pilihan bagus. Maka, sekali lagi Jeffrey berupaya pelan melepaskan tangan Rose juga memberi pengertian. "Aku mau mengambil obatmu. Kamu harus ..."

Lagi-lagi, Rose menggeleng sebelum Jeffrey selesai bicara. "Aku tidak mau obat. Aku hanya mau kamu," ujar perempuan itu kian membuat Jeffrey tak berkutik. Dua bola mata indahnya tertutupi cairan sebening kristal yang mungkin akan berjatuhan sesaat lagi.

"Kamu di sini saja! Jangan pergi!" Sepasang bibir yang gemetar itu bergerak mengucap. Benar saja. Beberepa tetes air mata tak luput dari tangkapan penglihatan Jeffrey.

Maka, sebab tak sampai hati menolak, pun tak kuasa lebih lama memandang wajah wanita yang kelewat memohon di sana, pada akhirnya Jeffrey menyerah mempertahankan ego. Ia membuang napas berat lalu melangkah lebih dekat sebelum satu tangannya merengkuh punggung Rose yang terguncang pelan.

"Apa ada yang kau takutkan?" Setelah sekian jeda membiarkan Rose tenang, Jeffrey kembali melontarkan satu pertanyaan. "Katakan padaku, apa yang membuatmu begitu takut?"

Sekali lagi ujung kalimat Jeffrey disambut hening. Bedanya Rose kali ini menunduk kian dalam. Jeffrey melepaskan rengkuhan, lalu kembali dengan posisi meletakan sepasang lututnya pada lantai ruangan demi mencoba meneliti ekspresi yang Rose tampilkan.

"Apakah karena laki-laki itu? Johnny Suh?"

Masih tak ada tanggapan, tetapi Jeffrey merasakan Rose menggenggam tangan kanannya begitu erat. Helaan napas pelan mengudara dari bibir Jeffrey. Kali ini, ia yang berganti membawa jemari Rose ke dalam genggamannya, memberikan usapan pelan seraya merapal lirih, "Tanganmu dingin sekali."

Tak dipungkiri, Jeffrey tertimbun kecemasan luar biasa. Di saat yang sama juga putus asa. Kebisuan Rose membuat Jeffrey tak tahu mesti berbuat apa. Yang bisa Jeffrey lakukan saat ini adalah membungkus kesepuluh jemari kecil Rose dengan telapak tangan lebarnya, berharap perlakuan tersebut mampu membuahkan ketenangan teruntuk perempuan itu.

"Apa sesuatu yang buruk terjadi di antara kalian? Kau menyembunyikan sesuatu yang tidak diketahui siapapun, termasuk kakakmu?"

Tepat usai Jeffrey kembali meruntut tanya, Rose mendongak bersama tatapan tanpa arti kemudian menggeleng begitu lamban sebelum akhirnya tertunduk lagi. Kendati Jeffrey mampu menangkap kebohongan nyata dari sikap yang Rose tunjukan saat ini, pria itu pada akhirnya tetap mengangguk.

"Baiklah. Tidak mengapa jika kau tak berkenan menceritakannya."

Berikut, Jeffrey meraih satu sisi wajah Rose, membuat dua mata mereka menyatu di titik pandang yang sama. "Katakan padaku saat kau ingin mengatakannya. Tapi, jika itu sesuatu yang membahayakan, tolong beritahu aku segera!" Bibir Jeffrey menguntai sebuah pinta seiring dengan tangannya yang mengusap surai perempuan itu juga sedikit menyelipkan anakan rambut ke belakang telinga.

SILHOUTTE: After A Minute [END]Kde žijí příběhy. Začni objevovat