The Fourth Petal is Red (C).

56 10 5
                                    

Judul lagu multimedia : the Enemy of the Truth. Ost. Various artist kdrama The Devil Judge. 

🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹

Althea terpaksa mempersilahkan pimpinan redaksi media terkemuka tersebut masuk ke dalam ruangannya. Kebetulan kantor sub-bidangnya sedang sepi, mengingat apa yang terjadi pada Ka.Bid mereka.

"Wah, mejamu keren sekali. Pasti bangga ya bisa duduk di kursi ini sekarang" tanpa sungkan Adrius melesakkan diri di atas kursi putar hitam tempat Althea. Seolah-olah dialah pemilik tempat itu. Jemarinya menyapu papan nama bertuliskan nama Althea Taslim sekaligus jabatannya sebagai ketua sub-unit A, kasus kekerasan khusus dan konflik internal. bidang tindak pidana khusus.

Althea merenggut kesal sambil meletakkan tas kerjanya ke atas meja. "Aku pikir kamu tidak bakal pulang ke Indonesia lagi?" sindirnya.

"Aku baru mendarat semalam. Terima kasih karena sudah merindukanku" jawab Adrius. Melemparkan senyum penuh percaya diri khasnya.

"Aku tidak..." menghela nafas dalam dan lama lalu menghembuskan cepat. Sekarang bukan waktunya untuk berdebat dengan Adrius, ada banyak hal penting harus Althea urus dan pikirkan. "Dengar, apa mau mu. Kamu datang ke sini padahal baru hari pertama di Jakarta pasti ada kaitannya dengan pekerjaan bukan?".

Netra coklat kelabu Adrius melebar. "Tepat sekali, kamu paling tahu aku ya. Aku dengar kantormu sedang kalang kabut bukan. Aku mencium ada bau kasus yang bisa digali di sini. Dari ruangan ini" mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru kantor, lalu atensinya berakhir pada pintu kayu berwarna hitam. Ke sebuah ruangan lain yang terletak di sisi kanan.

Althea memincingkan mata, melemparkan tatapan tidak percaya. Kejadiannya baru tadi siang dan sekarang media sudah mulai tahu? Bagaimana bisa? Dia sampai tidak habis pikir. Apa para jurnalis ini punya bakat melihat sesuatu yang belum terjadi seperti dirinya??.

"Aku tidak akan memberikan informasi apapun padamu sampai berita resmi kami rilis dengan pihak kepolisian" ucap Althea dengan nada tajam.

Adrius mendongak, melipat kedua tangan depan dada sambil menyandarkan punggungnya. "Jadi memang benar ada sesuatu bukan? Orang-orangku langsung tahu begitu mendapat laporan soal kekacauan di salah rumah jaksa ternama. Mereka mengikuti sampai rumah sakit lalu mendengar salah satu jaksa junior berkata tentang waktu kematian pada rekannya yang lain di telpon".

'Itu pasti Edo. Sial' hardik Althea dalam hati.

"Maaf, tapi kamu tidak akan mendapatkan apapun kali ini, tuan Natta".

Althea memutar tubuh, berjalan ke arah pintu keluar.

"Aku ke sini bukan cuma sekedar mencari berita" kata Adrius cepat.

"Aku sedang sibuk, lain kali saja reunian nya" sahut Althea. Kali ini agak kasar sambil mendorong pintu ke arah luar. Menolehkan kepala, mengusir Adrius secara terang-terangan melalui pandangan defensif. 

"Ouch, aku sangat terluka, Lia.... Kamu tahu betapa aku merindukanmu bukan?" ucap lelaki itu sambil berdiri.

Adrius sengaja menyebutkan nama kecil Althea yang hanya berani diucapkan olehnya seorang.

Wajah Althea semakin tertekuk, padahal pria itu tahu kalau dirinya paling benci dipanggil demikian. Baginya nama itu membawa semua kenangan buruk akan masa lalu.

Adriusa kini berhadapan langsung dengan Althea seraya memasukkan kedua tangan ke dalam kanton depan celana. Wajahnya bisa jadi terlihat santai akan tetapi sorot dalam kedua matanya berkata sebaliknya. Dia amat serius.

A Rose's with a Thorn (The Dark Secret Series : #01)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang