Bab 5

39 30 30
                                    

Raja Callister duduk di bagian paling atas kastilnya, di ruang tertutup, salah satu yang ia gunakan untuk keperluan pribadinya. Dia duduk di singgasana yang bersahaja dari kayu yang berukir, memandangi kelima anaknya yang berdiri di depannya. Di sana ada purta tertuanya, Gladiolas, yang lebih mirip dengan Sang Raja dibandingkan semua anaknya. Dan ironisnya, Gladiolas adalah anak haram, terlahir dari suatu persoalan antara Callister dengan wanita yang telah ia lupakan. Callister telah membesarkan Gladiolas bersama anak-anak kandungnya yang lain, meski awalnya Sang Ratu mengajukan protes. Kesepakatan telah tercapai saat Callister setuju bahwa Gladiolas tidak akan mendapatkan hak atas takhta kerajaan. Ini sangat menyakitkan bagi Callister, karena Gladiolas tumbuh sebagai pria sejati yang sangat ia banggakan. Tak ada pewaris takhta terbaik untuk kerajaan.

Di samping Gladiolas berdirilah anak kedua − anak sah pertamanya − yang berlawanan dalam segala hal dengannya. Godfrey, dua puluh tiga tahun, kurus, dengan pipi cekung dan mata coklat besar yang tak pernah berhenti berkedip. Karakter Godfrey sangat berbeda dengan saudara tertuanya. Ia memiliki segala sifat yang tak dimiliki Gladiolas: jika Gladiolas adalah seorang yang jujur, maka Godfrey tak berterus terang; Gladiolas berkepribadian kuat dan kesatria, Godfrey tak jujur dan penuh tipu muslihat. Sangat menyakitkan bagi Callister untuk membenci putranya sendiri, dan ia telah berusaha untuk merubah perilakunya. Namun setelah putra keduanya itu telah melalui masa remaja nya, maka Callister menyadari bahwa Godfrey ditakdirkan memiliki karakter tak menyenangkan: licik, haus akan kekuasaan dan ambisius dalam segala pemikirannya. Callister juga tahu Godfrey adalah orang yang memiliki hasrat seksual yang tinggi: pernah terjadi sebuah kasus, di mana Godfrey nyaris akan memperkosa salah satu pelayan dari kerajaan. Beruntung hal itu diketahui oleh Gladiolas, dan tidaklah terjadi pemerkosaan yang akan dilakukan oleh Godfrey. Raja lainnya mungkin akan membuang anak lelaki semacam ini, namun Callister berpandangan lain, dan sedikit alasan untuk menyayanginya. Namun Callister juga telah menghakimi putranya atas kejadian itu. Ia mencabuknya dan mengurungnya selama satu minggu di penjara bawah tanah. Dan setelah kejadian itu, Godfrey pun mulai sedikit merubah sifat buruknya. Apa yang tidak disukai dari putra keduanya itu adalah sifat jahatnya, kelicikannya, sesuatu yang tak bisa ia maafkan.

Di sebelah Godfrey berdirilah putri keduanya Callister, Gwendrielle, yang baru berusia delapan belas tahun. Ia adalah gadis tercantik yang pernah dilihat − dan tindak-tanduknya turut menyinari kecantikannya. Ia ramah, dermawan, jujur − perempuan sejati yang pernah ia kenal. Dalam hal ini Gwendrielle mirip dengan Gladiolas. Saat itu ia menatap Callister dengan rasa cinta seorang putri pada ayahnya, dan ia merasakan kesetiaan putrinya pada setiap tatapan matanya. Callister bahkan lebih bangga kepadanya dari pada para putranya.

Berdiri di sebelah Gwendrielle adalah putra termuda Callister, Elden, seorang anak laki-laki kuat dan bersemangat, yang sedang memulai hidup sebagai lelaki. Callister merasa senang mengetahui keinginannya bergabung dengan Legiun, dan dapat melihat akan menjadi lelaki seperti apa ia di masa depan. Suatu hari, Callister tidak akan ragu lagi bahwa Elden akan menjadi putra terbaiknya, dan pemimpin yang hebat. Namun tidak untuk saat ini, Elden masih terlalu muda dan perlu belajar banyak hal.

Callister merasakan gejolak ketika ia memandangi anak-anaknya satu per satu, tiga putranya dan satu putrinya berdiri, ia merasa bangga sekaligus kecewa. Putri tertuanya, Luanda, ia sudah menikah. Dan karena ia menikah dengan seorang Pangeran dari Kerajaan lain, maka ia tidak berhak ikut serta dalam perbincangan mengenai pewaris takhta. Luanda menikah dengan seorang Pangeran bernama Bryce, dari Kerajaan Laviare di bagian Utara. Atau bisa disebut dengan Kerajaan Es bagian utara. Ia di nikahkan dengan Pangeran Bryce oleh ayahnya, dengan alasan ingin memperkuat perdamaian Callister dan Laviare, yang sudah lama sekali hangat. Perdamaian itu bersamaan dengan rapuhnya perdamaian Callister dengan kerajaan Galheim, beruntungnya, Bryce dan Luanda memang saling mencintai. Dan itu membuat kedua kerajaan antara Callister dan Laviare menjadi Harmonis.

Soul Awakening : A Quest of Heroes [ON GOING]Where stories live. Discover now