Bakat Idon

8.6K 340 125
                                    

Bangunlah, bangun

Matahari sudah datang, sinarnya menghapus malam, hangatnya merasuk ke jiwa

Bangun, bangunlah

Kamu harus merasakannya, ini begitu indah

Kami suka, kamu suka

Idon membuka mata. Suara itu membangunkannya lagi. Beberapa hari ini Idon seperti bermimpi hal yang sama. Idon tidak tahu mimpi apa, yang dia ingat hanya senandung dua suara nan merdu dan suara itu selalu memintanya untuk bangun. Sebulan yang lalu mungkin Idon tidak akan bangun sesemangat ini, membuka tirai kamar, membiarkan cahaya masuk membentuk tiga siluet penghuni kamar. Satu manusia dan dua kaktus seukuran telapak tangan.

BAKAT

Sial, Idon mengutuk dirinya sendiri saat turun di halte seberang kampus dan melihat jam tangan. Bahkan setelah bangun lebih pagi dari biasanya dia tidak bisa lepas dari kebiasaan terlambat. Merasa diburu waktu, Idon menyeberang tanpa melihat.

Tunggu!

Idon menghentikan langkahnya untuk menyeberang. Menengok ke kiri-kanan mencari sumber suara yang baru dia dengar. Hanya ada beberapa mahasiswa yang ingin menyeberang seperti dirinya dan sebuah angkot yang sedang menurunkan penumpang. Idon berpaling ke belakang hanya ada pohon berukuran besar menjulang dengan gagahnya, daunnya rimbun bergoyang terkena angin. Aneh pikirnya, jelas Idon mendengar suara seseorang menyuruhnya menunggu. Ah tidak, lebih baik Idon mulai menyeberang sekarang.

Baru saja Idon berpikir melanjutkan langkahnya dan sebuah mobil yang melaju cepat menabrak angkot tidak jauh darinya. Angkot itu melayang sepersekian detik, lewat di depan Idon. Bibirnya yang mancung bahkan hampir mencium angkot tersebut.

Bayangan kematian baru saja melewatinya. Idon tidak bisa bergerak, seluruh badannya bergetar, dingin bagai es, nafasnya sampai tercekat. Aku hampir mati! pikirnya.

"Don! Lo nggak apa-apa kan?" Agung, salah satu teman kampus dan kosnya berlari entah dari mana menghampiri Idon yang masih berdiri tanpa suara. Agung memeganginya dan harus membopongnya untuk memindahkan tubuhnya duduk di halte.

"Nih, minum dulu Don," Agung mengeluarkan botol air dari tasnya.

Idon menegak habis minuman botol yang diberikan. Perlahan kesadarannya mulai kembali. Idon melihat sekeliling. Sebuah mobil minibus menabrak angkot tersebut dari belakang. Pengemudinya seperti tidak bergerak, entahlah Idon tidak bisa melihat jelas di balik kaca retak itu. Beberapa orang sedang berusaha mengeluarkan pengemudinya dan lainnya membantu penumpang angkot terbang itu turun. Tidak ada yang terluka sepertinya.

"Lo nggak apa-apa kan?! Bisa jalan?" Agung terlihat khawatir. Idon mengangkat tangannya memberikan tanda "Tunggu sebentar lagi", dan kembali melihat-lihat sekitar.

"Gung," Idon memanggilnya, masih dengan tersengal-sengal.

"Hah! Apa?" Agung menoleh.

"Ada minum lagi nggak?"

"Nggak ada," jawabnya cepat.

"Bantu gua bangun."

"Iya-iya," Agung memegang lengan Idon dan membantunya berdiri.

Idon berdiri, menyeberangi jalan dituntun Agung. Kali ini Idon melihat kanan dan kiri terlebih dahulu.

"Don, kelas ayok, udah telat ini," Agung memaksanya, mereka sedang mampir di kantin.

BakatWhere stories live. Discover now