Bab X - Pergerakan rasa

95 74 62
                                    

Aku ingin selalu berada disisimu,  disetiap saat,  disetiap waktu. Dapatkah kamu mewujudkannya?


========== A Promise - Bab X – Pergerakan rasa ==========


Pagi ini langit terlihat cerah, berwarna biru dengan gugusan awan putih hilir mudik. Kicauan burung pun terdengar riuh dan saling bercengkrama.

Libur telah usai,  waktunya kembali ke sekolah.

Mansion mewah keluarga Stevano hari ini terlihat ramai. Itu karena keberadaan sahabat-sahabat Rio disana.  Hari ini mereka akan berangkat ke sekolah bersama.

Jarum jam telah menunjukkan pukul lima lewat dua puluh menit. Lyssa sudah sibuk di dapur membantu Bi Minah menyiapkan sarapan. Sementara penghuni rumah yang lainnya masih sibuk dengan aktivitas mereka masing-masing.

Dua puluh menit kemudian makanan siap dihidangkan.  Bi Minah pun menyajikannya di meja makan,  sementara Lyssa kembali ke kamarnya dan bersiap menggunakan seragam sekolahnya. Beberapa menit kemudian,  Om Frans datang  dan mengambil posisi duduk di sudut paling ujung kanan meja makan. Disusul oleh Anes, dan Gab yang duduk dibarisan kursi sebelah kiri Om Frans, sedangkan Ara duduk dibarisan kursi sebelah kanan Om Frans dengan jeda satu kursi kosong disamping Om Frans yang sengaja ditinggalkan untuk Rio.

Lyssa baru saja mengambil tempat duduk dimeja paling ujung barisan kiri, disamping Gab, saat terdengar derap langkah Rio datang diiringi dengan senandung siulan. Seperti hari sebelumnya, Rio kembali membiarkan dasinya tergantung berantakan dilehernya tanpa disimpul. 

"Pagi semuanya." sapa Rio riang, dan dibalas "pagi" oleh semua orang yang ada dimeja makan.

Rio menghentikan langkahnya disamping Lyssa dan tersenyum lebar kearahnya. Alisnya bergerak naik turun sambil melirik dasi yang dikenakannya,  memberi kode kepada Lyssa agar kembali membantunya menyimpul dasi.

Lyssa lantas menoleh ke Ara yang duduk diseberang kanannya. Sekelebat bayangan keakraban Rio dan Ara  semalam, kembali hadir diingatannya. Untaian janji yang tak sengaja Lyssa dengar, kembali terngiang jelas ditelinganya.

Lyssa lalu menghela napas pelan. Dia harus menghentikan segalanya sebelum semua berjalan diluar kendalinya.

"Ka Rio pasang dasi sendiri saja ya." Lyssa akhirnya bersuara.  Lalu kembali membenarkan posisi duduknya,  mengabaikan Rio yang masih berdiri disampingnya.

Rio terdiam.  Berusaha menrcerna apa yang baru saja didengarnya. Apa Lyssa baru saja mengabaikannya?

"Maksudnya?" tanyanya bingung.

"Ka Rio kan bisa pasang dasi sendiri, jadi pasang sendiri saja ya." ucap Lyssa pelan.

Rio mengerjapkan matanya. Benar, Lyssa mengabaikannya.

"Ga mau. Pasangin!  Aku maunya kamu yang pasangin."  jawab Rio dengan nada memerintah.

Lyssa terdiam, mengabaikan perkataan Rio.

"Lyssa." panggil Rio sedikit kesal karena Lyssa tidak meresponnya.

"Sudah-sudah, jangan diperdebatkan lagi.  Rio cepat duduk." Perintah Om Frans yang sejak tadi menatap Rio dan Lyssa bergantian.  Dia sadar ada yang aneh dengan sikap Lyssa ke Rio, jelas sekali gadi itu sedang berusaha menjaga jarak.  Tapi biarlah itu menjadi urusan mereka berdua,  Om Frans tidak akan ikut campur.  Urusan anak muda,  pikirnya.

Tidak ingin membantah perkataan sang Papa, Rio akhirnya menyerah.  Ia pun berjalan kearah kursi kosong di antara Ara dan Papanya, lalu duduk disana.

A Promise : Sebuah janji dengan lukaWhere stories live. Discover now