"Mungkin sebab aku sedari dulu terbiasa mengejarmu yang kejauhannya adalah entah. Kau laksana sesuatu yang gemilang dan sukar digapai. Mendapatkanmu rasanya seperti tak nyata."

Kali ini Jeffrey terbungkam bisu. Serentetan kalimat Rose berhasil mengusik sukma. Memberitahu Jeffrey bahwa ia dan Jaehyun mempunyai perbedaan kehidupan yang kentara. Jaehyun pasti begitu bersinar dan dilimpahi banyak cinta, tidak seperti Jeffrey yang cenderung redup dan bahkan keberadaannya saja sering kali dianggap tak kasat mata.

"Kadang kala, meski kau bilang tak akan ke mana-mana, aku justru berpikir kau akan pergi sangat jauh." Rose kembali bertutur.

Jeffrey masih setia pada diam, dalam hati membenarkan. Pergi dari perempuan itu adalah sesuatu yang pasti. Kapannya yang tak pasti. Tak bisa memberikan tanggapan, maka hanya sebatas usapan lembut di kepala yang Jeffrey berikan pada Rose sebagai bentuk upaya menenangkan cemas yang sedikit tersurat pada ucapannya barusan.

"Eoh, apa ini kau mulai duluan?"

Dekapan Rose terlepas, seiring perhatian perempuan itu bergulir pada bentuk setengah jadi boneka salju milik Jeffrey. Bergeser memandang Jeffrey lagi, ia mencibir, "Curang sekali."

Jeffrey lantas terkekeh. "Curang apanya? Kita bahkan tidak sedang berkompetisi," ujar pria itu seraya mengambil posisi berjongkok di hadapan mahakaryanya.

Hendak membereskan itu, dua bola mata Jeffrey lebih dulu melebar tatkala Rose tiba-tiba menghancurkannya dengan sekali injak. Mendongak hendak menyuarakan protes, Jeffrey lebih dulu disuguhi senyuman manis luar biasa yang seolah memukul habis rasa kesal di dada.

Rose berjongkok di samping Jeffrey. "Ini baru adil. Ayo bertanding! Yang paling lama membuat bonekanya harus mendapatkan hukuman."

Mendengar itu, Jeffrey mengerutkan kening. "Hukuman apa?" Kemudian bertanya.

Rose nampak berpikir sejenak sebelum sebuah ide melintas dan dengan cepat ia ujarkan. "Lempar salju. Yang kalah harus bersedia dilempari salju."

Terdengar cukup ekstrim, tapi Jeffrey tak menyangkal ajuan tersebut. Keduanya kini mulai berkutat menggauli mahakarya masing-masing. Awalnya demikian, sebelum Rose mulai iseng menghancurkan hasil kerja Jeffrey setelah miliknya sendiri tumbang beberapa kali.

Jeffrey menelan kekesalan bulat-bulat saat melihat Rose justru tertawa puas memandang karya Jeffrey rata dengan tumpukan salju lainnya. Deretan gigi rapi perempuan itu terbingkai indah dibalik sepasang bibir manis yang ia punya, cukup menyajikan kadar candu bagi siapa saja, demikian pula Jeffrey.

"Siap dengan hukumanmu?"

Berdiri Rose beberapa langkah dari Jeffrey bersama mata yang terpejam erat menanti lemparan kepalan es dari tangan pria itu. Benar, pada akhirnya Rose harus mengakui kekalahannya. Terlalu banyak membagi fokus untuk memandangi Jeffrey sembari berceloteh, ia kehilangan banyak waktu sehingga boneka saljunya tak sempat terselesaikan.

Melihat Rose mengangguk pelan sambil sesekali mengintip dari celah kelopak mata yang terbuka, Jeffrey menoreh senyuman samar. Ia tak sampai hati jika harus benar-benar melempari rose dengan kepalan salju. Maka, Jeffrey memutuskan untuk mengurai langkah sangat pelan mendekati sosok itu, mengulurkan tangan lalu menempelkan kepalan salju pada satu sisi wajah Rose. Sebatas itu.

Terkesiap kala merasakan pipi kanannya tertempeli benda beku, Rose membuka mata dan mendapati Jeffrey berdiri tepat di hadapan. Kelopak berhias bulu mata lentik perempuan itu mengerjap seraya mendongak, menyambut tatapan dari netra sekelam langit malam milik Jeffrey yang berpotensi membuatnya lekas tenggelam.

Rona jingga menjajaki wajah Rose seketika. Ia tertunduk kemudian seiring mulutnya merapal pelan, "Apa-apaan itu? Haruskah aku mengajarimu?"

Jeffrey telah menyingkirkan tangan yang kini kosong. Tak sempat menjawab, tubuh Jeffrey lebih dulu didorong paksa oleh Rose.

SILHOUTTE: After A Minute [END]जहाँ कहानियाँ रहती हैं। अभी खोजें