SEPULUH- Putri Tidur

2.9K 435 0
                                    

10

Kinati si Putri Tidur. Demam di tubuh Kinanti memang turun, tapi tidak dengan kesadarannya. Tidak ada wajah pucat dan mata sayu, jutru wajah Kinanti sangat cantik polos. Deru nafasnya teratur, tidak seperti Kinanti yang selalu terengah saat bermimpi. Seperti Kinanti tertidur untuk sebuah mimpi yang panjang nan indah.

"Eyang yakin gak perlu bawa Kinanti ke rumah sakit?" tanya Raka pada eyangnya yang baru saja menyuapi Kinanti dengan air putih.

"Sst. Jangan diganggu," bisik eyang uti.

Eyang kakung berdiri di belakang Raka. "Sama kayak dulu, Kinanti cuma butuh tidur lama."

Raka semakin cemas, ia berusaha mencoba mempertahankan pemikiran rasionalnya mengenai kondisi tubuh Kinanti. "Itu delapan tahun lalu, pasti ada sesuatu sama tubuh Kinanti."

"Mas Raka benar eyang." Widya setuju dengan Raka. "Kinanti cuma bisa minum, Widya takut terjadi sesuatu sama tubuhnya nanti."

Eyang uti mengusap kepala cucu gadisnya yang tertidur pulas. Tapi firasatnya tidak demikian, Kinanti hanya perlu waktu untuk terbangun dari mimpinya.

Widya dan Raka hanya bisa pasrah, memang delapan tahun lalu Kinanti tertidur selama satu minggu setelah demam tinggi. Kedua orangtuanya mengikuti firasat eyangnya untuk tidak membiarkan Kinanti sendirian dan memberinya air putih setiap beberapa menit. Dan harusnya mereka kembali mengikuti firasat eyangnya kali ini, walau dengan berat hati.

Hari semakin petang, ketika Raka ingin mengantar Widya pulang atas perintah eyang kakung, gadis itu menolak dan meminta Raka mengantarnya untuk mengambil pakaian. Widya bersikukuh akan menginap demi menemani Kinanti tentu ketika orangtuanya memberi izin. Ini atas dasar janji dan kekhawatiran Widya kepada sahabatnya.






Tengah malam, setelah Widya menyuapi kinanti dengan air putih, gadis itu duduk bersama Raka di ruang tengah.

"Mas Raka!" panggil Widya. Setelah beberapa menit mereka hanya diam sibuk dengan pikiran masing-masing. Akhirnya Widya mulai membuka pembicaraan.

Raka menoleh menatap sahabat adiknya. "Apa ini ada hubungannya sama buku itu?"

Dengan tegas dan tanpa ragu, Raka menggeleng. Pemuda itu tidak mempercayai hal yang mustahil atau diluar nalar. Lagipula Respati mengatakan padanya kalau buku itu hanyalah fiksi karangan dan tidak ada sesuatu hal yang bisa dikaitkan dengan Kinanti.

"Tapi aku yakin, di buku itu adikmu bukan tokoh fiksi," kekeuh Widya.

Pertahanan Raka masih sama membuat Widya secara kasar menyandarkan tubuhnya ke sofa. Di tangannya ada buku Kinanti yang menampilkan halaman secara acak. Widya menatap halaman buku itu. Kali pertama Widya membacanya tidak ada sesuatu mengganjal, tapi kali kedua dan seterusnya karakter Kinanti Putri Mahasari semakin menonjol. Berkali-kali Widya membacanya dan berusaha menemukan sesuatu agar ia yakin kali ini ia salah memahami isi cerita buku itu. Namun bukannya salah, justru ia semakin percaya jika buku itu ditulis oleh Respati bukan sekedar fiksi. Atau mungkin Widya terlalu membesar-besarkan kebetulan.

"Satu buku mas, ini bukan sekedar kebetulan," gemas Widya.

Raka hanya menatap Widya sekilas dan kembali fokus pada acara televisi. Sedangkan Widya menatap buku itu lamat-lamat seolah berusaha membuat buku itu berbicara.

"Percuma Wid, kalaupun benar, kita bisa apa? Respati bisa apa? toh, adikku masih tetap tidur."

Untuk kali ini Raka benar. Widya hampir menangis, namun tangan Raka yang menepuk-nepuk pundaknya pelan membuatnya urung untuk menangis. Sialan, Widya tipe manusia tidak bisa menahan sentuhan tiba-tiba dan rasanya selalu geli. Raka selalu berhasil menggoda Widya yang hampir menangis.


Aku adalah seorang pangeran kerajaan Tumapel. Seorang putra raja besar tanah Jawa. Perjodohan datang padaku, gadis-gadis dari hampir seluruh penjuru negeri ditawarkan seolah mereka barang yang dijual. Tidak peduli siapapun. Dari keluarga manaun dan secantin apapun. Terlanjur sudah aku jatuh pada serang putri senopati yang selama ini menjadi guruku.

Kecantikannya sedehana, namun tetap ada yang membuatnya berbeda dan membuatku tak mampu berkutik barang sekejap darinya.

Waktu membawa kami untuk saling mengenal. Membawa kami pada takdir yang berjalan tak semestinya.

Sekarang disinilah aku berdiri, menyendu menatap mata nyalang penuh kebencian di seberang sana.

Kali pertama, seorang Raden Panji menunduk dengan air mata hampir terjatuh karena Kinanti. Kali pertama Raden Panji tunduk pada seorang wanita selain sang ibunda. Seorang raden yang seperti berubah hanya karena perasaannya pada sosok gadis seperti Kinanti.

Sudah lebih dari lima kali Widya membaca part ini, selalu saja membawa aroma bawang. Gadis itu menatap Raka dengan air mata menetesnya. Tidakkah Raka menangis saat membaca buku ini?

"Lebay Wid!"

"Kok lebay sih, beneran sedih lho."

Raka beranjak dari sofa meninggalkan Widya, sudah waktunya Kinanti minum. Keduanya berjalan memasuki kamar Kinanti. Widya menyuapkan air putih pada Kinanti dan Raka yang mengecek suhu tubuh. Semua masih sama, Kinanti mungkin mengidap Sindrom Putri Tidur. Itulah pendapat mereka berdua mengenai kondisi tubuh Kinanti. Berusaha tetap yakin jika ini tidak ada hubungan apapun dengan mimpi mengenai Singasari.

Walaupun ini terlalu masuk akal untuk dianggap sebuah kebetulan.

* sleeping beauty syndrome merupakan suatu keadaan yang membuat penderitanya mengalami masa tidur yang cukup lama

اوووه! هذه الصورة لا تتبع إرشادات المحتوى الخاصة بنا. لمتابعة النشر، يرجى إزالتها أو تحميل صورة أخرى.

* sleeping beauty syndrome merupakan suatu keadaan yang membuat penderitanya mengalami masa tidur yang cukup lama. Orang yang menderita syndrome ini akan tertidur selama 20 jam perhari dan bisa berlangsung selama beberapa hari atau beberapa bulan. Penderitanya juga kesulitan untuk membedakan mimpi dan kenyataan, pada sela-sela tertidurnya mereka cenderung akan melamun seolah belum menyadari lingkungan sekitarnya. (koreksi kalau ada yang salah ya)

KINANTIحيث تعيش القصص. اكتشف الآن