TUJUH BELAS- Topeng

2.1K 350 3
                                    

17

Setidaknya dua kali dalam seminggu Kinanti harus mengantar gendok untuk Raden Panji. Selama itu juga seharusnya menjadi saat dimana Kinanti bertemu dengan pria itu. Namun sayangnya setelah kejadian di curug tempo hari, seolah sang Raden tengah menghindarinya atau benar-benar sibuk dengan urusan keraton. Tidak pernah sempat ia temui wajah rupawannya bila berkunjung.

Kinanti menatap pepohonan hijau berjajar di depannya dengan helaan nafas berat. Rasanya seperti dia telah melakukan kesalahan fatal yang membuat Raden Panji marah dan enggan untuk menemuinya. Walaupun abdi kediaman itu selalu mengatakan jika sang pemilik rumah sedang berada di keraton, tapi benarkah begitu?

Kali ini Kinanti mengantarkan makanan tidak seperti biasanya, karenanya saat Kinanti tiba beberapa abdi terlihat terkejut begitu juga dengan seorang pria yang tengah memandikan ayam jago berbulu putih kesayangannya. Sudah Kinanti duga, pria itu selama ini menghindarinya. Ada baiknya hari ini yu Marsih memasak lebih dan teringat pada Raden Panji sehingga Kinanti bisa melihat wajah pria itu.

"Yu Marsih memasak lebih hari ini dan saya membawakan makanan untuk Raden." Karena rasa kesal, Kinanti jadi terbawa suasana dengan menggunakan panggilan 'saya' untuk dirinya sendiri.

Pria itu menyimpan ayamnya ke dalam kombong dan menghampiri Kinanti. "Terimakasih."

Jangan salahkan Kinanti jika sudah bersikap tidak sopan karena kesal dengan perubahan sikap tiba-tiba pria itu. Gadis itu mencekal tangan sang Raden yang hendak masuk ke dalam rumah tanpa mengatakan apapun pada Kinanti. Menyentuh tangan keluarga kerajaan dengan tidak sopan, persetan dengan hal itu. Ada hal yang lebih penting bagi Kinanti.

"Raden menghindari saya? Apa saya berbuat suatu kesalahan? maaf," tanyanya menuntut.

Raden Panji menatap Kinanti dengan tatapan tidak bisa Kinanti baca. Mata coklat itu jauh lebih misterius namun sesekali mampu menghipnotis Kinanti. Andai mata itu bisa bicara, bisakah Kinanti menyadari apa alasan di balik perubahan sikap itu.

"Lupakan saja. Saya tidak membutuhkan gendok itu kembali. Saya akan pulang, permisi Raden."

Sebenarnya apa masalah mereka? Mereka hanya dua manusia yang tidak saling memahami sebuah hubungan. Mereka sama-sama tidak mengerti perasaan apa yang hadir dalam diri mereka. Kinanti, lebih tidak mengerti apa yang terjadi setelah pertemuan mereka terakhir kali.

Raden Panji meletakkan gendok pada sebuah meja secara asal dan menghampiri Kinanti. Kini mereka saling berhadapan dengan air muka Raden Panji yang semakin tidak terbaca.

"Maaf jika aku melukaimu."

"Tidak ada yang melukai siapapun disini." Gadis itu tidak sedang mengalihkan pembahasan. Ia benar-benar ingin melupakannya saat ini.

"Kamu sungguh gadis yang aneh Kinanti "

Gadis itu mengangguk setuju. "Raden hanya belum mengenal saya."

"Benar." pria itu tersenyum kecut menanggapi. Harus sejauh mana ia mengenal gadis itu.

----

Selama ini ia membayangkan bagaimana pesta di zaman dahulu? Bagaimana suasananya dan siapa saja yang akan menjadi tamunya? Lalu bagaimana suasananya?

Maka jawabannya adalah pesta di masa ini lebih seperti pagelaran seni Jawa. Suara gamelan mengisi hening malam, obor-obor yang menyala menyinari halaman keraton, dan makanan yang ditata sebagai jamuan. Siapapun boleh datang baik bangsawan, brahmana dan rakyat jelata. Kesetaraan kasta dalam waktu semalam atas undangan maharaja.

KINANTIWo Geschichten leben. Entdecke jetzt