ELEGI TAWA

16.7K 2.7K 86
                                    

Selamat membaca...

Meriam ditembakkan dan lonceng yang berdentang menjadi tanda untuk mengenang sang Raja yang telah meninggal dengan cara hidupnya, tanpa meninggalkan keributan.

Putra Mahkota tak bisa menyembunyikan kesedihannya, ia menundukkan kepalanya dengan hormat disamping peti mati sang Ayah tercinta.

Kehilangan Ibunya adalah satu hal besar baginya. Kehilangan Ayahnya adalah satu hal besar lainnya.

Sakit. Marah. Sedih. Kecewa. Hancur. Tidak ada satu katapun di dunia ini yang dapat menggambarkan perasaannya.

"Yang Mulia..." Sepasang suami istri awal tiga puluhan, salah satu sahabat dekat Ayahnya, berjalan menghampirinya.

Putra Mahkota sedikit membungkuk membalas hormat yang diberikan sepasang suami istri tersebut.

“Paman,” ujarnya “Bibi.” Lanjutnya pada sang istri. Kemudian pandangannya ia larikan pada sosok anak laki-laki dan perempuan yang dituntun sepasang suami istri tersebut. Ia tebak, usia mereka berada dibawahnya.

“Kami turut berduka cita, nak.”

Putra Mahkota menarik nafas dalam, kemudian mencoba menunjukkan senyumnya yang sama sekali tak terlihat hidup.

“Terimakasih.” Ujarnya.

“Sekali lagi, kami turut berduka cita.” Ujar kembali sepasang suami istri tersebut sebelum pergi meninggalkannya.

Ia kembali menatap Ayahnya yang terbujur kaku di dalam peti kayu. Ia merenungi hidupnya. Usianya belum genap lima belas tahun, tetapi beban yang harus ia pikul sangatlah berat.

Ia menundukkan kepalanya ketika merasakan tangan kecil menyentuh jari telunjuknya dan menggoyangkan tangannya. Dan, ia mendapati sosok gadis kecil dengan manik cokelat keemasan menatapnya penuh dengan rasa iba.

Gadis kecil itu menyerahkan setangkai mawar putih padanya, "Jangan khawatir, akan ada pelangi setelah badai."

"Recansa..." Panggilan dari anak laki - laki tadi membuat sang gadis kecil langsung berlari meninggalkannya.

***

Setelah sempat membuka kenangan pahitnya, dengan segera ia menutup kenangan itu kala pandangannya menangkap sosok gadis yang kini tengah berjalan dengan tergesa menuju ke arahnya.

"Saya dengar dari Jessi, Anda sudah menunggu sejak tadi disini."

"Jeff, kenapa tak memberitahu sebelumnya jika ingin bertemu?"

"Atau, Anda bisa menyuruh Jessi memanggil Saya." Raja Jeffrey terkekeh mendengar cerocosan gadis itu sejak sampai dihadapannya.

"Kau sedang mengajar." Ujar Raja Jeffrey, "Aku sangsi kau akan segera menemuiku dan meninggalkan muridmu."

Recansa mengangkat bahunya, "Jika Yang Mulia Agung yang menyuruhnya, bukankah Saya tak bisa menolaknya?"

"Ya. Tapi Aku bukan Raja-mu. Kau bukan rakyat Andas."

"Pengabdianmu hanya untuk tanah Acran." Recansa mengangguki ucapan Raja Jeffrey.

Raja Jeffrey memandangi Recansa sejenak. Recansa tampil anggun dengan dress biru muda tembus pandang di bagian lengannya. Rambutnya ditata dengan gaya kepang samping ditambah hiasan bunga disisi rambutnya, semakin membuatnya terlihat menarik.

"Tapi, jika Kau tak mampu melaksanakan titah Raja-mu. Jangan memaksakan dirimu. Aku akan membantumu."

Recansa tersenyum tanpa beban, "Berada dibawah perlindungan Yang Mulia Agung, tentu Saya tak kan menolaknya. Tapi sejauh ini hidup Saya baik - baik saja, Yang Mulia." Ujarnya, kemudian mulai melangkahkan kakinya.

Fight For My Life (SUDAH TERBIT)حيث تعيش القصص. اكتشف الآن