BAB 1. Pagi Itu

132 56 23
                                    

"Sarapan apa yang akan kita buat hari ini?" Tanyaku pada Clara, lalu kembali fokus pada ponselku. Laman media sosialku, dengan nama pengguna Mentari Senja, hari ini semuanya berisi unggahan tentang April mop. Ya hari ini memang tepat 1 April, sepertinya hari ini aku lebih baik tidak membuka media sosial saja, rasanya kecewa sudah membaca info yang menarik namun ternyata hanya bagian dari April mop.

Aku beralih kembali menoleh pada Clara yang sedang membuka kulkas, sambil mengacak-acak isi di dalamnya.

Minggu ini memang giliran aku dan Clara memasak, kami harus bersiap lebih awal untuk menyiapkan sarapan.

Gadis berambut sebahu itu nampak bergeleng-geleng sambil menghembuskan napas berat, "Kelihatannya tidak ada yang bisa dimasak."

Aku mengernyitkan dahi, lalu menghampiri Mahasiswi Arsitektur yang sudah kukenal sejak masa OSPEK hingga sekarang sudah menjadi Mahasiswi tahun ketiga. Dengan berjongkok aku ikut memeriksa isi kulkas mini yang dibeli dengan iuran dari empat orang penghuni rumah ini.

"Sepertinya hari ini kita sarapan dengan nasi goreng lagi, apa ini sudah waktunya belanja bulanan lagi?" Tanyaku menoleh pada Clara.

Aku memang tinggal dengan tiga temanku di rumah kontrakan ini, sudah dua tahun kami tinggal bersama. Sebelumnya saat masih Mahasiswi baru aku tinggal di asrama Kampus saat tahun pertama. Namun tinggal di asrama Kampus hanya memiliki batas waktu setahun, setelah itu aku harus mencari tempat tinggal lain.

Sebagai Mahasiswi perantau dari Pulau Sumatera dan tidak memiliki sanak saudara di Pulau Jawa, awalnya aku bingung dan cemas. Untungnya aku bertemu tiga gadis hebat yang selalu membantuku. Larisa, si Mahasiswi Kedokteran, mengajakku serta Clara dan Ayla tinggal bersama di rumah kontrakan yang sudah ia cari, letaknya juga strategis, masih di sekitaran kawasan Kampus. Tentu saja aku langsung setuju, apalagi biaya sewa rumah dibayar dengan cara iuran dari empat orang, membuat pengeluaranku jadi lebih sedikit. Senang rasanya dapat mengurangi sedikit beban ayah dan ibu.

Sebenarnya aku sedikit heran dengan Larisa, kenapa ia harus repot-repot mengontrak rumah? Padahal ia penduduk asli Pulau Jawa, tidak seperti aku, Clara dan Ayla, yang merupakan perantau dari Pulau Sumatera, Bali dan Sulawesi. Rumahnya yang bak istana juga tidak terlalu jauh dari kampus. Saat kutanya kenapa ia mengontrak rumah, gadis itu menjelaskan, setelah menonton drama Korea dimana para tokohnya tinggal bersama di sebuah rumah, ia jadi ingin juga tinggal serumah dengan teman-temannya. Karena itulah ia mulai mencari rumah kontrakan dekat kampus dan mengajak kami tinggal bersama.

Terkadang aku heran dengan jalan pikir orang kaya.

Tapi aku tetap sangat-sangat berterima kasih pada Larisa, sebagai pakar drama Korea, aku berjanji akan merekomendasikan drama Korea terbaik padanya.


Ayla keluar dari kamar sambil mengeringkan rambut dengan handuk, aku memperhatikan temanku sang Mahasiswi Psikologi yang cantik itu berjalan menghampiriku dan Clara di dapur.

"Mentari hari ini sarapan kita apa?" Tanya Ayla padaku dengan antusias.

"Nasi goreng spesial." Jawab Clara mewakiliku dengan tersenyum serta menaik-naikkan alisnya.

"Nasi goreng?!"

Ada dua suara yang berseru bersamaan dengan reaksi yang berbeda.

Ayla si pecinta nasi goreng yang bersemangat dan Larisa yang baru saja keluar dari kamar mandi dengan handuk terlilit di badannya, nampak terkejut.

"Bukankah dua hari yang lalu kita baru saja sarapan nasi goreng?" Timpalnya dengan mata melebar dan alis terangkat.

"Memangnya kenapa? Nasi goreng itu enak." Celetuk Ayla, wajahnya berseri-seri, memperhatikan aku dan Clara yang sedang memasak nasi goreng.

30 Juli (On Going)Where stories live. Discover now