"Kamu ini kenapa lagi? Kakimu terluka, eoh?"
Aku tersentak, berpikir keras harus mencari alasan apa.
"Ayah tidak usah khawatir, aku baik-baik saja kok. Tadi aku hanya mencoba langkah menari sih." Kutatap Ayah lekat-lekat, takut kalau ia tidak mempercayaiku.
Ayah hanya menggeleng perlahan dan melanjutkan makannya. "Oh iya, Ayah ada kabar gembira untukmu. Tapi sebelum itu, apakah kamu ada nampak kartu nama perusahaan yang berwarna kuning?"
"Ada, itu ada di atas sofa," tunjukku dengan dagu.
"Jadi Ayah sudah diterima sebagai supir pribadi oleh pemiliknya Perusahaan Shin Swan, Aera!" Ayah menjelaskan dengan wajah berseri-seri sambil menunjukkan kartu nama kepadaku.
"Baguslah Ayah. Ayah akhirnya bisa mendapatkan pendapatan tetap ya, tidak harus bergantung pada taksi online."
"Bukan hanya tetap Aera, tetapi gajinya juga lumayan tinggi!"
Aku hanya tersenyum simpul melihat semangatnya Ayah.
"Ngomong-ngomong kenapa Ayah pulangnya telat dan mabuk-mabukan lagi? Bukankah Aera sudah laran-"
"Aduh.. Aera. Itu Ayah dipaksa minum sama Bos baru Ayah. Jadi Ayah tidak bisa menolak, tolong mengertilah."
Aku hanya mencibir dan kembali menunduk, fokus pada makanan.
"Ayo cepetan dihabiskan, setelah ini Ayah harus mengantar anaknya. Kebetulan dia satu sekolah denganmu juga lo. Apakah kamu kenal dia?"
"Oh ya? Siapa namanya?"
Kalau dipikir-pikir, sepertinya nama perusahaannya cukup familiar.
"Kalau tidak salah, Je.. apa ya? Ah iya! Jae! Shin Jae Ryeong!"
***
Dengusan kesal terdengar dari kursi belakang mobil. Ayah melirikku dari kaca tengah dengan tatapan menyelidik.
"Ada apa Aera? Rasanya dari tadi kamu cemberut terus."
"Auk ah! Ayah fokus saja ke depan. Cepetan jemput anak itu terus mampir ke minimarket bentar."
"Ngapain ke minimarket lagi? Kamu bisa nitip ke Ayah untuk-"
"Gak apa, Yah! Aku butuhnya tuh sekarang juga." Aku kembali bersedekap sambil memandang keluar.
Beberapa menit kemudian, mobil sedan Ayah memasuki kawasan villa yang mewah. Aku menatap takjub kawasan yang tidak pernah kulihat sebelumnya. Setelah itu, Ayah menghentikan mobil di depan rumah yang cukup megah.
Tiba-tiba sebuah pikiran mendadak melintas di benakku. Ayah menyadari aku yang sedang berusaha membuka pintu mobil yang terkunci.
"Yah! Buka pintunya!"
"Mau kemana? Ah, mau masuk ke dalam jemput temanmu langsung?"
Untuk sesaat, aku langsung tersedak oleh air liurku sendiri
"Hek?! Bukanlah, Ayah! Aku mau duduk di kursi depan!"
Nampak Ayah tersentak sedikit mendengar seruanku.
"Ya ampun Aera! Pagi-pagi sudah bentak-bentak!" Ayah balik memarahiku.
"Tidak boleh! kamu harus tetap di belakang temani temanmu itu. Tunjukkan sedikit saja kesopanan pada tamu."
Aku membelalakkan mata setelah mendengar kalimat terakhir.
Apa? Kesopanan?
Kenapa aku harus bersikap sopan terhadap orang yang selama 2 tahun terakhir saja tidak pernah sopan kepadaku?
***
"Semua sudah beres kan?"
Jae mengalihkan perhatiannya dari pembantu yang sedang merapikan dasinya ke arah papanya yang sedang duduk di meja makan.
Jae tersenyum simpul sebelum menjawab,
"Tentu saja. Tapi kenapa Papa menyita kunci motorku?"
"Aduh Nak, jangan marah sama Papamu, itu untuk kebaikanmu juga," sahut Mamanya Jae-Sanghee.
"Kebaikan apanya, Ma?" Kali ini Jae menatap mamanya dengan tidak sabar. Jae tidak tahu apa kesalahannya sampai kuncinya disita.
"Ya, supaya kamu jangan asik keluyuran sama temanmu, bodoh. Kamu kan sudah dewasa, harus belajar sedikit tentang bisnis Papa. Betul kan, Pa?"
Jinsu hanya mengangguk sambil tersenyum, membenarkan ucapan anak perempuannya-Byeol, yang sedang asik merapikan kukunya.
Jujur, Jae jengah melihat kakak perempuannya yang tidak pernah berpihak padanya. Yang ada, mereka selalu beda pendapat sejak mereka masih kecil sampai sekarang.
"Noona sendiri kenapa tidak coba untuk belajar bisnis Papa juga, daripada habisin duit untuk hal tidak penting?"
"KAU!!-" Suara Byeol tercekat ketika mendapati adiknya sudah menghilang dari ruang makan.
Jae baru saja mau membuka pintu utama ketika terdengar bel pintu berbunyi nyaring.
Ceklek...
Nampaklah sesosok pria senja dengan muka yang tampak jauh lebih muda dari umur sebenarnya. Pria itu terus tersenyum kepada Jae.
"Ayo Nak Jae, sudah siap kan?"
"Iya, ini saya barusan saja siap, pak...?"
"Ah! Panggil saja Pak Moon. Ayo saya bawakan tasnya." Moon segera inisiatif merebut tas yang dipegang Jae.
"Sebenarnya tidak usah repot-repot, Pak. Saya bisa bawa sendiri." Jae terkekeh melihat sikap supir barunya, yang menurutnya lucu.
Sepertinya muka Pak Moon tidak asing deh, mirip sama siapa gitu.
Mereka berdua lalu berjalan menuju sedan putih yang terparkir. Ketika Moon membuka pintu mobil belakang, Jae cukup terkejut melihat orang yang berada di dalam.
Ah... sekarang aku mengerti muka Pak Moon mirip siapa.
"Pagi, AERA..." sapa Jae dengan nada sedikit menekan di nama gadis yang sedang menatap Jae tajam dengan muka jutek.
Gimana part kali ini? Kalian para silent readers tolong ya jgn view aja tapi gak vote dan komen. Karena kalau itu terus menerus terjadi, aku bakalan lamaaa~ update. Sekian terima kasih.
YOU ARE READING
Reminded Memory
RomanceAera tidak mengerti mengapa orang yang tidak disenanginya, Jae yang dulunya sama sekali tidak mengacuhkannya tiba-tiba berubah menjadi ramah dan malah mendekatinya? Apakah Jae memiliki maksud tersembunyi? Atau Aera yang terlalu mudah berpikiran nega...
4. What's Wrong with Me
Start from the beginning
