4. What's Wrong with Me

Start from the beginning
                                        

Beberapa jam kemudian, aku dapat mendengar suara pintu depan yang terbuka. Pasti Appa sudah pulang. Kulirik jam weker menunjukkan pukul sepuluh lewat 28 menit.

BAM!

Aku langsung terlonjak kaget begitu mendengar suara dentuman keras, lalu segera pergi keluar kamar melihat apa yang sebenarnya terjadi.

"Ya ampun Appa! Kenapa tiduran di lantai?!" Dapat tercium bau alkohol dari tubuhnya.

Aku berusaha memapah tubuh Ayah yang sudah tidak sadarkan diri itu ke kamarnya. Setelah selesai menyelimuti Ayah, aku pergi mengecek apakah pintu depan sudah terkunci atau belum.

"Oke, sudah. Waktunya tidu... Eh? Apa itu?" Perhatianku teralihkan oleh sebuah kartu nama perusahaan yang tergeletak di bawah sofa.

***

Sinar matahari mulai menyeruak masuk dari gorden pink, membuatku mulai mengumpulkan kesadaran.

Huah.. hari pertama sekolah, aku tidak boleh terlambat. Hmm.. apa lagi ini?

Aku bisa merasakan celanaku basah di balik selimutku. Tapi rasanya tidak mungkin aku ngompol. Segera kusibakkan selimut dan apa yang kulihat saat itu juga sontak membuatku kaget.

"HIEE!! AP.. APPAA INI??!"

"Aera?! Kamu kenapa??" Aku dapat mendengar suara derap kaki yang menuju kamarku. Aku kembali menutupi diriku dengan selimut.

"Pagi Appa." Aku berusaha tersenyum kepada Ayah yang sudah berdiri di ambang pintu.

"Sudah reda mabuknya?"

"Iya sudah mendingan, eh jangan bahas itu dulu. Kamu kenapa teriak tadi, Aera?" Ayah memperhatikanku dari atas ke bawah.

"Tidak ada, hanya cicak lewat tadi." Aku mengedikkan bahuku, enggan memberitahu yang sebenarnya.

Ayah mendesah lega lalu menambahkan, "Kamu ini bikin jantungan saja. Kalau ada apa-apa bilang saja sama Ayah dan tumben banget kamu tadi panggil Ayah dengan sebutan 'Appa'." Ayah tersenyum tipis.

"Oh itu.. hehe... pengen panggil saja. Kalau panggilan formal terus kan bosan juga."

"Iya-iya.. Kamu cepetan mandi dan bersiap-siap. Tidak mau kan terlambat di hari pertama?"

"Tentu saja. Ayah fokus saja buat sarapan," ujarku setengah mengusir.

Tidak lama setelah Ayah menutup pintu. Aku segera bangkit berdiri, menatap celana tidur dan seprei terdapat bercak merah yang cukup besar.

Ya ampuunn.. nambah pekerjaan lagi ini, harus cuci seprei. Tapi kenapa bisa keluar darah ya? Jangan-jangan inikah yang kupelajari di Biologi?

Dalam kelinglungan, aku benar-benar tidak tahu harus ngapain sekarang. Rasanya malu memberitahukan hal seperti ini kepada Ayah yang notabenenya adalah seorang pria.

"Ahh.. kenapa pas sekali saat aku lagi sibuk begini. Ibu... aku tidak tahu harus melakukan apa sekarang."

Aku menatap bingkai foto kecil yang berisikan Ayah, Ibu, dan aku yang sedang liburan ke Pulau Jeju. Ayah yang sedang memeluk aku dan ibuku dari belakang dengan mesra, tapi fokusku adalah wajah Ibu yang tersenyum bahagia saat itu. Sungguh hari berharga yang tidak akan pernah bisa diputar kembali.

***

"Kenapa lama sekali kamu, Nak? Ayah hampir tertidur menunggumu, haha. Nih, banchan kesukaanmu, tuh."

"Hehe, ada urusan sedikit, Yah." Aku mulai berjalan dengan hati-hati menuju meja makan.

Tidak butuh waktu lama untuk Ayah menyadari cara jalanku yang cukup aneh.

Reminded MemoryWhere stories live. Discover now