22. Insiden

Mulai dari awal
                                    

Dikarenakan Dae masih terus cemberut, Amora berinisiatif menenangkan hati lelaki galak itu. Dia menyingkirkan rasa takut demi berperan sebagai istri yang baik. Amora menyentuh tangan Dae menggunakan kedua tangannya, kemudian tersipu.

Dae spontan melirik tangan mereka dan tatapan hantunya perlahan menjadi malaikat baik. Memang betul, perlakuan Amora sangat berpengaruh bagi mood Dae.

"Dae, jangan marah lagi. Ayo, senyum." Amora berkata.

Butuh perjuangan agar senyum Dae kembali. Dia itu sengaja tetap manyun karena betah menikmati sikap Amora yang seperti sekarang. Dia mati-matian menahan tawa ketika istrinya merengek karena usahanya tak kunjung berhasil.

"Dae ...," lelah Amora. "Senyuuum."

Tiba-tiba Amora berhenti merayu. Dia beralih menilik wajah tampan itu dan sedikit memajukan badannya karena ingin menghitung ada berapa luka di muka Dae.

Lantas, mereka saling bertatapan untuk berdetik-detik yang terasa lama. Amora menggunakan dua mata, sedangkan Dae hanya satu. Dada Amora hangat selama mereka tak menghentikan tatapan itu.

"Dae, kamu bisa enggak, ya, kabulin permohonan aku?" Amora menyeletuk.

"Apa?" tanya Dae.

"Jangan ketemu Fe Elata lagi. Jangan berbuat aneh-aneh di laut," ungkap Amora kikuk.

Dae mendesah berat. "Yang aku lakuin di laut enggak aneh, Mora."

"Kamu mau racunin laut. Itu jahat," tutur Amora yang kini melepas pegangannya dari tangan Dae.

"Ramuannya disebut racun tapi aku bukan mau racunin laut. Aku mau matiin pelindung gaib di sana. Kamu enggak paham," cetus Dae lagi.

"Tetep aja aku enggak suka kamu apa-apain laut. Liat sekarang, kamu jadi kecelakaan. Mata kamu luka parah." Amora berkata dengan suara agak berat karena kerongkongannya tersendat.

"Kamu itu enggak sayang sama diri sendiri, gimana kamu mau sayang sama aku?" lanjut Amora.

Sehabis Amora mengatakan kalimat tersebut, Dae terdiam sejenak. Dia sama sekali tak berkeinginan untuk membentak, marah, atau membuat kerusuhan di sini. Dae hanya bungkam.

"Aku suka laut, Dae. Kamu enggak tau, kan?" lirih Amora sambil menunduk. "Jadi, jangan dirusak."

"Tapi, ada yang perlu aku urus di laut. Sekali lagi aku bilang, kamu enggak paham." Dae membalas.

Saat itu juga, Amora menangis. Hatinya sesak menahan kesal, juga ia merasa ada perasaan menggebu-gebu dalam dirinya yang mendorong dia untuk melawan Dae perihal rencananya terhadap laut.

Amora bukan seseorang yang sangat-sangat menyukai lautan. Ia sekadar suka biasa. Tetapi, rasanya batin dia tersiksa karena Dae berlaku kurang baik ke laut Irvetta.

"Kamu enggak ngertiin aku juga!" Amora terisak kuat.

Dae jadi bingung. Dia meraih jemari Amora dan memintanya menghentikan tangisan itu. Bukannya berhenti, tangisnya bertambah keras yang diiringi napas tersendat-sendat.

"Kamu berisik—" Dae baru saja bicara dan langsung diselak.

"Kesel!" Amora memukul tangan Dae.

Tidak menyerah, Dae masih terus menggenggam jemari lentik Amora yang berhias cincin berlian. Lelaki itu beranjak duduk padahal badannya sangatlah sakit ketika digerakkan, termasuk duduk tanpa bersandar.

"Gimana caranya biar kamu diem?" Dae frustrasi.

Hidung Amora menyedot cairan bening yang meleleh. Sekarang dia sesenggukan tanpa air mata. Tatapannya begitu sendu saat memandang Dae.

ALAÏA 2 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang