23 - Nightmare

Depuis le début
                                    

"Meniup makanan panas tidak dianjurkan oleh dokter loh." Ucapan Dirga menarik perhatian Melani.

"Senyawa kimia apa yang kita lepaskan ketika bernapas?" tanya Dirga tiba-tiba. Sungguh out of the box sekali.

"Karbon dioksida."

"Betul, CO2. Yang kamu tiup ini memang kopi. Tapi mari kita simpulkan kalau secangkir kopi ini tetap air. Air biasa, air putih yang panas. Ingat nama senyawa kimia air?"

"H2O?" Melani sudah lupa-lupa ingat akan pelajaran kimia.

Dirga mengangguk. "Tahu reaksi apa yang ditimbulkan ketika CO2 dan H2O bertemu?" Melani berpikir sebentar, tapi pada akhirnya menggeleng. Ia menopang dagunya dengan tangan kanan dan menatap Dirga lekat, menunggu jawaban laki-laki itu.

"H2CO3." Jawaban itu membuat Melani merasa kecil dan malu karena tidak bisa menjawab pertanyaan mudah itu.

"Asam karbonat. Tapi perhitungannya memang nggak semudah itu juga sih. Nggak semua CO2 akan larut dalam H2O, karena untuk mencapai keseimbangannya, masih dibutuhkan katalisator." Penjelasan panjang Dirga membuat Melani terkagum. Kapan laki-laki ini mempelajarinya? Atau Melani saja yang cukup bodoh karena tidak mengetahui hal itu?

Dirga menyeruput kopinya sedikit, dan Melani mengikutinya—mengangkat cangkirnya dan mencicipi minuman beraroma itu.

"Sama seperti jatuh cinta. Ketika seseorang jatuh cinta, akan ada reaksi kimia yang terjadi. Ada sensasi yang memicu euforia. Otak akan melepaskan zat kimia seperti dopamin dan oksitosin. Belum lagi detak jantung yang tak teratur ketika jatuh cinta. Menurut kamu, apa yang terjadi pada orang yang sedang mengalaminya? Apa hasil reaksinya pada orang yang sedang jatuh cinta?"

Really? Pertanyaan sungguh itu? Gumam Melani dalam hati. "Mmm happy or maybe mereka gugup?"

Dirga menarik bibirnya ke atas, hingga memunculkan senyum tipisnya yang menawan. "That's what I feel now, here, with you."

Melani langsung mengalihkan pandangannya. Ia benci suasana seperti ini. Asing dan menggelitik di perutnya. Melani jadi gugup karena merasa Dirga menatapnya dalam dan menusuk. "Saat kamu membalas tatapan saya, jantung saya berdebar lebih cepat dan kuat, Mel."

Stop it! Teriak Melani dalam hati. Ia memberanikan diri menatap Dirga. Tatapan Dirga benar-benar menghunus hingga ke tubuh Melani. Suasana tenang yang ada di warung kopi seakan mendukung tindakan Dirga yang mengenggam tangan Melani.

Dirga membawa tangan Melani menuju dada kirinya. "Can you feel it?" tanya Dirga pelan dan Melani mengangguk perlahan. Detak jantung laki-laki itu cepat sekali, dan sepertinya menular ke jantung Melani yang mulai berdetak cepat.

"I love you, Mel." Gumaman itu terdengar tulus dan teguh. Melani terdiam mendengarnya. Tidak tahu harus membalas apa perkataan Dirga. Melani bimbang dengan perasaannya, tidak yakin dengan segala reaksi yang dirasakan tubuhnya saat ini.

"Apa saya boleh mendekati kamu, Mel? As a man." Dirga menggenggam kedua tangan Melani.

"Saya tidak yakin sama perasaan saya. Pak Dirga hanya akan tersakiti nantinya."

"Kalau begitu, izinkan saya untuk meyakinkan hati kamu. Trust me." Melani menggigit bibir bawahnya, menekan segala perasaannya, takut keceplosan atau bertingkah aneh jika tidak mengendalikan diri secepat mungkin.

Beberapa detik terdiam, akhirnya Melani mengangguk—sebagai jawaban atas pertanyaan Dirga. Melani tidak tahu harus bagaimana menggambarkan perasaannya saat ini. Antara senang, terkejut, gugup, aneh, entahlah, Melani tidak ingin memikirkannya.

DSM (Tamat)Où les histoires vivent. Découvrez maintenant