23 - Nightmare

13.6K 2.4K 1.3K
                                    

Cieeee, pada nungguin ya😂😂

Tarik napas dulu sebelum baca😍
Ambil posisi nyaman dan jauh dari kerumunan ☺️
Udah belom?
Serius aku tuh😁

Jam berapa kamu baca bab ini?

♥️

Hujan rintik-rintik mengguyur kota Jakarta sore itu. Baik Dirga maupun Melani sama-sama diam dan tidak saling bicara sejak mengantar Dinda pulang ke rumahnya. Keduanya sibuk pada pikiran masing-masing.

"Mau ngopi sebentar nggak, Mel?" Dirga menahan napasnya menunggu tanggapan Melani.

"Umm boleh."

"Oke."

Dirga membelokkan mobilnya menuju warung kopi di pinggir jalan. Mereka belum jauh dari rumah Dinda. Bisa dibilang, Dirga sudah merencanakannya saat mereka melintasi jalan ini ketika mengantar Dinda.

Dirga senang karena Melani tidak menolak ajakannya. Memakirkan mobil dan kemudian mematikan mesin, Dirga mengambil payung yang ada di bangku belakang. "Saya punya payung. Tunggu di sini," pinta Dirga lalu keluar dari mobil dengan payung yang sudah menyala.

Melani meletakkan tasnya di dasbor. Ia menatap Dirga yang memutar dari depan mobil hingga ke pintu di sebelahnya. Melani menunggu hingga pintu mobil dibuka oleh Dirga.

Hujan makin deras, jadi salah bergeser saja, Melani bisa basah kuyup. Belum lagi payung itu tidak besar, tapi cukuplah untuk memayungi mereka berdua. Dirga meletakkan tangannya pada bahu Melani hingga mereka berdekatan. Hal itu dilakukan Dirga agar Melani tidak kena hujan. Sontak saja, tindakan itu membuat Melani tersentuh. How gentleman he is.

Buru-buru keduanya berjalan menuju warung kopi. Setelah menempatkan payung di tempat penitipan, Dirga menarik tangan Melani menuju kursi yang memandang ke arah jalan raya, membelakangi parkiran. Warung itu lumayan ramai pengunjung, apalagi ketika hujan datang, banyak pengendara motor yang berteduh dan memesan kopi.

Langit hampir gelap dan matahari sudah tidak menampakkan diri. Aroma kopi yang sangat kental menggugah selera untuk mencobanya. Ketika Dirga menawarkan kopi, Melani tentu tidak menolaknya dan antusias untuk mencoba kopi panas di warung itu.

Dirga meletakkan ponsel dan kunci mobilnya di atas meja, lalu menggulung lengan kemejanya hingga ke siku. Sementara Melani duduk di samping kanannya, memandang ke luar, mengamati air hujan.

Bangku panjang yang mereka duduki memang dimuat untuk 2 orang, tapi mungkin karena badan Dirga yang besar, membuat bangku itu jadi kelihatan lebih kecil, dan itu menyebabkan lengan Dirga dan Melani saling bersentuhan.

"Pak Dirga sering ke sini?" tanya Melani seraya melihat sekitar warung.

"Mmm lumayan. Kalau ke rumah Dinda, biasanya selalu mampir ke sini."

"Sendiri?" Melani menaikkan alisnya.

Dirga menggeleng pelan. "Sama Diego, David, atau sama Papa."

Melani melipat tangannya di depan dada. Berharap bisa menghangatkan jari-jarinya karena tadi terkena hujan saat turun dari mobil. Pesanan 2 cangkir kopi panas akhirnya tiba di meja mereka. Melani menunduk, menghirup aromanya, lalu meniup pelan-pelan agar panasnya cepat berkurang dan bisa diminum tanpa membakar lidah.

Dirga melihat Melani melakukannya. "Jangan ditiup, Mel. Mendingan tunggu aja biar dingin dikit," ucap Dirga sambil meletakkan tangan kanannya di badan sofa, di belakang tubuh Melani.

DSM (Tamat)Donde viven las historias. Descúbrelo ahora