Part 24

21.4K 387 19
                                    

"Apa? Jabatan itu untuk Nirmala? Pak Brahma bercanda? Nirmala mana kompeten di bidang itu? Dia cuma lulusan S1, dan sama sekali tidak punya basic dalam pengembangan bisnis!"

Mas Raka memprotes. Wajahnya terlihat shock, begitu pun aku saat ini jika dilihat orang lain. Aku kaget sekaligus tak menyangka. Ada angin apa sih Pak Brahma ini?

"Yang menentukan layak atau tak layak bukan Anda, Pak Raka. Saya yakin Nirmala cukup kompeten, dan dia akan saya didik dengan tangan saya sendiri nanti."

Pak Brahma menatapku yang sedang terpelongo hingga tak mampu mengucap sepatah kata pun. Lidah ini terasa kelu.

"Saya permisi dulu, sampai jumpa besok di kantor, Nirmala. Mari semua."

Pak Brahma sedikit membungkukkan tubuhnya saat berpamitan. Selanjutnya, laki-laki jangkung tersebut masuk kembali ke mobilnya.

Kami semua --termasuk Mas Raka-- masih berdiri terpaku saat perlahan mobil Pak Brahma melaju pelan, meninggalkan rumah.

"Kamu kasih apa si Brahma itu, sampai bisa-bisanya dia nawarin kamu untuk gantiin posisi aku di kantor?"

Pertanyaan bernada tuduhan oleh Mas Raka barusan membuat lamunanku langsung tercerai berai. Aku tersadar dari keterpakuan, lalu beralih menatap Mas Raka.

"Kenapa? Kaget? Sama, aku juga. Bedanya, aku merasa sedang diberkahi, sedangkan kamu sedang menuai karma atas perbuatanmu.

Sudah sana pulang, bawa ibumu sekalian. Aku tak sudi melihat kalian ada di hadapanku, terutama kamu, Mas," usirku secara terang-terangan.

"Jangan sombong dulu kamu, Mala. Kamu nggak akan mungkin mendapatkan jabatan itu. Jabatan yang kuraih dengan susah payah__"

"Dan kamu hancurkan dengan mengencani gadis binal itu," selaku dingin. Mulut Mas Raka langsung terkatup.

Bisa kulihat tinjunya mengepal pada masing-masing sisi tubuhnya yang menegang. Kunaikkan salah satu sudut bibirku ke atas. Tersenyum sinis padanya dengan tatapan mengejek.

"Oh ya? Kita lihat saja nanti." ujarku ringan.

"Masuk dulu, Les!" panggilku pada Lesti, mengajaknya masuk ke dalam rumah. Kuajak juga ibu untuk masuk dan langsung menutup pintu. Kami tinggalkan Mas Raka dan ibunya di luar rumah.

"Mala, apa sih maksudnya cowok tadi? Kok gue nggak mudeng, ya? Kenapa dia jadi nawarin lo kerja di perusahaannya dia ngegantiin Raka?"

Lesti bertanya setelah meletakkan cangkir teh yang baru saja ia seruput isinya beberapa saat lalu.

"Entah, Les. Gue juga nggak paham," jawabku jujur sembari mengedikkan bahu.

"Tapi ... kalau memang Pak Brahma serius dengan tawarannya, tentu ini akan jadi kesempatan bagus buat gue balas dendam ke Raka.

Gue tahu betul watak laki-laki itu. Dia adalah manusia sombong dengan gengsi setinggi langit. Jika sampai dia jadi bawahan gue di kantor tersebut, tentu itu bakal jadi pukulan telak buat dia. Berasa dilucuti harga dirinya.

Diturunin jabatannya aja, udah pasti bikin dia tengsin di depan seluruh staf. Apalagi kalau tahu-tahu gue diangkat jadi staf dengan jabatan jauh di atas dia. Kebayang nggak lo, Les?" uraiku panjang sambil menatap kosong ke depan.

"Iya, sih. Jelas Raka bakal empet banget dan dia pasti bakal ngerasa nggak nyaman berada dalam satu ruang lingkup kerja sama lo, La.

Tapi ... lo juga nggak bisa mengabaikan satu hal, kenapa tiba-tiba bos-nya Raka dateng dan nawarin lo buat menduduki jabatan itu. Apa motifnya? Jangan sampai, ada udang di balik batu, Mala."

OLEH-OLEH PERJALANAN DINAS SUAMIKUWhere stories live. Discover now