Part 2

34K 1.1K 1
                                    

Perlahan aku bangkit, kemudian berjalan menghampiri Mas Raka yang masih terlelap. Berusaha tak menimbulkan suara, aku akhirnya berhasil mencapai tempat tidur.

Namun aku kecewa, karena mendapati ponsel Mas Raka ternyata berada dalam saku celana yang tengah dipakainya saat ini.

Aku menghela napas sambil memandangi wajah dari ayah anakku itu. Dalam hati sejak tadi sudah dipenuhi oleh prasangka, apakah benar Mas Raka telah mendua?

Setega itukah ia pada kami? Jika tak memandangku, tidak kah ia memandang Kayla, putri kami satu-satunya?

Dadaku rasanya seperti sedang dihimpit sebuah batu besar. Berat dan sesak. Hingga tak terasa kedua mata ini terasa memanas. Kuhapus cepat bulir-bulir yang belum sempat tumpah.

Bukan saatnya menangis sekarang. Dan demi menetralkan perasaan sendiri, aku pun memutuskan ke luar kamar. Mencari Kayla, yang mungkin sedang bermain bersama Mbak Yah, asisten rumah tangga kami..

Benar saja, tiba di luar, mata ini menangkap pemandangan Kayla yang sedang asik bermain skuter bersama anak-anak komplek lainnya dengan diawasi oleh Mbak Yah.

Aku berdiri sembari menyandarkan pundak pada kusen pintu. Tawa Kayla di luar sana bersama teman-temannya, menerbitkan senyum di bibirku. Dalam segala kondisi, Kayla selalu menjadi penyejuk hatiku.

Kupejamkan mata kala teringat kembali pada benda yang kutemukan dalam koper suamiku. Darah ini kembali tiba-tiba mendidih. Cepat atau lambat, aku harus segera menemukan jawabannya.

Mas Raka, sudah pernah kukatakan padanya dulu. Tak akan pernah ada kata ampun untuk sebuah penghianatan.

Sekecil apa pun, dan seperti apa pun bentuknya, aku tak kan pernah sudi berbagi suami dengan wanita manapun. Dan dia sudah menyetujui itu sebelum akad kami.

Aku masuk, dan meneruskan langkah ke kamar mandi. Membersihkan diri sekaligus meredam panasnya bara yang menyala dalam dada lewat guyuran air dingin dari kran shower.

"Habis mandi, Sayang?"

Suara teguran Mas Raka membuatku yang sedang berdiri di depan cermin menoleh.

Aku tersenyum meski hatiku merasa teriris. Mas Raka balas tersenyum, kemudian bangkit dari ranjang. Ia berjalan ke arahku, kemudian berhenti tepat di belakangku.

Dilingkarkannya kedua tangan di pinggang, ia memelukku dari belakang. Di kecupnya pelan pipiku, lalu kedua matanya menatap ke arah cermin. Sepasang mata kami saling bertatapan di sana.

Jika sebelumnya aku begitu merindukan sentuhannya, kini yang ada hanya rasa jijik yang kurasa.

"Ma ... kalau mulainya sekarang, gimana? Papa tiba-tiba__"

"Maaf, Mas. Aku tiba-tiba mendapat datang bulan. Pas mandi tadi baru ketahuan," ucapku memotong kalimatnya.

Dalam kondisi serba tak jelas begini, bagaimana bisa aku terima jika dia ingin mencampuriku?

"Hah? Bukannya sebelum Mas berangkat kamu udah dapet?" tanyanya dengan raut wajah heran.

Dasar laki-laki. Giliran soal selangkangan dia selalu ingat.

"Nggak tahu, nih. Tiba-tiba aku dapet. Mungkin pengaruh KB yang aku pakai, Mas," elakku lagi.

"Yah ...." Mas tampak kecewa.

"Sabar ya, Sayang," ucapku sembari melempar senyum padanya.

"Mas mandi, gih. Ditungguin Kayla, tuh. Nggak kangen?" Kerlingku manja.

"Oh ... ya, ya. Oke, Mas mandi dulu deh, baru main sama Kayla. Mau main sama mamanya, si brewok malah muntah darah," seloroh Mas Raka.

Jika biasanya kalimat itu akan membuatku tertawa, maka tidak kali ini. Aku mengawasi dengan tajam ketika Mas Raka melangkah ke luar kamar.

Arrggh ... sialan. Sepertinya ia akan langsung ke kamar mandi, dan bukannya melepas pakaiannya dulu di sini!

"Mas!" seruanku menghentikan langkahnya. Suamiku berbalik, memandangku dengan sorot tanya.

"Handuk kamu, jangan lupa. Mau mandi, kan?" ujarku pura-pura mengingatkannya.

"Oh ... iya. Mana sini, minta." Mas Raka berkata.

"Tuh, di belakang pintu. Buka aja bajunya di sini, biar sekalian nanti aku kasih ke Mbak Yah. Kamu suka lupa ninggalin baju di kamar mandi soalnya."

Aku tersenyum di ujung kalimat. Dan senyumku kian melebar saat ia mulai melepas pakaiannya satu per satu, menggantinya dengan sebuah lilitan handuk dari bawah ke pinggang.

Mas Raka berjalan ke luar kamar, meninggalkan pakaiannya teronggok begitu saja di atas lantai. Segera kuraih tumpukan pakaian tersebut. Meraba saku celananya dengan jantung berdebar kencang.

OLEH-OLEH PERJALANAN DINAS SUAMIKUWhere stories live. Discover now