Part 12

22K 1.1K 38
                                    

"Permisi, Bu, ini barang-barang Pak Raka sudah siap."

Kemunculan Mbak Yah, asistenku, menginterupsi sejenak ketegangan yang sedang berlangsung antara aku, Mas Raka, Alia, serta ibu mertua.

"Bagus. Taruh saja di depan pintu, Mbak Yah. Biar tinggal di angkut sama yang punya," jawabku sembari melirik Mas Raka dengan tatapan mengejek.

"Berhenti kamu, babu! Siapa kamu berani-beraninya lancang mengeluarkan barang-barang anakku!" teriak ibu Mas Raka tanpa kami duga.

Mbak Yah tampak terkejut sekaligus ketakutan dihardik kasar seperti itu. Gadis berambut panjang itu menatapku, seakan meminta perlindungan.

"Taruh saja di luar, Mbak Yah. Turuti perintah saya!" tegasku. Mbak Yah mengangguk patuh dan melaksakan perintah.

Ibu Mas Raka bangkit dari sofa. Dan ketika ia hendak menghampiri Mbak Yah, aku dengan sigap menghadang langkahnya.

"Kita sudah sepakat, Bu. Aku dan Mas Raka akan sama-sama meninggalkan rumah ini. Jadi tolong, jangan berbuat hal yang memaksaku untuk bertindak lebih ekstrem," desisku tepat di depan hidungnya.

"Raka! Jangan diem aja kamu diperlakukan seperti ini sama Nirmala! Jangan mau kamu diperlakukan sewenang-wenang sama istri durhaka ini!" Ia kemudian beralih pada Mas Raka.

Menyebutku istri durhaka? Lalu apa sebutan yang tepat untuk anaknya yang tukang zinah itu?

Mendengar seruan ibunya, membuat Mas Raka terprovokasi. Lelaki itu bangkit dan hendak menghalangi Mbak Yah, asistenku.

"Sekali kamu maju untuk menghalangi Mbak Yah, detik itu juga akan kusiarkan pada seluruh tetangga tentang perselingkuhanmu, Mas.

Dan tidak hanya itu, aku juga akan memviralkan foto-foto kamu dan gundikmu yang kemarin kuambil di kantormu ke medsos.

Aku tidak takut jika kamu akan mengancamku dengan pasal UU ITE. Yang terpenting, kamu dan seluruh keluarga besarmu juga menerima sanksi sosial.

Dari awal pun sudah kukatakan bukan, aku ... tidak mau hancur sendirian!"

Kata-kataku yang meluncur barusan, cukup ampuh untuk membuat Mas Raka mengurungkan niatnya yang hendak menuju Mbak Yah.

Lelaki itu menatapku geram, seakan ingin mencabikku namun langkahnya tertahan oleh ancaman yanh kulontarkan barusan.

Seperti makan buah simalakama, Mas Raka terlihat bingung dengan apa yang harus dilakukannya. Haruskah menuruti ibunya, atau tunduk pada kata-kataku.

"Kalian keluarlah dari rumah ini baik-baik, maka semua akan berjalan sesuai rencana," ujarku lagi. Menatap mereka bergantian.

"Dasar perempuan jahat kamu, Nirmala!" maki ibu Mas Raka.

"Sudah kamu hancurkan karir anakku, sekarang kamu usir dia dari rumahnya sendiri. Lihat saja, Tuhan tidak tidur, Dia yang akan membalas semua perbuatanmu pada Raka-ku yang malang! Huhu ... huuhuu!"

Ibu Mas Raka menangis tersedu. Tapi sungguh menggelikan mendengarnya melontarkan makian serta sumpah serapah padaku.

"Punya kaca nggak Bu, di rumah? Harusnya Ibu sadar, apa yang Mas Raka alami sekarang, adalah balasan dari Tuhan atas perbuatannya padaku selama ini," kataku pada ibu Mas Raka.

Wanita paroh baya itu kini hanya diam setelah ku skakmat barusan.

"Sudahlah, Bu. Kita pergi saja. Biar Mas Raka dan Nirmala menyelesaikan masalah rumah tangga mereka sendiri."

Alia yang terlihat sudah mulai lelah dengan drama ibunya, beranjak bangkit dari sofa dan membujuk ibunya untuk pulang.

"Tunggu dulu." Mas Raka tiba-tiba bicara.

OLEH-OLEH PERJALANAN DINAS SUAMIKUWhere stories live. Discover now