Part 14

19.9K 1.1K 51
                                    

Gadis-gadis berseragam itu tampak sangat terkejut ketika kusodorkan gambar Mirna dan Mas Raka.

Beberapa siswi lain yang sedang mengantre juga ikut datang mendekat. Ingin melihat apa yang sedang teman mereka lihat pada layar ponselku.

"Ihh ... ini kan si Mirna anak IPS 3 itu, kan? Ya oloh ... amit-amit ish kelakuan kayak gitu!" seru seorang gadis yang langsung menutup mulutnya dengan dua tangan, sambil beralih menatapku.

"Elah ... gue sih udah nggak heran, dari kelas dua dulu gue pernah lihat dia dibawa om-om ke hotel.

Cuma pas gue cerita, nggak ada yang percaya. Ternyata bener, kan? Si Mirna emang cewek nggak bener!" timpal gadis lainnya.

"Hooh. Gue juga pernah denger kabar yang mengatakan kalau si Mirna tuh cewek bispak. Anjimm ... nggak nyangka itu ternyata fakta, cuy!" imbuh siswi lainnya.

"Kak, yang di foto sama si Mirna itu, suami Kakak, ya?" Salah satu dari mereka akhirnya bertanya padaku.

Kupasang ekspresi wajah sedih sembari mengangguk lemah.

"Iya, Dek. Itu suami saya. Mereka ternyata mulai berhubungan sejak Mirna magang di kantor tempat suami saya bekerja," ujarku bercerita.

Berpura-pura sedih, agar mereka berpikir aku adalah seorang istri terzolimi yang patut dikasihani.

"Bejat ih, si Mirna!" seru gadis yang rambutnya dikuncir kuda.

"Woi, pada lihat apaan?"

Kami semua menoleh. Segerombolan siswi terlihat berdiri di depan lorong yang mengarah ke toilet, menatap penasaran pada kami.

Bagus. Semakin banyak yang datang dan ingin tahu, semakin bagus. Kabar ini akan menyebar luas dengan cepat dan Mirna akan mendapat sanksi hukuman dari pihak sekolah sekaligus sanksi sosial dari teman-temannya.

"Eh, sini ... sini! Ini, mau lihat nggak foto si Mirna bispak lagi sama om-om. Kakak ini istrinya," jelas salah satu gadis yang sudah kuperlihatkan foto Mirna.

"Oh ya? Mana ... mana?"

Gadis-gadis tersebut berebutan masuk. Ponselku pun langung digilir oleh mereka, dari tangan satu ke tangan yang lainnya.

Gumaman-gumaman bernada kecaman terhadap Mirna pun mulai terdengar berdengung memenuhi ruangan.

Suasana mendadak terasa sesak sekaligus pengap karena para siswi semakin ramai yang datang untuk mencari tahu.

"Hmm ... adik-adik, berhubung saya harus segera menghadap ke kepala sekolah kalian, gini aja. Siapa yang kebetulan bawa ponsel di sini, boleh ambil foto-foto Mirna dari handphone saya."

Aku berkata setelah tiba-tiba teringat bahwa aku sedang ditunggu oleh Bu Hani dan kepala sekolah.

"Waahh ... boleh banget, Kak, boleh banget! Pake hape gue aja woi, ntar kalian gue bagi-bagi!" seru salah seorang siswi yang langsung mengeluarkan ponselnya.

Segera kukirim foto-foto Mirna dan Mas Raka melalui aplikasi share it.

"Kalau bisa, kalian sebarin foto-foto ini. Supaya banyak wanita-wanita bersuami di luar sana yang berhati-hati.

Anggap saja ini adalah sanksi sosial buat Mirna supaya dia jera dan nggak ada lagi korban lainnya," ujarku setelah mereka mengembalikan ponselku.

"Siap, Kak. Pasti. Mampus ih, si Mirna. Kita lihat, masih bisa songong nggak dia habis ini. Dasar sok kecakepan!" jawab gadis yang kukirimi foto Mirna tadi.

Sepertinya dia memiliki dendam pribadi terhadap Mirna. Baguslah, aku bisa memanfaatkan rasa tak suka teman-teman Mirna untuk menghancurkan gadis itu di sekolah.

OLEH-OLEH PERJALANAN DINAS SUAMIKUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang