⸙͎۪۫ Four

54 9 2
                                    

Manik cokelat itu menatap kilau jingga yang terulas di kanvas raksasa. Kaki mungilnya berlarian diatas rumput yang mulai ditelan senja. Kadang, Ia meneriaki pria yang ada di belakang agar mau berlari mengejarnya. Membuat Sesshomaru -si pria di belakang- menghembuskan nafas kasar.

"Seperti anak kecil!" Ucapnya dengan suara agak keras.

Rin berhenti sejenak dan menghampiri Sesshomaru, "Menjadi anak kecil selama satu minggu itu tidak masalah!" Yang akhirnya hanya dibalas dengan dengusan pemilik iris emas.

Gadis itu tertawa kecil. Tak lama kemudian, tangan kecil milik gadis tersebut memukul lengan Sesshomaru. Tidak keras kok, hanya sampai lengan lelaki itu memiliki cetak merah berbentuk telapak tangan dibalik pakaiannya.

Sesshomaru membulatkan matanya, dan menatap gadis dengan pukulan keras itu tajam. Namun bukannya takut, Rin malah kabur sambil cengengesan.

"Kalau mau membalasku, kejar aku sekarang!" Teriak Rin diselingi tawa cekikikannya.

Mau tak mau, Sesshomaru mengejarnya. Dia tidak mau kalah dari seorang gadis, bisa hancur image nya nanti. Apa yang akan orang pikirkan jika Sesshomaru, pria yang ditakuti karena sorot dinginnya dipukul oleh seorang perempuan?

Kaki panjangnya ikut berlarian mengikuti jejak langkah Rin diatas rumput taman yang disinari cahaya senja. Tangan besar itu berusaha menangkap pergelangan tangan sang gadis.

1 kali gagal, tidak apa.

2 kali gagal, masih berusaha.

3 kali gagal? Oh tentu tidak!

Sesshomaru berhasil menangkap tangan gadis lincah itu. Rin menutup matanya, bersiap merasakan balasan. Namun bukan pukulan balasan yang Ia dapat.

Kedua jari tangan lelaki itu bergerak menyentil dahi Rin, "Kena kau!"

Gadis periang tersebut sedikit meringis lalu menyentuh dahinya, "Kukira kau akan melakukan hal yang sama padaku tadi."

Pria bermarga Taisho tersebut terdiam sejenak, "Aku tidak memukul wanita," ucap Sesshomaru seraya memalingkan wajahnya. Dibalas dengan dengan anggukan tanda mengerti dari Rin, jangan lupa dengan tawa kecilnya.

Sesshomaru akui, ini cukup menyenangkan. Rasanya seperti kembali ke masa kecil. Masa dimana saat saat indah terjadi dengan dirinya yang mudah menerima orang lain. Seolah-olah, Rin telah mengembalikan masa lalu yang selalu ingin dilupakannya.

Sesshomaru merasa senang. Harinya yang dulu abu abu terasa lebih berwarna kala Ia menerima Rin disisinya. Ya, inilah yang akan terjadi jika Sesshomaru menerima gadis itu dalam hidupnya. Rasa senang, bahagia, sampai lupa akan kesedihan dan kekecewaan.

Namun.... Kehidupan itu tidak selalu manis, kan?





***





Iris emas dengan tatapan datar mengelilingi tempat makan sekolah dengan tangannya yang memegang senampan makanan. Sesekali, kepalanya menoleh ke kanan dan ke kiri mencari tempat yang sekiranya bisa dia gunakan.

Pandangan matanya berhenti di sebuah meja. Yang tentunya ada di.... Pojok kantin.

Sudah dingin, penyendiri, tukang mojok lagi, pantas saja tidak punya teman.

Sesshomaru segera duduk di kursi yang ada di pojok tersebut. Baru saja dia akan menikmati makanannya, sebuah suara riang mengagetkannya.

"Sesshomaru-sama, boleh aku duduk disini?" Siapa lagi kalau bukan Rin?

Pria itu diam untuk mengunyah makanannya. Orang-orang yang duduk di sekitar sana bersiap mendengar ucapan penolakan yang dingin.

"Hn," gumam putra sulung keluarga Taisho tersebut, mengiyakan.

Sontak, semuanya terkejut dengan jawaban Sesshomaru. Beberapa dari mereka ada yang tersedak, dan si playboy kelas kakap di sekolah pun menyemburkan minumannya pada Inuyasha, yang tentu saja dibalas jitakan oleh pria itu.

"Terimakasih!" balas Rin tanpa mempedulikan keadaan para siwa di belakangnya.

Sesshomaru tidak peduli dengan tatapan aneh yang dilayangkan oleh para siswa kepadanya. Toh, dia sudah sedikit terbiasa dengan gadis satu ini. Pria dingin tersebut melanjutkan makannya, ditemani dengan Rin yang sesekali berbicara di sela sela acara mengunyahnya.

"Nee, Sesshomaru-sama-" ucapan Rin tersebut terpotong oleh perkataan laki laki bermanik emas itu.

"Rin, bisakah kau akhiri panggilan formal itu?" tanya -atau lebih tepatnya pinta- Sesshomaru, tetap setia dengan wajah datarnya.

Gadis bersurai hitam itu terdiam sejenak untuk menelan makanannya, "Aku harus memanggilmu apa kalau begitu?"

"Apa saja, asal jangan panggilan formal itu. Kita setara disini." Secuek apapun dirinya, Sesshomaru juga berusaha untuk akrab dengan Rin, karena janjinya. Dan salah satunya mungkin adalah mengubah panggilan hormat itu. Aneh saja pikirnya.

Rin berhenti makan dan menopang dagunya dengan tangan. Dari wajahnya, dia tampak berfikir, "Sesshomaru? Tidak, itu tidak sopan. Sessho? Itu malah lebih parah. Sessho-san? Tidak cocok!"

Sesshomaru beralih pada ponselnya, membiarkan Rin mengoceh sepuas hatinya. Acara makannya sudah selesai, namun dia penasaran panggilan apakah yang akan diberikan gadis di hadapannya ini.

Tak lama kemudian, gebrakan ringan terdengar dari meja yang ditempatinya, "Aku tahu!"

Si surai putih mengangkat sebelah alisnya, menandakan bahwa Ia penasaran.

Sambil tersenyum, Rin membuka mulutnya, "Sessho-kun."

Sesshomaru membulatkan matanya. Pipinya sedikit bersemu, "P-panggilan macam itu?!"

"Katanya harus mengubah panggilan itu."

Laki laki itu memalingkan mukanya. Panggilan menggunakan suffits -kun sebenarnya tidak aneh di telinganya. Hanya saja, baru Rin seorang siswa yang berani memanggilnya dengan nama depannya. 'Taisho-kun' adalah nama yang sering Ia dengar.

Apalagi suara gadis itu yang cempreng di telinganya sedikit berubah. Dengan senyum manis dan suara lembut, Rin memanggilnya dengan panggilan yang baru Ia dengar. Siapapun akan tersipu kala melihat wajah gadis berwajah polos itu tersenyum dengan manisnya.





"Bagaimana kalau aku pakai itu saja, Sessho-kun?" tanya Rin dengan wajah tak berdosanya telah membuat pipi Titisan Kulkas itu memerah.

"Y-yaa, terserah kau saja!" ucap Sesshomaru pada akhirnya, yang hanya dibalas senyuman oleh gadis itu.

⸙͎۪۫  Seven Days || SessRinWaar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu