11.

15.7K 1.9K 52
                                    

Semua berjalan dengan semestinya, Reka dan Fino nampak lebih akrab akhir-akhir ini. Lebih tepatnya...lebih intens.

Keduaanya sudah tidak canggung lagi untuk berpelukan dan saling melontarkan kata kata sayang.

Mungkin Reka memang bisa menggaet siswi cantik disekolah. Tapi Fino amat sangat lebih berharga dibandingkan mereka semua. Jika diibaratkan, Fino itu bagaikan bunga cantik yang perlu ia sesap serbuk sari nya.

Norak memang, tapi Reka sendiri merasakan itu. Ia tak bisa menahan diri jika sekarang sudah berdekatan dengan Fino. Apalagi ketika sudah melakukan skinship. Reka amat sangat betah memeluk Fino sampai keduanya terlelap. Mengesap aroma manis yang menguar dari Fino sudah menjadi kegiatan candu baginya.

"Ka, bosen. Camping yuk!"

"Gak bisa Fin, besok lusa kan gue tanding voli."

Kini Fino hanya bisa memalingkan muka dan cemberut. Kesal! Sungguh kesal sekali. Tiba-tiba ia membenci dengan yang namanya tanding voli.

Meski hanya diam saja, tentu gerak gerik Fino telah diperhatikan oleh Reka. Ia memang sudah menerka akan respon Fino. Tapi mau bagaimana lagi, Reka meski sudah memasuki tahap bucin tetap harus profesional.

Reka menghela nafas lalu mulai merengkuh Fino, ia pangku anak itu dan dengan perlahan mengelus pipi Fino. Itu cara ampuh untuk menenangkannya omong-omong.

"Gini deh, setelah tanding voli selesai kita camping. Lalu kalau tim gue menang, lo boleh minta apapun."

Rona ceria itu kembali lagi tercetak di wajah Fino. Lalu hal yang paling Reka sukai, yaitu senyuman Fino yang sangat manis kini merekah hanya untuknya.

"Janji ya."

"Heheh iya."

_

_

_

_

"Enak ya mesra mesraan sampai ayah nya diabaikan." Theo, ayahnya Fino berucap dengan wajah sedihnya.

Hati kecilnya merasa cemburu sangat ketika melihat Fino begitu anteng bersama Reka.

Bagaimana pun Fino adalah anak satu-satunya yang selalu bergantung kepada Theo. Jadi ketika anak itu menemukan kesenangannya dengan orang lain, Theo merasa bangga, senang dan juga sedikit tak rela.

"Ayah ini, justru harus bersyukur. Kalau Fino gak ketemu Reka, mungkin kita akan kesulitan."

Kecemburuan itu segera ditepis oleh Susan sang istri. Senyuman cantiknya kini tersemat seraya menyodorkan pelan secangkir teh hangat kearah Theo.

Dibalas dengan baik, Theo mengangguk dan mulai mengingat kembali kenangan pertama kali mereka pindah kerumah ini.

Waktu itu Fino sungguh sulit diatur, bahkan untuk anak berusia 10 tahun. Dalam 1 hari, anak itu bisa mengalami tantrum sebanyak 3 kali. Sungguh membuat Theo maupun Susan kewalahan.

Belum lagi jika keinginannya terlambat dipenuhi, ia menangis sepanjang hari sampai malamnya demam.

"Yah, gimana pun kita beruntung sekarang Fino sehat."

Meski tidak bisa lepas dari keadaan littlenya, namun semakin hari Fino mampu mengendalikan emosi. Setidaknya sebagian besar itu dipengaruhi oleh Reka.

Theo dan Susan sungguh menyukai waktu luang seperti ini. Menikmati secangkir teh hangat seraya memperhatikan buah hati mereka. Meski bedanya jika dulu mereka selalu melihat Fino bermain bersama mainannya, kini Fino bermain bersama sosok yang tak pernah mereka duga. Seseorang yang meski terlihat cuek dan kasar, namun dibalik itu sungguh perhatian dan sabar.

"Dulu mereka gak sedekat itu yah bun." Theo terkekeh ketika mengingat pertama kali Fino bertemu dengan Reka.

Susan mengangguk lalu ikut tertawa pelan. Ia simpan cangkir teh nya dan bersender dibahu sang suami.

"Dulu Fino gak mau lepas dari bunda, susah banget Reka bujuk hanya buat kenalan."

Tak ada satu moment pun yang Susan lupakan mengenai Fino. Dari awal anaknya lahir, lalu tumbuh meskipun dengan kekurangan dan keterlambatannya. Semuanya sungguh melekat di hati Susan.

Lalu tanpa sadar semua putaran memori itu membendung sebuah luapan emosi yang kental, hingga Susan tak sadar jika ia sudah menangis.

"Ini salah Bunda yah, harusnya dulu bunda dengarkan apa yang Ayah nasihatkan."

Kini dihati keduanya ada sebuah luka yang sama. Perasaan sakit yang sama.. Perasaan bersalah.

"Ini bukan salah bunda. Dokter bilang belum ada penyebab pasti untuk kasus Fino kan."

Penyebab utama little space pada umumnya karena stress, trauma dan masalah krisis identitas menuju kedewasaan. Tapi Fino berbeda, sejak lahir memang sudah ada gangguan pada saraf motorik Fino. Semua perkembangannya sebagai bayi begitu lambat. Lalu semakin hari semakin parah...

Hingga beberapa perkembangan sesuai usia tak memenuhi. Fino bahkan bisa mengucapkan sepatah kata ketika menginjak usia 3 tahun.

Meski begitu, anak itu sudah membuktikan bahwa ia bisa hidup sampai saat ini. Ia buktikan kepada Theo dan Susan yang sudah beberapa kali hampir menyerah.

Dan lihat itu, didepan mereka Fino bebas tertawa dan mengungkapkan emosinya. Ia bisa bersekolah seperti anak lainnya meski sedikit lambat dalam memahami pelajaran. Fino sudah berhasil berjuang.

"Jadi Bunda tidak perlu merasa bersalah karena kita sudah sampai ditahap ini."

Theo memeluk Susan dengan lembut lalu mencium sayang kening sang istri. Setelah itu mulai membubuhkan beberapa ciuman lainnya.

Mereka tak sadar jika Fino sedari tadi hanya memperhatikan. Mata jernih nya melihat dengan jelas bahwa kedua orang tua nya terlihat bahagia saat ini.

Secara alamiah, Fino mendekat kearah mereka dan memeluk keduanya dengan tiba-tiba. Mendusel pelan kearah sang Bunda lalu terpejam seraya terkekeh pelan.

Itu... Kebiasaan Fino ketika dirinya merasa senang.

"Aih anak ayah, setelah kenyang sama Reka sekarang mau rebut bunda ya?"

Ucap Theo dengan nada jahilnya. Tangannya tak bisa diam untuk mengganggu Fino yang kini malah semakin melekat pada ibunya.

Iya, semua itu terjadi secara alamiah. Mata Fino itu tak bermasalah, ia selalu melihat kelelahan kedua orang tuanya. Jadi ketika melihat keduanya tersenyum senang, Fino juga ingin ikutan merasakan. Karena ia sungguh paham, dirinyalah yang terkadang melunturkan senyuman bahagia itu. Berganti dengan tatapan sendu dan letih.

Sore itu berakhir dengan acara peluk pelukan dadakan. Dan Reka menjadi obat nyamuk sekarang. Mau ikutan juga tidak mungkin, Reka masih waras untuk paham dengan keadaan keluarga ini.

"Aduh... Tidur ternyata."

Susan terkekeh pelan ketika mendengar suara dengkuran halus dari Fino. Anaknya itu nampak berkali lipat lebih manis ketika tertidur. Hal yang paling ia sukai...

"Biar Reka aja tante, om. Kalian lanjut saja mesra mesraannya."

Reka segera menggendong Fino dan tersenyum jahil kearah Theo dan dibalas gelengan lelah.

"Bilang saja kamu mau embat Fino."

"Hehe, ijin ya om."

Reka segera membawa Fino menuju kamarnya. Sebelum om Theo berbicara panjang lebar, lebih baik ia segera membaringkan Fino dikasur empuknya kan.

Reka berbaring berhadapan dengan Fino. Memperhatikan wajah damai itu yang sepertinya sedang menyulam mimpi indah. Buktinya Fino tidur dengan senyum tipis tercetak diwajahnya.

Chuup

"Sleep tight."


























***
Tbc
Sesekali Ayah dan Bunda Fino nya muncul iya kan🐒

My Boyfriend has a Little Space [1]Where stories live. Discover now