“Tentu, aku selalu memiliki seseorang di belakangku. Setidaknya ketika aku terbunuh, mereka bisa membawa jasadku lebih cepat daripada para pembersih,” ucap Alexa dengan tawa palsu. Membuat lelucon agar rasa takut akan kematian dalam hati kecilnya tidak membesar.

“Kau akan hidup lama, Nyonya Luciano. Jika mereka tahu siapa dirimu sebenernya, tidak akan ada yang berani mendekatimu.” Xander tersenyum tipis dengan penuh kepercayaan.

“Kenapa tidak berani? Aku bukan hantu. Aku adalah wanita paling cantik dikeluargaku.”

“Aku tidak mengatakan jika kau menyeramkan seperti hantu, tetapi orang-orang tidak memiliki keberanian yang cukup untuk bisa berhadapan langsung denganmu dan menatap kedua mata cokelat indah itu,” ucap Xander dengan senyum menggoda. Ia dengan cepat beralih pada pistol yang masih setia wanita itu genggam, tampak familiar.

Revolver Nagant M1895, senjata bersejarah yang Alexa dapatkan saat pertemuan dengan keluarga Salvatore untuk mengunjungi Crysta dan pergi ke pemakaman John untuk berdoa. Sebuah revolver dengan segel gas tujuh tembakan yang dirancang dan diproduksi oleh desaine senjata Belgia, Léon Nagant, pada akhir abad ke-19 untuk Kekaisaran Rusia.

“Mengapa kau menggunakan revolver tua? Desainnya melelahkan dan kau membutuhkan waktu lebih untuk memuat ulang, kau harus mengeluarkan setiap kartrid bekas secara manual dan mengisi ulang satu kartrid sekaligus melalui gerbang pemuatan, sistemnya sudah usang.”

Alexa menatap datar Xander. “Ini sudah dimodifikasi. Dia membutuhkan lebih sedikit pengerjaan mesin daripada desain yang lebih modern.”

“Kau akan bertarung dengan itu?”

Bayangan serius melintas di wajah Alexa, sejenak menghilangkan kegembiraannya. “Tidak, hanya untuk berjaga-jaga. Ini adalah hadiah dan aku menyukai warnanya. Ini juga diproduksi di Yunani, aku suka Yunani.”

Xander menghela napas, mendesis, “Wanita memang sulit dimengerti.”

Pria itu kemudian berdiri dan mengeluarkan telepon genggamnya dari balik saku jas. Ia menghubungi seseorang untuk membersihkan jejak-jejak mereka dan mengurus kedua mayat yang tergeletak di jalan. Sementara menunggu para pembersih tiba, mereka memutuskan untuk memasukkan kedua mayat ke dalam bagasi mobil polisi dan melanjutkan perjalanan mereka.

Di dalam mobil, mereka kembali berbincang tentang banyak hal. Hingga saat mereka sampai di persimpangan, Alexa meminta Xander untuk mengubah arah dan mereka akhirnya berhenti di sebuah swalayan. Xander berpikir jika Alexa mungkin sedang lapar. Ia segera keluar dan membukakan pintu mobil untuk wanita dengan jaket kulit itu.

Tanpa banyak bicara, Alexa segera keluar dan hanya mengatakan bahwa ia ingin membeli sesuatu. Ia ingin pergi sendirian sementara Xander menunggu di dalam mobil. Pria itu menolak, tetapi ia tidak bisa memaksa untuk terus berada disamping Alexa jika wanita itu tidak ingin ditemani.

Meskipun hanya pergi ke swalayan, bagi Xander semua tempat berbahaya karena ia berada di dunia para mafia. Tidak ada tempat aman selain pemakaman dengan namanya yang terukir diatas batu nisan. Xander menatap Alexa dengan sedikit kekhawatiran di matanya, tetapi pada akhirnya ia membiarkan Alexa melakukan apapun yang diinginkannya.

“Kau ingin sesuatu?”

“Cola.”

“Baiklah, Tuan Monroe.”

Alexa pergi dengan senyum lebar, menghangatkan hati Xander. Tak berselang lama, Alexa kembali dengan beberapa buah segar, susu kotak, cola, dan dua es krim di dalam keranjang belanjaan. Ketika ia masuk ke dalam mobil, ia menjelaskan, "Aku ingin memberikan janin ini makanan yang sehat. Aku sudah banyak belajar tentang menjaga kesehatan ibu dan janin selama kehamilan ini."

The Devil ✓Where stories live. Discover now