[S2] Chapter 34

4.1K 372 10
                                    

"My moral in life is simple, you treat me good and I'll definitely treat you better."
᚜ XANDER ᚛
⚜⚜⚜

Xander perlahan menyadari bahwa Alexa telah mengatur sebuah perangkap. Ia baru saja ingat jika beberapa hari lalu dua pria tak dikenal sempat menemui mereka yang sedang menikmati cokelat panas di pinggiran kota Roma. Kedua pria itu adalah mereka yang saat ini tergelatak tak bernyawa di dekat mobilnya.

Saat itu Xander mengesampingkan kecurigaannya dan berasumsi jika para pria itu adalah turis yang sedang menikmati keindahan Roma. Ia percaya jika Alexa pasti akan langsung bertindak ketika melihat gerak-gerik mencurigakan dari orang-orang disekitarnya. Benar saja, wanita itu memiliki rencananya sendiri untuk menghadapi orang asing yang mencoba mendekatinya secara terang-terangan. Alexa sangat jenius, sama seperti mantan istrinya.

Alexa mengeluarkan sebuah pistol dengan peredam suara dari tas kulit hitam miliknya. Ia mendekati pria dengan perut sedikit buncit yang kemungkinan berusia lebih dari empat puluh tahun. Kedua mata hazel itu masih terbuka dan ia segera menutupnya karena mulai merasa tidak nyaman.

"Kau mengenali mereka, Alexa?" bisik Xander, mulai berjongkok dengan tatapan menelisik.

Sejenak Alexa terdiam, namun senyumnya semakin melebar, matanya berkilauan seperti menemukan sebuah harta karun yang telah lama ia cari-cari. "Kau lihat ini?" Alexa menunjuk sebuah tato katedral dileher korbannya. "Informanku mengatakan jika Bratva telah merekrut orang-orang baru, mungkin mereka beranggapan jika lebih banyak pasukan akan membuat mereka semakin tak terkalahkan. Mereka melatih para tahanan yang baru saja bebas dari penjara selama beberapa bulan, lalu mengirimnya untuk membunuh mantan anggota CIA dan detektif profesional? Aku tidak mengerti mengapa mereka menggunakan pion untuk membunuh ratu."

"Pengorbanan pion tidak akan sia-sia, berkat dia, ratu musuh bisa dikalahkan," ucap Xander sembari memperhatikan wajah pria dihadapannya, lalu memandang Alexa dengan tatapan tegas. "Mereka ingin para pion membuka jalan untuk mengetahui kelemahanmu, strategi bagus tetapi sangat gegabah, mereka tidak tahu siapa yang sebenernya sedang mereka hadapi."

"Aku tidak yakin berapa banyak orang yang telah bergabung dengan Ivanov."

“Kurasa cukup untuk mengalahkan para penjaga digerbang depan,” Xander menghela napas panjang. “Aku pernah melihat tato seperti ini saat menjalankan misi di Moskow. Tato itu mewakili waktu yang dihabiskan di penjara, banyak kubah gereja menunjukkan jumlah hukuman yang telah mereka jalani selama hidup mereka. Tetapi orang-orang ini tampaknya hanya beberapa tahun di penjara dan Bratva langsung menawarkan misi bunuh diri? Mengapa mereka merekrut keparat rendahan seperti ini?”

"Keparat rendahan?" Alexa memandang sinis laki-laki disampingnya. Untuk pertama kalinya ia mendengar Xander memaki. Perkataan pria itu mengingatkannya pada Jason yang selalu berkata kasar ketika tidak suka dengan seseorang. Sudah lama Alexa tidak mengunjungi sang kakak yang sering mendapat hukuman dari kakek dan bibinya. Ia sudah memiliki rencana untuk menemui Jason di Hawai dalam dua minggu.

"Apa aku salah?"

"Sangat benar," Alexa tersenyum bangga.

"Mengapa kau langsung membunuh mereka? Aku belum mendapatkan informasi apapun dari mereka."

“Aku sudah muak diawasi, Xander. Bratva telah memantau setiap langkahku selama berminggu-minggu, memantau aktivitasku. Tetapi mereka tidak tahu bahwa aku merencanakan permainan sendiri dengan sangat hati-hati."

“Lalu siapa yang membunuh mereka? Kau membawa orang lain?”

Alexa tersenyum senang, seakan-akan ini adalah sebuah permainan yang selalu ia mainkan ketika suasana hatinya sedang buruk. Sama seperti saat Leone berhasil membuat para musuhnya berteriak memohon ampunan. Tuhan mungkin mengampuni mereka, tetapi tidak dengan Leone dan Alexa.

The Devil ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang