Part 14: Pengen nikah muda

1.1K 287 63
                                    

Note: jumlah kata nyaris 3000, awas bosan

***

Part 14: Pengen nikah muda

Mari berguru pada Sensei spesialis nikah muda, Bang Adi.

Kebetulan abangnya pulang, dan rencananya akan menginap beberapa hari. Mari berdamai, meski berat jiwa-raga untuk tak berperang sehari saja, sebab abangnya itu memang sangat menyebalkan. Bersiap-siap diperbudak, seperti pada zaman penjajahan, hitung-hitung simulasi ospek Maba.

Kalau biasanya Mahes mengutuk buruk kedatangan abangnya, kali ini ia amat menyambut baik kedatangannya, bahkan kalau abangnya bersedia disambut dengan pertunjukan marching band, Mahes siap menyewanya. Demi Sensei terhormat.

"Abang!" Mahes memeluk lengan abangnya yang tengah bersantai dengan membaca sebuah majalah di sebuah sofa. Sementara Abangnya menggeliat sebagai bentuk penolakan.
"Makan apa tadi pagi?" tanya Adi, dengan nada bicaran dingin.

"Ngemil makanan kucing."

"O, pantes."

Garis wajah Mahes dan Adi memang mirip, yang membedakan ada pada kulit Adi yang sawo patang, sementara Mahes kuning langsat. Perbedaan mencolok lainnya adalah kewarasan. Adi jauh lebih waras, cool, dan kalem, sedang Mahes ... hm, ya, begitulah. Kalian tahu sendiri.

Orang-orang juga akan dengan mudah menebak kalau mereka kakak-beradik melalui kemiripan garis wajah. Namun kalau menilai mereka dari sifat, sikap, adap, perilaku, sopan santun, siapa yang percaya jika Mahes merupakan adik kandung Adi?

"Katanya, adik tuh, lebih ganteng dari abangnya ya?" Pertanyaan permulaan sebagai basa-basi sebelum menuju inti.

"Kata siapa?"

"Kata Papi gue lebih ganteng daripada elo."

Bahu Adi naik, lalu turun, tak acuh pada kerandoman adiknya itu.

"Terserah, yang penting kata istri, gue lebih ganteng dari lo!"

"Iya deh, yang bucin!"

Kadang bayangan nikah muka sekelebat terlintas di pikirannya. Kelihatannya seru, bisa puas mesra-mesraan tanpa takut dosa dan terciduk, punya anak, lalu hidup bahagia. Itu yang ia lihat dari kehidupan abangnya.

Setelah lulus SMA, baru jadi Maba, abangnya menikah sambil kuliah. Istrinya tak keberatan hamil meski sedang menjadi mahasiswa. Awal mereka menikah, memang masih bergantung pada orangtua, kemudian mencoba membangun usaha masker yang modalnya dibantu orangtua, tentunya. Merangkak, kemudian belajar berdiri, dan sekarang usahanya sukses besar, hingga menghasilkan omset luar biasa.

"Enak nggak, nikah muda Bang?" Sesi ini pun dimulai. Abangnya yang tak pandai berekspresi hanya memandangnya sesaat, kemudian fokus membaca majalah lagi.

"Ada enak, ada nggaknya," cetusnya.

"Enaknya di bagian mana Bang?"

"Puas."

"Puas apa?"

Adi melirik sinis dari sudut matanya."Jangan sok polos!"

Oke, Mahes mengerti. Kata 'puas' merujuk pada ... kegiatan bercocok tanam. Bahkan pikiran Mahes belum sampai pada tahap itu, Mahes tak tahu cara melakukannya.

"Terus apa lagi enaknya?"

"Ada yang masakin, nyuciin baju, tidur nggak sendirian, punya penyemangat, dan nggak takut diciduk pas lagi mesraan!"

"Lo nyindir gue?"

Teringat saat di mana Mahes dan Nindi kepergok pacaran di teras oleh abangnya. Saat itu, Mahes benar-benar tidak punya muka di depan abangnya. Sejak Kejadian itu berlalu, Mahes kapok pacaran di rumah, dan itu sebabnya ia ingin nikah muda.

GUE CANTIK, LO MAU APA?! (End)Where stories live. Discover now