"Cinta pun seperti hidup. Ada perjuangan di dalamnya, yang dimana disetiap perjuangan ada liku-liku yang tak mudah ditempuh, hingga tak selamanya ada kebahagiaan."
-Aletta Zea Nugroho
Warning⚠️!!
...
Hoppla! Dieses Bild entspricht nicht unseren inhaltlichen Richtlinien. Um mit dem Veröffentlichen fortfahren zu können, entferne es bitte oder lade ein anderes Bild hoch.
"Makasih ya kak, sampe anterin aku pulang segala," ujar Audrey pada Zeze, merasa tak enak pada kaka kelasnya itu.
"Gak apa apa kali, Drey. Kan aku yang ajak kamu," balas Zeze sembari tersenyum.
Setelahnya ia hendak melanjutkan perjalanannya menuju rumahnya. Namun sosok lelaki bertubuh jangkung itu menghalangi mobilnya. Membuat gadis itu mengurungkan niatnya. Zeze menyipitkan matanya untuk melihat dengan jelas sosok lelaki itu.
"Lho Devan? Kamu ngapain?"
"Mmm, kalau gitu aku masuk duluan ya Kak Zeze," pamit Audrey karena takut akan mengganggu Devan dan Zeze.
"Eoh iya, Drey," balas Zeze.
"Kamu ngapain aja sama Audrey? Kok lama banget?" Tanya Devan memasang wajah khawatirnya.
Zeze tersenyum membalas ucapan Devan. Kemudian ia kembali teringat momen di kafe bersama Audrey tadi. Terlebih saat Audrey menerima tawarannya dengan antusias.
Flashback on
"Aku? Lomba debat Bahasa Inggris?" tanya Audrey sambil menunjuk dirinya.
"Iya, kamu mau?"
"Kakak seriusan ngajak aku?" tanya Audrey dengan wajah bahagianya. Jelas saja! Mengikuti lomba debat Bahasa Inggris adalah impiannya sedari dulu.
Zeze mengangguk. "Iya Audrey. Gimana? Mau?"
Audrey mengangguk antusias. "Mau kak, aku mau banget malah," balas gadis berambut kecoklatan itu.
Zeze tersenyum. "Terimakasih, Audrey."
Audrey menggeleng, ia juga tersenyum membalas Zeze. "Nggak kak, harusnya aku yang bilang makasih. Terimakasih, Kak Zeze."
"Terimakasih kembali, Audrey."
Flashback off
"Hei? Ditanya ko malah senyum-senyum aja," Devan menarik pipi kanan Zeze dengan gemas karena gadis itu terus saja tersenyum.
"Ih sakit!" rengek Zeze, namun Devan malah semakin menarik pipi gadis itu hingga lebar.
"Aku bahagia banget hari ini," ucap Zeze tiba-tiba.
"Bahagia? Kenapa?"
"Aku juga gak tahu kenapa. Tapi mungkin karena bisa banyak cerita ke Audrey tadi," balas Zeze. Membuat Devan bingung.
"Cerita? Curhat gitu maksud kamu?"
Zeze mengangguk membenarkan ucapan Devan. Ia lalu terbayang ketika ia sedang mengobrol bersama Audrey tadi. Sungguh, rasanya sangat menyenangkan. Baginya, Audrey terasa seperti adiknya sendiri yang bisa berbagi suka dan duka. Padahal hari ini merupakan hari pertamanya mengobrol dengan gadis itu. Tapi entah kenapa rasanya keduanya terasa sangat dekat.