Siapa Yang Menghamili Della?

3K 306 22
                                    

.

Tepat pukul delapan pagi aku sudah berada di kantor. Setelah tiga hari aku izin cuti karena kupikir Mas Haris kecelakaan pesawat. 

Saat aku baru keluar dari lift, dan hendak melangkah ke ruangan. Beberapa mata memandangku dengan tatapan aneh, entah apa yang mereka pikirkan terhadapku.

Aku tak menghiraukannya, masih terus berjalan sampai ke meja kerja. Di sebelah rekan kerjaku sudah duduk dan menyambutku seraya menarik tanganku hingga terduduk.

“Ada apa sih, Hen?” tanyaku seraya meletakkan tas di meja.

“Eh itu serius yang beredar di medsos, suami lo?” 

“Iya.”

“Ya ampun, Ra. Dan lo sesantai ini?”

“Trus gue harus gimana? Gue juga udah minta cerai kok.”

“Lo ngalah?”

“Bukan gue ngalah, lagi juga ngapain gue pertahanin suami yang udah jelas-jelas selingkuh. Dan gue juga nggak tahu dia nyelup di mana aja.”

Aku sebenarnya malas membahas masalah itu lagi. Namun, kalau diungkit, rasanya mulut ini pun pasti akan berapi-api menceritakan semuanya.

“Ya pantes lah kalo suaminya Yura selingkuh, selingkuhannya lebih cantik, masih muda. Gue denger sih anak kuliahan gitu. Makanya, Ra. Kalau udah bersuami itu harus pinter dandan, jangn kusam begitu muka. Penampilan juga harus dijaga, biar suami kita nggak ngelirik ke perempuan lain.” Suara Metta, rekan kerjaku yang lain menimpali.

Aku hanya menunduk lalu menghidupkan  layar monitor di depanku. Tak ingin debat, karena percuma juga. Aku pasti kalah.

“Iya, Ra. Coba lo sekali sekali dandan deh. Pasti cantik, kalau masalah berat badan, banyak kok cowok yang mau nerima cewek gemuk. Tapi yang utama emang wajah sih.” Kali ini Heni malah tambah membuatku memanas.

“Temen lo bilangin tuh, Hen. Kita sebagai perempuan, jangan mau diinjek-injek sama perempuan lain,” ujar Metta lagi. “Rebut suami lo dari tangan pelakor, jangan mau kalah lah,” sambungnya lagi kali ini berapi-api.

Aku yang melihat jadi merasa terharu. Sebenarnya mereka peduli, sayangnya aku sudah muak dan jijik melihat suamiku dan adikku sendiri. Mungkin memang ini jalan yang terbaik untukku.

“Makasih, Ta. Lo peduli sama gue. Tapi, gue udah pisah laki gue. Gue minta cerai, karena gue nggak mungkin terima dia yang udah jelas-jelas bikin gue kecewa.” Aku berusaha untuk tegar.

“It's Ok. Itu pilihan lo, dan mungkin juga kalau terjadi sama gue, ya gue juga nggak tahu deh bisa kuat apa enggak.” Metta lalu melenggang ke kursinya.

Drama pagi ini pun selesai, mereka yang tadinya kasak kusuk di belakang, sudah tidak lagi terdengar suaranya.

“Lo yang sabar, ya, Ra. Gue tahu ini berat banget buat lo pastinya. Video itu udah kesebar pasti, dan gue yakin sih. Suami lo juga pasti malu banget.” Heni mengusap bahuku pelan, mencoba menguatkan.

Seandainya dulu mereka mau jujur. Kalau Mas Haris memang menyukai Della, kenapa harus menikahiku? Mungkin aku juga nggak akan sesakit ini sekarang. Meskipun aku mengikhlaskannya, tapi hati ini memang tak pernah bisa bohong. Mengingat perhatian yang pernah diberikan Mas Haris dulu, tapi apa dia benar-benar tulus?

.

Sorenya, aku pulang ke rumah Ibu untuk mengetahui siapa yang sudah menghamili Della. Apakah pria itu Mas Haris? Tapi, mana mungkin, Mas Haris dinyatakan mandul oleh dokter.

Rumah dengan pagar berwarna hitam itu tampak sepi. Ibu memang hanya tinggal bersama Della, karena kedua kakakku yang sudah menikah memiliki rumah masing-masing. Sebenarnya dulu Ibu ingin aku tinggal bersamanya, tapi Mas Haris menolak tinggal di sini karena ibunya sendirian.

Della diangkat oleh Ibu dan Ayah sejak berusia sepuluh tahun. Saat itu rumah kedua orang tuanya mengalami kebakaran. Della yang baru pulang sekolah itu pun mendapati kedua orang tuanya mati terpanggang. Diduga, cekcok yang dialami pasangan suami istri itu.

Ibu bilang, keluarga Della memang sering ribut, dan kasihan melihat Della. Keluarga besar orang tua Della tidak ada yang mau menampungnya, mereka bilang Della anak sial. 

Merasa kasihan, akhirnya Ibu mengangkat Della sebagai salah satu keluarga kami. Aku tidak pernah menyangka, balasan yang dia berikan pada keluargaku yang sudah membesarkan dan merawatnya selama ini.

Bahkan Ayah sampai berkerja lembur demi mencukupi biaya kuliahnya yang mahal itu. Sampai Ayah meninggal setelah setahun aku menikah dengan Mas Haris, Della pun kami bertiga yang membiayai kuliahnya.

Ayah memang sangat baik, dia pria yang paling tulus mencintai dan menerima Ibu apa adanya. Dulu, Ibu pun pernah menjadi janda setelah enam bulan menikah, suami pertamanya pun ketahuan selingkuh. Sampai Ibu meminta cerai dan akhirnya bertemu dengan Ayah. Kenapa nasibku sama dengan Ibu?

Apakah aku bisa mendapat laki-laki sebaik Ayah?

“Assalamu’alaikum,” sapaku seraya mengetuk pintu rumah Ibu.

“Waalaikumsalam, Yura.” Ibu yang membukakan pintu tersenyum menyambutku.

Aku lalu meraih tangannya dan mencium punggung tangannya. Lalu duduk di ruang tamu. Keadaan rumah Ibu selalu bisa membuat hatiku tenang, dan juga nyaman. 

“Nduk, gimana tadi di jalan, macet nggak? Mau makan dulu apa mau mandi dulu? Ibu masak makanan kesukaan kamu. Gulai nangka sama telur balado.” Ibu yang duduk di sebelahku mengajakku untuk makan.

Mendengar masakan Ibu jelas membuat perut ini berbunyi. Seolah cacing di dalam menjerit meminta jatah.

“Iya, Bu.”

“Nanti Masmu pada ke sini juga sepulang kerja.”

“Della mana, Bu?”

“Ada di kamarnya, dari kemarin dia nggak kuliah. Bilangnya nggak enak badan,” jawab Ibu seraya berbisik.

Aku tahu Ibu sangat sedih memikirkan Della. Dilihat dari kedua matanya saat aku bertanya tentang gadis itu. Begitu juga denganku, pernikahanku dengan Mas Haris tak kunjung diberikan momongan, sementara Della? Dia bahkan hamil tanpa tahu siapa yang sudah menghamilinya. Ah aku yakin dia tahu, tapi pasti dia sembunyikan.

Aku sudah duduk di kursi ruang makan. Ibu mengambilkan nasi untukku, aku pun mengajaknya makan bersama. Tapi Ibu bilang sudah makan tadi bersama Della.

“Ibu beneran udah makan?” tanyaku sambil membelah telur bulat yang dibalado, menyingkirkan bagian kuningnya ke pinggir piring. Karena aku tidak suka.

Meskipun aku suka telur balado buatan Ibu. Tapi untuk makan kuning telurnya, tidak pernah sekalipun aku memakannya. Entah, rasanya dimulut lengket dan tidak enak. Padahal orang bilang vitaminnya ada di telur yang berwarna kuning.

“Ibu penasaran, siapa yang sudah menghamili Della, Ra. Kamu tahu nggak kira-kira siapa? Atau mungkin dia pernah curhat sama kamu, atau ngenalin pacarnya ke kamu?” tanya Ibu sambil menatapku.

Aku mengunyah perlahan makanan yang sudah masuk ke mulut. Sesekali melihat ke arah Ibu dan tersenyum getir. Aku merasa iri, karena Ibu begitu perhatian dengan Della. Sampai Ibu lupa sama masalahku dan Mas Haris.

“Loh, emange Ibu ndak tahu kalo Della selingkuh sama suamine Yura,” celetuk seorang wanita yang tiba-tiba sudah berada di belakangku.

.


Cantik Usai BerceraiWhere stories live. Discover now