Video Syur

2.2K 283 26
                                    

.

Lemas dan rasanya tak berdaya sama sekali. Dalam hati aku berdoa semoga Mas Haris selamat, dan bisa kembali ke rumah ini seperti dulu lagi. 

Aku berjalan dengan gontai menuju ruang keluarga. Kulihat Ibu yang masih sesenggukan menatap televisi. Aku mendekatinya, lalu meraih tubuhnya. Kupeluk erat hingga kami berdua menangis bersama.

“Mas Haris di pesawat itu, Bu,” ucapku lirih. 

“Enggaaak. Hariiis, kamu pasti kuat, Nak. Kamu pasti bisa selamat, kamu kan jago renang, Naaak.” Histeris, suara ibu mertuaku menatap televisi yang memberitakan kalau titik terakhir pesawat S berada di atas kepulauan seribu.

Mas Haris, aku berharap kamu akan pulang. Sambil melihat ke arah ponsel, menunggu pesan dari suamiku, aku yakin dia orang yang kuat. Aku belum sanggup jika harus kehilangan dirinya untuk saat ini.

“Yura, kamu telepon ke bagian informasi di bandara. Cepat!” titah Ibu.

Benar juga? Aku mencari nomor telepon cutomer service dari maskapai tersebut, sambungannya selalu sibuk. Pasti semua orang yang keluarganya naik di pesawat itu pun sedang berusaha menghubungi pihak maskapai.

“Sibuk, Bu,” kataku pasrah.

“Ya trus gimana? Masa kita diam saja. Haris pasti butuh pertolongan kita, Ra. Atau kamu ke bandara saja?” 

“Ibu tenang ya, kita tunggu sampai kabar beritanya jelas. Semoga pesawat yang ditumpangi Mas Haris nggak kenapa-kenapa.” Aku berusaha menguatkan Ibu mertuaku.

Jujur saja, hati ini rasanya seperti teriris, jika memang benar pesawat yang ditumpangi Mas Haris mengalami hilang kontak. Dan yang sudah-sudah biasanya tidak ada penumpang yang selamat dalam kecelakaan tersebut.

Ya Allah.

.

Aku dan ibu mertuaku berdoa sepanjang hari, sepanjang malam. Tiga hari sejak kepergian Mas Haris ke Pontianak, sampai sekarang belum ada kepastian. Namun, saat melihat nama yang terdaftar di manifes tersebut, rasanya aku benar-benar tak kuat. 

Nama Mas Haris ada di dalam daftar para penumpang yang ikut dengan penerbangan itu. Jelas, karena memang pagi itu dia mengupload foto tiket.

Puing-puing pesawat pun sedikit demi sedikit mulai ditemukan. Sepertinya sudah tidak ada lagi harapan untukku bertemu dengan suamiku lagi.

Di hari ketiga ini, aku dan Ibu berinisiatif untuk menggelar tahlil di rumah. Bahkan ibuku pun ikut datang bersama kedua kakak laki-lakiku. Mereka memberikanku semangat, memintaku untuk ikhlas dan tabah menerima semua ini.

Tak hanya itu, rekan kerjaku pun berdatangan mengucapkan bela sungkawa. Karena sejak hilangnya pesawat itu, aku terus menulis status di media sosial, meminta doa pada teman-teman agar suamiku bisa selamat.

Ibu mertuaku lemas, ia tak enak makan. Bahkan susah tidur, hanya bisa menangis sambil memeluk foto Mas Haris.

“Nduk, kamu yang tabah, ya.” Ibuku yang duduk di sebelah kananku mengusap lembut punggung ini mencoba memberikanku kekuatan.

Aku hanya mengangguk saja, sementara ibu mertuaku menyendiri di kamar. Dia bilang melihat banyak orang yang mengaji untuk Mas Haris, membuatnya semakin sedih.

Namun, dari sekian tamu yang hadir. Aku tak melihat Della adik angkatku, ke mana dia?

“Della nggak ikut, Bu?” tanyaku.

“Loh, gimana tow, kamu. Della itu lagi ada acara kampus, sudah tiga hari. Besok mungkin pulang. Katanya sih acara anak baru, kaya ospek gitu.”

“Oh.” 

Entah mengapa pikiranku tak nyaman ya? Apa benar Della pergi acar kampus. “Acaranya di mana, Bu?” Aku merasa ini bukan hanya kebetulan, karena aku sempat membaca pesan Della waktu itu yang mengatakan kalau sampai ketemu besok ya, Mas.

“Bilangnya di Bogor.”

“Oh ya?”

“Kenapa tow?”

“Enggak apa-apa, Bu.” 

Perasaanku makin tak keruan. Semoga saja apa yang ada dalam pikiranku ini tidak benar. Della dan Mas Haris tidak sedang bersama. Karena nama Mas Haris benar-benar ada di daftar penumpang pesawat tersebut.

Tiba-tiba saja, saat kami sedang membacakan yasin bersama. Sahabatku Lia datang dengan wajah pucat dan tergesa menghampiriku, lalu menarik tanganku menjauh dari yang lain.

“Ada apa?” tanyaku berbisik, tidak enak dengan warga yang berada di ruang tamu.

“Lo udah lihat belum?”

Aku mengernyit, “Lihat apa?”

“Suami lo.”

Aku terdiam. Bagaimana aku bisa melihat jenazah Mas Haris? Aku pun menggeleng lemah.

“Suami gue kan di pesawat itu, Lia.”

“Enggak! Suami lo masih sehat, dia nggak naik pesawat itu.”

Aku tertegun sesaat, “Nggak mungkin, namanya ada kok.”

“Iya, namanya emang ada. Dia juga sudah chek in. Tapi semua hanya alibinya suami lo doang buat bisa pergi sama selingkuhannya.”

“Ha? Kok bisa?”

Dadaku benar-benar berdebar, tak sabar dengan apa yang akan diungkap oleh sahabatku ini. Lia merogoh tasnya, lalu mengeluarkan ponsel. 

“Lihat! Gila ya, tuh perempuan. Bener-bener nggak ada akhlak. Lo di sini sama keluarga lo and keluarga suami lo lagi berduka, ngira dia ikut jadi korban kecelakaan pesawat. Tapi kenyataannya, dia bikin video mesum sama selingkuhannya.”

Mataku memanas melihat adegan syur dalam video yang diperankan oleh suamiku dan Della. Sumpah, aku muak dan jijik melihat mereka.

Aku berbalik badan menuju ruang tamu, hendak membubarkan warga yang sedang mendoakannya.

“Ibu-ibu, Bapak-bapak. Stop! Pengajiannya distop saja. Terima kasih sebelumnya, lebih baik manusia seperti Mas Haris tidak perlu didoakan. Biar saja dia mati dimakan ikan hiu,” ucapku kesal.

Lia mencoba menenangkanku dengan mengusap bahuku pelan. “Sabar, Ra. Lo harus sabar.”

“Ada apa sih, Nduk?” tanya Ibuku yang beranjak dari duduk dan menghampiri.

“Aaaaaa  ... tidaaaakkk   ....” Suara jeritan dari dalam kamar membuatku dan yang lainnya terkejut.

Aku berlari melihat kondisi ibu mertuaku. Kedua matanya melotot tajam ke atas, dengan tubuh terlentang, dan tangan kanannya memegang ponsel.

Aku mendekat, begitu juga dengan ibuku dan Lia. Kami melihat ponsel ibu mertuaku yang menyala, memutar adegan syur yang dari dalam ponsel tersebut. Ibu melihatnya.

“Innalillahi wa innalillahi rojiun,” ucap kakak pertamaku yang ikut masuk kamar, karena mungkin dia juga cemas.

“Kenapa, Mas?” tanyaku melihat Mas Doni baru saja memeriksa denyut nadi Ibu dan napas di depan hidung Ibu.

“Ibunya Haris meninggal dunia.”

.

Bersambung 

Cantik Usai BerceraiWhere stories live. Discover now