1. Kegelapan Malam

291 3 0
                                    

Ayra tidak bisa berhenti mengomel saat Pak Dery atasannya memutuskan untuk mengirimnya tes magang ke cabang baru. Padahal dia sudah bekerja dengan giat dengan alasan agar segera mendapatkan kenaikan jabatan. Tapi, bukannya naik jabatan, malah dirinya di pindah tugaskan ke cabang baru di sebuah desa terpencil.

Ayra seorang wanita berusia dua puluh delapan tahun yang sudah lima tahun bekerja di sebuah perusahaan ritel sebagai tim bagian pemasaran.

Ayra termasuk pegawai teladan yang hampir setiap tahunnya menerima perhargaan. Tapi siapa sangka keinginan serta haapan untuk naik jabatan harus tertunda dulu sebab dirinya harus menjalani proses tes magang di cabang perusahaan yang baru.

"Jahat banget! kenapa gak langsung naik jabatan aja sih, kenapa mesti di ospek dulu." Fera ikut berdecak kesal.

Ayra menarik napas frustasi. "Gini amat nyari rejeki."

"Sabar ya beb." hibur Fera yang juga ikut kesal. Padahal jauh-jauh hari mereka berdua sudah percaya diri mengira Ayra akan naik jabatan dan sudah merencanakan pesta makan-makan. Tapi siapa sangka semuanya langsung batal begitu saja.

Jadi, sebelum kenaikan jabatan, beberapa kandidat yang akan menerima kenaikan jabatan itu harus di kirim terlebih dahulu di berbagai cabang baru untuk di tes kelayakannya. Para pegawai yang masuk daftar kenaikan jabatan akan di kirim ke berbagai cabang baru itu untuk ditugaskan mengelolahnya yang tentunya masih dalam pengawasan para atasan. Seluruh pegawai terpilih akan menjalani masa pelatihan selama tiga bulan, sebelum akhirnya seleksi tahap akhir adalah pengumuman dua orang yang akan berhasil mendapatkan kenaikan jabatan.

( T h e R u n i c )

Sehabis makan malam, Ayra mulai mengemas barang-barang yang akan di bawanya besok di bantu oleh sang ibu. Meski kesal, namanya tuntutan pekerjaan tetap harus Ayra lakukan demi membantu perekonomian keluarganya. Apalagi cuma dia anak satu-satunya yang di andalkan kedua orang tuanya.

"Fera juga ikut?" tanya ibu sambil melipat baju Ayra satu persatu ke dalam koper.

"Enggak, Fera masih tetap di kantor pusat."

"Jadi, kamu berangkat kesana sendirian?"

"Ya. Mau gimana lagi."

"Berapa lama?"

"Tiga bulan."

"Lama juga yaa. Ingat, jadi diri di desa orang."

"Iya Bu."

Habis berkemas, Ayra pun langsung tidur agar esoknya bisa bangun pagi dengan segar.

( T h e R u n i c )

Selesai shalat subuh, Ayra bergegas mandi, sarapan, dan bersiap. Di sampingnya, sudah siap dua koper berisi pakaian untuk tiga bulan kedepan. Pagi itu dirinya di jemput dan di antar Fera ke terminal Gambor.

"Hati-hati di jalan." pesan Ayah pada Ayra saat mengantar putri semata wayangnya hingga depan pagar bersama istrinya.

"Ya, ayah dan ibu baik-baik ya di rumah." pesan Ayra dengan mata sedikit berkaca-kaca.

"Kamu juga. Kalau udah sampai, langsung kabarin." ujar ayah lagi.

Keduanya pun naik ke mobil dan berangkat.

( T h e R u n i c )

Setibanya di terminal Gambor, bus yang akan di tumpangi Ayra sudah siap berangkat. Keduanya pun berpelukan sebagai tanda perpisahan.

"Hati-hati ya Ra." ucap Fera yang terlihat sedih karena harus berpisah dengan sahabatnya selama tiga bulan untuk sementara.

"Em, kamu juga." balas Ayra balik memeluk Fera dengan hangat.

THE RUNICOpowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz