13

2.1K 332 79
                                    

Hinata tidak menyadari ke mana dia berjalan di jalan yang sudah dikenalnya sejak kecil. Angin sejuk menyapu rambut panjangnya dan tanpa sadar dia menyisir rambutnya dengan jemarinya untuk memperbaikinya sedikit. Dia menarik napas dalam-dalam dan melepaskan napas panjang untuk menenangkan dirinya.

Sebelum dia bisa merenung lebih jauh, dia sudah berdiri di pintu masuk distrik Uchiha, yang sekarang hanyalah hamparan tanah dengan satu bangunan rumah yang setengah jadi. Rumah tunggal itu mengingatkannya pada rumahnya bersama Sasuke. Melihat itu tanpa sadar membawa kenangan bahagia dan menyakitkan sekaligus. 

Dia berjalan ke sebuah bangunan yang dia sebut rumah. Dia meraih gagang pintu untuk membukanya, tetapi ragu-ragu. Apakah dia benar-benar ingin kembali ke sini? Diingatkan akan semua yang hilang darinya? Apakah dia benar-benar bisa tinggal disini tanpa Sasuke didalamnya? Dia perlahan-lahan menarik tangannya kembali ke sisinya dan terus menyusuri jalan.

Kakinya membawanya ke Kuil Naka, di mana para Uchiha akan mengadakan pertemuan rahasia mereka. Dia dan Sasuke telah berjanji pada ketiga anaknya untuk menjemputnya disini. Tapi bagaimana reaksi anak-anaknya jika hanya dia yang berada disini? Tanpa Ayah mereka. Dan bagaimana dia menjelaskan kepada anak-anaknya jika Ayah mereka telah tiada.

Mengusap perutnya untuk menenangkan bayinya. Tanpa sadar dia memejamkan mata. Memikirkan kembali kenangan yang dia miliki dengan Sasuke saat suaminya akan kembali pergi misi.

"Hinata kau hanya perlu tahu, jika terjadi sesuatu padaku, kau harus ingat jika aku akan selalu mencintaimu lebih dari apapun di dunia ini dan menikahimu adalah keputusan terbaik dalam hidupku." Sasuke mengusap air mata dipipi Hinata.

"Shinsuke dan Kurosuke juga? Dan calon bayi kita juga?" Hinata terkekeh.

"Ya. Dan mereka bertiga." Sasuke tersenyum kecil. "Aku tidak menyesali apa pun ketika itu menyangkutmu dan anak-anak kita." Perhatiannya dialihkan dari Hinata ke jendela saat burung elang pembawa pesan mendarat dijendelanya.

"Kau harus pergi bukan?" Tanya Hinata sedih.

Sasuke mengangguk, "Tolong beritahu putriku bahwa aku tidak sabar menunggunya hadir didunia ini. Juga Shin dan Kuro, ayah sangat mencintai kalian dan jadilah pria yang baik untuk Ibu dan adik bayi."

"Selalu." Hinata mengangguk, menyeka air mata yang mengalir di pipinya, diam-diam dia mengutuk hormon kehamilannya."Sasuke, sebelum kau pergi. Aku hanya ingin kau tahu bahwa aku juga tidak menyesali apa pun. Aku mencintaimu dengan sepenuh hati dan itu tidak pernah berubah sejak pertama kali aku melihatmu dirumahku. Aku sangat mencintaimu."

"Aku juga mencintaimu Hinata." Sasuke tersenyum untuk terakhir kalinya sebelum melompat keluar melewati jendela.

Hinata menyeka air matanya saat seseorang menyerbunya dengan pelukan erat. "Ibu aku merindukanmu!" Dia harus kuat. Dia tidak ingin membuat anak-anaknya sedih. Shinsuke dan Kurosuke mungkin akan mengerti. Tapi Hitomi? Apa yang harus dia katakan pada putri kecilnya tentang kematian Ayahnya. Air mata Hinata mengering seketika saat dia mengangkat Hitomi dan memeluknya, mencium bau pakaiannya. Aroma yang sangat menenangkan.

"Bu, lihat, aku punya jeruk merah. Bibi Hanabi memberikannya untukku." Hitomi menunjukkan kepada Hinata jeruk merah yang dia dapatkan dari Hanabi.

"Sayang, itu tomat." Hinata terkekeh, bermain seolah-olah tidak ada yang terjadi. Dia terus mengulangi bahwa itu adalah mimpi... untuk saat ini.

Hitomi mengerucutkan bibirnya. "Aku sudah bilang itu tomat. Tapi bibi Hanabi sepertinya hanya ingin menggodaku." Dia mengedikan bahu. "Aku akan memberikan ini untuk Ayahㅡ oh, dimana, Ayah?"

in-betweenWhere stories live. Discover now