5| Hurt

293 17 13
                                    

Pintu kamar terbuka disusul langkah-langkah tanpa suara. Mudah saja bagi Bima melakukannya. Perlahan, dibukanga laci nakas disamping ranjang. Ada sebuah pistol disana dengan peluru terisi penuh.

Setelah memastikan senjata api tersebut aman dibalik jaket hitamnya, barulah Bima mengarahkan pandangan pada wajah lelap istrinya.

Kirana tidur meringkuk kesisi kanan. Bagian kanan memang sepertinya sengaja dikosongkan untuk dirinya. Tatapan Bima melembut, sampai kapanpun tempat kosong itu tidak akan pernah terisi oleh dirinya.

Kirana selalu terlalu baik untuk dirinya.

Tidak ingin berlama-lama menggunakan perasaan, Bima segera memutar langkah untuk meninggalkan ruangan. Sama tidak bersuaranya seperti saat masuk.

Dilantai bawah sudah menunggu sepuluh orang termasuk Exel yang sedang melakukan pengarahan. Bima memang harus pergi untuk membereskan masalah penyusup di mansion dan sengaja mendatangkan sepuluh orang Grade A anak buahnya untuk menjaga Kirana tetap aman.

"Tuan," sapa mereka dengan kepala tertunduk

Bima mengentakan jaket kulit hitam yang dikenakannya. Ditatapinta satu-satu para anak buah pilihannya tersebut dengan tatapan tajam yang membuat siapapun gentar jika menjadi musuhnya.

"Pastikan tidak ada seekor lalatpun yang mengusik istriku. Kepala kalian semua menjadi taruhannya"

"Baik Tuan" koor para lelaki bertubuh tegap terdengar

Tidak ingin membuang-buang waktu lagi, Bima segera melangkah pergi diikuti Exel dibelakangnya. Selalu begitu, menghadapi musuh yang berbahaya maka Bima akan lebih memilih bererak diam didampingi Exel. Baginya Exel saja cukup untuk membereskan para tikus yang berani mengusiknya.

Siapapun pengkhianat itu, kali ini tidak akan dirinya beri ampun.

Mobil yang ditumpangi keduanya berhenti disebuah bangunan terbengkalai di daerah pinggiran. Bima turun dan memasuki bangunan teraebut dengan menendang pintu besi berkaratnya hingga lepas. Tidak ada nada-nada kesiap karena para anak buah yang sudah berhasil meringkus penghianat tersebut dimintanya pergi. Hukuman yang pantas ditetima seorang penghiatan hanyalah darinya.

Bima fokus pada seorang lelaki yang bertelanjang dada dengan luka lebam dan darah mengering hampir diseluruh tubuhnya. Anak buah yang berhianat tersebut meringkuk ditanah berdebu dalam keadaan gemetar.

Seharusnya dia tahu, ini adalah hal pantas yang didapatkan karena berani menghianati seorang Bimantara Wisessa.

Dug..

Sebuah tendangan keras Bima berikan pada wajah mantan anak buahnya tersebut. Tubuh babak belur tersebut sampai terguling beberapa kali sebelum kembali memuncratkan darah dari bibirnya yang pecah.

"Perlu saya potong lidah kamu yang tidak berguna itu?" Nada suara tenang Bima jelas menunjukan seberapa serius ucapannya

Senyuman miring tersungging pada bibir pecah tersbut. Tatapan mata yang hanya bisa terbuka separuh tersebut balas menembus Bima.

Dug...

Satu kali lagi tendangan bersarang di perut. Tubuh yang sudah bercampur darah tersebut langsung terbungkuk dengan erangan tersiksa. Bajingan ini rupanya masih meremehkannya.

Raut Bima masih sama datarnya ketika tanpa perasaan menginjak dada lelaki tersebut.

"Katakan siapa atau saya sendiri yang akan melemparmu pada buaya peliharaan ayah saya. Sepertinya sudah cukup lama mereka tidak menikmati bangkai tikus sepertimu"

Lelaki tersebut terbelalak. Bukannya mengancam membunuh seperti apa yang dilakukan anak buahnya, orang nomor satu di dunia hitam ini justru berniat melemparkannya kepada buaya-buaya peliharaannya di bungalow. Pastinya dirinya akan dilempar dalam keadaan hidup-hidup.

 The Crown PrinceWhere stories live. Discover now