Pulang

1.5K 167 8
                                    

Satu minggu. Bukan waktu yang singkat untuk seorang Park Jimin. Tujuh hari yang panjang untuk dilaluinya dalam keadaan terjebak di ruangan putih berbau khas obat-obatan. Jimin sangat benci tempat itu. Mau protes pun percuma.

Karena sejak dulu dan sampai kapanpun, tempat ini akan menjadi tempat yang selalu berhubungan dengan dirinya. Setiap keadaan berbalik menyerangnya, tempat inilah yang akan pertama kali ia sambangi. Guna mempertahankan statusnya sebagai manusia yang hidup.

Terkadang, muncul beragam pertanyaan menggelitik di benaknya. Kenapa dari sekian banyak orang di dunia, Tuhan memilihnya menjalani takdir yang begitu melelahkan seperti ini?

Kata orang, sebuah ujian tidak akan datang pada mereka yang tidak mampu melaluinya. Itu yang Jimin coba yakini hingga saat ini. Memberikan doktrin pada dirinya sendiri bahwa ia mampu melalui semua ini. Bersyukur karena ia terlahir untuk berada di keluarga yang mendukungnya dalam setiap hal. Termasuk kondisinya.

Keluarga yang tidak berkekurangan dalam hal apapun. Uang dan materi yang berlimpah, kasih sayang dari orang terdekat dan kehidupan pribadi yang cukup memuaskan. Jimin bersyukur karena ditakdirkan hadir di dalam keluarganya saat ini.

Cinta dan perhatian yang tak pernah terlewatkan ia dapatkan dari semua hyung nya. Kasih sayang yang tulus dari dongsaengnya. Apa lagi yang Jimin butuhkan?

Bukankah dengan gambaran kehidupannya di atas sudah mampu membuatnya menyandang predikat 'orang paling bahagia di dunia ini?'

Namun, tidak ada manusia yang sempurna bukan? Jimin juga memiliki kekurangan di sini. Kekurangan yang jauh lebih kejam dari sekedar terbunuh di tangan orang lain. Kekurangan yang menempatkan posisinya jauh lebih menderita dari yang terlihat.

Jangankan berharap bisa meraih impiannya. Untuk hidup saja dia masih harus mengais dengan susah payah dan berjuang lebih keras demi mendapat oksigen dalam tarikan dan hembusan nafasnya. Disaat semua orang menikmati oksigen gratis dari alam yang berada di sekitar mereka. Berbeda dengan Jimin, yang harus membayar mahal untuk semua itu.

Paru-paru bukan masalah sepele untuk dikesampingkan oleh perhatian para hyung nya. Mungkin itulah alasan mengapa ia selalu menjadi prioritas utama yang mendapatkan segala perhatian yang menurutnya cukup berlebihan. Bukannya bahagia untuk semua yang dimilikinya. Jimin justru merasa bersalah.

Taehyung, hidup dan matinya. Taehyung cahaya yang Jimin jaga keberadaanya. Penguat di setiap keadaannya. Sosok yang dulu selalu menjauhkannya dari kata menyerah dan pasrah. Kembaran sehidup semati baginya. Terikat dengannya sejak dalam rahim ibunya.

Namun karena takdirnya, ia terpaksa menelan bagian pahitnya. Sosok yang terpaksa dipisahkan darinya. Sosok yang sengaja menjauh demi kebaikannya dan kebaikan semua orang. Jimin tidak suka itu. Semua orang menganggapnya bersalah atas keadaannya. Jimin benci saat dongsaeng-nya mencoba menjalankan realita takdir dengan kejam saat dirinya dihujani limpahan kasih sayang dari semua orang. Jimin bukan orang yang bodoh untuk tidak menyadari hal itu.

Taehyung mulai menjaga jarak darinya. Tak tau kah mereka jika itu berbalik menyakitinya? Membunuhnya secara perlahan. Entah seberat apa takdir yang dijalani sang Adik. Jimin menjadi orang yang paling menyalahkan dirinya di sini.

Tidak bisa merengkuhnya saat Taehyung berada di titik terendahnya.  Tidak bisa menemaninya saat Taehyung membutuhkan tempat untuk bersandar. Jimin sangat menyesal untuk itu. Meskipun yang sering ia lihat adalah wajah tegas dan tatapan dingin dari mata dongsaeng-nya. Bahu kokoh sang Adik yang sering berlalu dari hadapannya tanpa sepatah katapun. Wajah yang tertutup oleh topeng sok kuat yang sering ia perlihatkan.

Jimin tau itu hanya kebohongan. Kebohongan yang adiknya ciptakan dengan sangat profesional dan memanipulasi keadaan dengan baik. Menutupi sosok asli dibalik topeng yang sangat mumpuni.

Hold Me Tight✓Onde histórias criam vida. Descubra agora