Di Penghujung Jalan (1)

5 0 0
                                    


Pada akhirnya sampai juga di hari ini. Bukan sesuatu yang istimewa sebenarnya, tapi sesuatu yang penuh makna untuk saya dan mungkin beberapa orang yang lain. Di hari ini kelulusan Uji Kompetensi Nasional Kebidanan diumumkan. Alhamdulillah semua mahasiswi yang mengikuti ujian pada 7 Juni 2021 yang lalu bisa lulus. Kami adalah angkatan pertama sistem exit exam. Ada banyak kekhawatiran yang mengiringi proses kami untuk bisa lulus di masa pandemi ini dan dengan sistem yang baru. Benar-benar baru.

Pada hari ini saya ingin kembali menengok ke belakang. Melihat proses panjang saya dari sebuah perjalanan yang tidak mudah untuk saya lalui. Sebuah perjalanan dari sebuah perjuangan untuk menggapai ridhoNya.

Semua berawal di tahun 2015 akhir dimana saya masih mempertanyakan mimpi saya untuk menjadi seorang penulis. Mimpi yang sudah saya bangun sejak lulus dari bangku sekolah dasar dan selalu saya pupuk hingga di sekolah menengah pertama. Mimpi yang selalu saya hidupkan dalam hidup saya. Mimpi yang selalu menjadi kekuatan saya untuk menggapai mimpi saya yang lain. Mimpi yang benar-benar saya jaga dan saya lindungi. Hingga pada suatu hari saya menemukan sebuah kalimat dari tulisan sesorang yang mengatakan, "Apakah tulisan saya bisa memberikan manfaat kepada orang lain dan membawa saya ke Surga atau justru memberikan kerugian pada orang lain dan justru mengantarkan saya ke Neraka?" kalimat itu menjadi sebuah tamparan bagi saya. Berbulan-bulan saya mencoba untuk mencerna kalimat itu dan sampailah saya di awal tahun 2016. Sempat kehilangan pijakan untuk sementara waktu dan mencoba untuk memahami diri sendiri. Tidak mudah untuk menggenggam dan menghidupkan sebuah mimpi untuk waktu yang lama begitu pun dengan melepasnya.

Di awal tahun 2016 industri per drama Koreaan sungguh melejit bahkan di Indonesia sendiri. Sebagai penikmat drama korea sejak 2010 sudah tentu saya pun ikut terhanyut dalam euphoria per drakoran kala itu. Ada sebuah drama korea di tahun 2016 yang sampai dengan detik ini menjadi alasan saya untuk tetap berjalan di jalan yang saat ini saya lewati. Descendants of The Sun. Begitulah judul drama korea yang banyak disukai kala itu. Salah satu drama korea yang cukup hits di Indonesia. Seingat saya kala itu saya melihat drama itu dengan metode satu kali duduk. Sedikit berlebihan bagi sebagian orang, tapi ya memang begitu adanya. Lebih menantang dan menarik. Bagi saya khususnya. Sepanjang episode hal yang saya sadari adalah bahwa darah tidak semenakutkan yang saya kira. 

Tak hanya itu, sebuah scene dari drama itu juga menyadarkan saya bahwa menyelematkan sebuah nyawa adalah sebuah keajaiban. Ada banyak bagian-bagian dari drama itu yang mengajarkan dan menyadarkan saya banyak hal. Mungkin bagi sebagian orang berpikir, "Ahh hanya sebuah drama." tapi tidak untuk saya. Di akhir episode dari drama itu akhirnya saya memutuskan untuk melanjutkan pendidikan saya di kebidanan. Dunia medis kata orang. Lagi-lagi sebagian orang mungkin berpikir bahwa itu berlebihan, tapi tidak untuk saya.

Sejak tahun 2016 sampai 2018 saya tidak pernah berhenti untuk mempertimbangkan mimpi itu. Ya. Selama itu juga saya menyimpan mimpi saya untuk menjadi seorang penulis. Bukan melepaskan karena sampai kapan pun saya tidak akan pernah melepaskan mimpi saya untuk menjadi seorang penulis. Selama itu pula saya berusaha keras untuk mewujudkan mimpi saya agar bisa masuk ke perguruan tinggi. Lebih tepatnya Polkesyo. Saat itu saya berharap bisa masuk jalur prestasi dan alhamdulillah harapan itu terwujud atas izin Allah. 

Fakta yang saya tahu setelah memulai perkuliahan adalah saya lulus jalur prestasi ternyata bukan karena nilai rapor saya. Bukan karena nilai rapor saya yang selalu sembilan atau sepuluh, tapi karena prestasi saya di Tonti. Ya, di tahun 2017 saya bersama pleton sekar berhasil meraih posisi pertama di tingkat propinsi. Salah satu mimpi saya yang juga terwujud. Itulah mengapa saya tidak pernah menyesal mengikuti kegiatan Tonti. Saya mengikuti kegiatan itu bukan karena saya memiliki fisik yang kuat bukan juga karena saya memiliki mental yang kuat, tapi karena saya memiliki kecintaan terhadap kegiatan itu. Saya benar-benar berjuang dari nol sebelum akhirnya bisa menjadi posisi pertama di tingkat propinsi. Ada banyak tangis dan keringat yang selalu mengiringi perjuangan saya di kegiatan itu. Ada banyak kerja keras yang selalu saya usahakan dan benar. Mimpi itu terwujud meski saya gagal menjadi angota Paskibraka. Tak apa. Bukankah tidak semua mimpi bisa selalu terwujud? 



Yogyakarta, 23 Juni 2021

eiride

Shining LifeWhere stories live. Discover now